Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akses Internet Papua Dibatasi, Kominfo: Ada 300.000 Konten Hoaks di Medsos

Kompas.com - 31/08/2019, 06:14 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pembatasan akses internet di Papua masih diberlakukan. Hal itu dilakukan salah satunya guna menekan penyebaran berita bohong (hoaks) yang dikhawatirkan dapat memperkeruh suasana di Papua.

"Saat ini lebih dari 300 ribu konten hoaks dan hasutan yang masih tersebar di medsos kita. Dan ini mengkhawatirkan apabila dibuka," ujar Plt Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ferdinandus Setu saat dihubungi Kompas.com, Jumat (30/8/2019).

Ferdinandus menambahkan, pembatasan internet di Papua tersebut merupakan keputusan bersama antara Kapolri, Panglima TNI dan Kemenkopolhukam.

Ia juga tidak bisa memastikan kapan pembukaan akses internet di Papua.

"Untuk waktunya belum dapat ditentukan, karena juga melihat situasi dan perkembangan di Papua," katanya lagi.

Menurut Ferdinandus, bila persebaran berita bohong (hoaks) di Papua sudah menurun intensitasnya atau sudah mereda persebarannya, pihaknya akan membuka pemblokiran internet tersebut.

Namun, pemblokiran internet di Papua tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak, salah satunya adalah dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet).

SAFEnet adalah salah satu penggerak kebebasan berekspresi online se-Asia Tenggara.

Baca juga: Ini 4 Pernyataan Jokowi untuk Penanganan Kerusuhan di Papua

Pemblokiran Internet Dikecam

SAFEnet mengeluarkan petisi yang berisi pemerintah harus menyalakan kembali internet di Papua.

Salah satu isi dari petisi tersebut ialah bahwa pembatasan internet di Papua adalah pembatasan akses informasi dan sama juga melanggar hak digital.

"Petisi ini akan menjadi salah satu jalan yang akan ditempuh untuk mengupayakan agar internet di Papua dinyalakan lagi secepatnya," kata Executive Director SAFEnet, Damar Juniarto dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (22/8/2019).

Menurut Damar, pemblokiran serta pembatasan akses internet, justru akan membuat masyarakat menjadi terhambat untuk mendapat informasi dan megabarkan situasi.

Diberitakan sebelumnya, aksi demo yang berujung kerusuhan kembali pecah di Jayapura, Papua pada Kamis (29/8/2019) kemarin.

Massa yang anarkis sempat merusak beberapa fasilitas layanan publik dan membakar Kantor Majelis Rakyat (MRP) yang berada di Jalan Raya Abepura.

Tak hanya itu, pendemo yang anarkis juga membakar kantor Telkom, kantor pos, dan sebuah SPBU yang bersebelahan dengan kantor BTN di Jalan Koti, Jayapura.

Selain membakar fasilitas layanan publik, kabel utama jaringan optik Telkomsel juga turut dipotong oleh pendemo.

Hal itu menyebabkan matinya seluruh layanan telekomunikasi di Jayapura, Papua.

Baca juga: Soal Terbatasnya Akses Komunikasi di Jayapura, Ini Penjelasan Kominfo

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Tren
Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Tren
Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Tren
Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com