Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Makan Telur Dadar Disebut Bisa Picu Diabetes dan Kanker, Ahli Ungkap Faktanya

KOMPAS.com - Mengolah telur dengan cara mencampurkan bagian kuning dan putih seperti telur dadar dinilai dapat memicu penyakit kanker dan diabetes.

Berdasarkan pendapat yang diunggah oleh akun media sosial TikTok @a.junaed, Selasa (13/2/2024), disebutkan bahwa kuning telur mengandung zat biotin, sedangkan bagian putih mengandung avidin.

Biotin dibutuhkan oleh tubuh untuk mengubah asam lemak dari minyak yang terdapat dalam kuning telur. Jika putih dan kuning telur mentah dicampur, seperti proses pembuatan telur dadar, biotin akan diikat oleh avidin dalam putih telur.

Kondisi ini dapat menyebabkan biotin tidak dapat berfungsi dan tubuh pun kekurangan zat ini. Singkatnya, tubuh yang kekurangan biotin diklaim dapat memicu risiko kanker dan diabetes.

"Masak telor putih dan kuningnya jangan dicampur," tulis unggahan.

Lantas, benarkah telur dadar dapat menyebabkan kanker dan diabetes?

Telur dadar tidak sebabkan kanker dan diabetes

Dokter spesialis gizi klinik dari MRCCC Siloam Hospital, Inge Permadhi membantah makan olahan kuning campur putih telur seperti telur dadar dapat menyebabkan kanker dan diabetes.

Menurutnya, zat avidin pada putih telur memang akan mengikat biotin pada bagian kuning jika dalam bentuk mentah.

"Kalau sudah dimatangkan seperti telur setengah matang, dia sudah tidak berefek. Tidak menyebabkan apa-apa kalau dimakan, apalagi kalau dibikin telur dadar," ujar Inge, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (15/2/2024).

Inge menyampaikan, mengonsumsi telur dadar maupun telur ceplok memiliki efek serupa untuk tubuh, sama-sama menyehatkan.

Bahan pangan ini, terutama bagian putihnya, adalah sumber protein sempurna yang dapat memenuhi asupan tubuh tanpa tambahan sumber protein lain.

Rata-rata tubuh setiap orang membutuhkan sekitar 0,8 sampai 1,2 gram protein per kilogram berat badan ideal.

Sebagai gambaran, orang dengan berat badan ideal 70 kilogram boleh mengonsumsi antara 56 gram (70 x 0,8) sampai 84 gram (70 x 1,2) protein setiap hari.

Jumlah protein tersebut tidak hanya berasal dari telur, bisa juga dari protein hewani lain seperti daging, ayam, ikan, dan susu sapi.

Asupan zat ini pun bisa diperoleh dari bahan nabati, misalnya kacang-kacangan serta produk olahannya seperti tahu, tempe, dan susu kedelai.

"Nah dengan mengetahui jumlah itu kita menghitung berapa banyak lauk hewani yang bisa dikonsumsi, ayamnya, ikan, atau telurnya sebaiknya berapa," papar Inge.

Berbanding terbalik dengan bagian putih, menurut Inge, kuning telur mengandung kolesterol yang tidak boleh sering-sering dimakan.

"Telur memang sehat, tapi kuning telur memang tidak dikonsumsi terlalu banyak ya, rata-rata sekitar satu butirlah kalau untuk kuningnya," kata dia.

Kendati demikian, selama dikonsumsi dengan bijak dan sesuai kondisi tubuh masing-masing, maka tak ada ruginya untuk menyantap telur dalam bentuk olahan apa pun.

Terlebih, jika telah menyesuaikan konsumsi telur dengan kebutuhan protein harian per berat badan ideal.

"Baru berefek (buruk) kalau (goreng telur) pakai jelantah. Tapi minyaknya yang jelek bukan telurnya," jelasnya.

Terpisah, dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Darmo Surabaya, Decsa Medika Hertanto mengatakan, tidak ada bukti valid yang menunjukkan konsumsi telur dadar dapat memicu kanker dan diabetes.

"Bukti ilmiah dan jurnal tidak berdasar," kata Decsa dalam unggahan X (Twitter), @decsamh, Kamis.

Kompas.com telah mendapatkan izin dari Decsa untuk mengutip penjelasannya yang tertuang dalam unggahan sebagai bahan pemberitaan.

Decsa menjelaskan, telur dadar tidak secara langsung berkaitan dengan penyebab dan faktor risiko diabetes serta kanker.

Menurut dia, pemicu dapat datang dari cara pengolahannya, seperti jarang mengganti minyak yang digunakan untuk menggoreng telur.

"Minyak sudah hitam digoreng sampai gosong bisa jadi ada risiko kanker. Atau mungkin telur sehari bisa 20 butir terus tidak olahraga, bikin risiko obesitas naik terus jadi diabetes," ujarnya.

Penyakit kanker disebabkan oleh banyak faktor, tetapi paling utama adalah mutasi DNA. Mutasi dapat terjadi dari lahir, diturunkan, atau akibat kerusakan selama manusia menua.

Selain itu, lanjut Decsa, dapat juga karena paparan kimia seperti rokok, alkohol dalam waktu yang lama, radiasi, serta asbestos (asbes).

Khusus kanker kulit, dapat dipicu juga oleh paparan sinar UV dari matahari dalam jangka waktu yang lama.

"Atau bisa juga infeksi virus seperti HPV jadinya kanker serviks atau hepatitis B dan C yang jadi hepatoma atau kanker liver," ungkapnya.

Sama seperti kanker, diabetes merupakan penyakit yang multifaktorial dengan beragam faktor risiko, mulai dari genetik, gaya hidup, kegemukan atau obesitas, dan sebagainya.

Decsa mengatakan, penyakit ini terjadi karena resistensi insulin, baik di reseptor insulin dalam sel atau produksi insulin yang tidak ada di dalam sel beta pankreas.

"Poinnya bukan telor dadar langsung bikin kanker dan diabetes. Dua penyakit di atas itu multifaktor. Jadi santuy saja lah," kata Decsa.

Dia berpesan, kuncinya ada pada cara pengolahan telur dadar serta penerapan gaya hidup sehat.

"Intinya ingat cara pengolahan, jumlah, porsi harian, dan diimbangi olahraga. Intinya keseimbangan," tandasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2024/02/18/083000565/makan-telur-dadar-disebut-bisa-picu-diabetes-dan-kanker-ahli-ungkap

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke