KOMPAS.com - Sejumlah warganet di media sosial Twitter ramai mengeluhkan mengenai upah minimum provinsi (UMP) di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta paling kecil dan memiliki selisih yang jauh dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Padahal, banyak warganet yang merasa harga berbagai barang kebutuhan seperti sembako dan BBM di Jateng maupun DIY cenderung sama dengan berbagai daerah lain.
Sebagai informasi, UMP 2023 Yogyakarta saaat ini adalah Rp 1.981.782, dan Jawa Tengah Rp 1.958.169.
Jumlah ini terpaut jauh jika dibandingkan provinsi lain seperti DKI Jakarta yang mencapai Rp 4.901.798.
Protes soal UMP selisih jauh ini banyak disampaikan warganet menanggapi sebuah unggahan akun Twitter @worksfess.
"Work! Sebenernya UMR itu disesuaikan jg dgn biaya hidup di prov tsb kan? Krn aku mikirnya knp UMR JKT tinggi krn biaya hidup di JKT jg tinggi. Begitu jg dgn UMR Jogja," tulis akun tersebut.
"Parameter biaya hidup apa sih, harga sembako, bensin, listrik, pulsa, hp, baju, semen dan harga motor supra di DKI perasaan sama aja kaya di Jateng-DIY," tulis akun @mas_sadepanmuu.
"Tapi umr jateng segitu padahal harga ngga semua murah juga nder. Harga bahan pokok tuh ttp standar pusat," ujar akun @maershmallo.
Lantas, masih pantaskan UMP Yogyakarta dan Jawa Tengah selisih jauh dengan daerah lainnya?
Tanggapan ekonom
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, UMP di Jawa Tengah dan Yogyakarta memang seharusnya dinaikkan secara signifikan.
Alasannya menurut dia, kenaikan upah minimum bisa mereduksi ketimpangan pengeluaran antara si miskin dan si kaya yang terjadi.
Ketimpangan ini menurutnya terutama terjadi di wilayah Yogyakarta di mana berdasarkan data BPS memiliki ketimpangan paling tinggi.
"Jadi ketimpangan ini juga muncul karena gap pendapatan yang cukup lebar terutama pekerja di sektor industri kecil," kata dia.
Padahal menurutnya makin tinggi ketimpangan atau rasio berarti menunjukkan makin timpang ekonomi suatu daerah.
Bhima menjelaskan, kenaikan upah minimum provinsi sebenarnya akan bermanfaat sebagai stimulus untuk pertumbuhan konsumsi dan daya beli daerah yang bersangkutan.
"Jadi kalau Jateng dan DIY ingin agar kemiskinannya diturunkan dan daya beli meningkat maka upah minimum bisa menjadi jawabannya yaitu dinaikkan," paparnya.
Dengan upah yang rendah tersebut menyebabkan banyak industri bergeser ke Jawa Tengah.
Padahal menurutnya, seharusnya industri menaikkan daya saing seperti inovasi maupun peningkatan kualitas produk dan bukan justru bergeser karena melulu soal mencari upah yang murah.
"Kalau terus-terusan upahnya rendah ini juga akan mengancam Indonesia secara nasional untuk menuju sebagai negara maju pada 2045," kata dia.
Ia menjelaskan upah yang terlalu murah akan menghalangi pendapatan per kapita untuk naik secara tinggi, sehingga inilah yang harusnya dipahami oleh pemerintah daerah.
Sementara itu, pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin mengatakan, sebenarnya persentase kenaikan UMP Yogyakarta dan Jawa Tengah sudah paling besar di antara yang lain.
Sayangnya, angka total UMP-nya masih kecil dibandingkan dengan daerah lain seperti Jakarta.
"Kalau ditanya (UMP Jateng dan DIY saat ini) pantas atau tidak, jawabannya tentu tidak," ujarnya terpisah, Kamis (19/1/2023).
Terkait pendapat warganet yang menyebut harga barang di Jateng dan DIY cenderung sama pihaknya juga kurang setuju.
Pasalnya menurutnya harga-harga barang tidak sama persis, selain itu faktor inflasi di mana biasanya meliputi makanan dan kebutuhan-kebutuhan dasar, sudah dimasukkan ke dalam aspek perhitungan kenaikan UMP.
Ia menyebut, penetapan UMP saat ini mengacu pada peraturan Menaker Nomor 18 Tahun 2022. Di mana perhitungan UMP ditetapkan berdasarkan tiga variabel yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan variabel alfa.
Kenaikan UMP Jawa Tengah sebenarnya paling tinggi di Jawa yakni mencapai 8,01 persen.
Sedangkan di Yogyakarta juga naik tinggi mencapai 7.65 persen.
Namun upah minimum yang tahun sebelumnya sudah rendahlah yang menyebabkan nominalnya tetap terlihat kecil.
"DIY dan Jawa Tengah punya angka (UMP) sebelumnya yang rendah, jadi kenaikan persentase besarpun tetap saja angkanya masih kecil," kata dia.
Selain itu, penyebab lain dari tetap kecilnya UMP Jateng dan Yogyakarta menurutnya adalah karena kenaikan UMP 2023 telah dipatok pemerintah paling besar yakni hanya 10 persen di seluruh daerah.
Dilema kenaikan UMP tinggi
Meskipun kenaikan UMP Jawa Tengah dan Yogyakarta diharapkan naik tinggi, namun ia menjelaskan kenaikan UMP yang tinggi dibandingkan saat ini bisa menimbulkan dilema tersendiri.
"Di satu sisi kita ingin rakyat semakin sejahtera dengan gaji-gaji yang semakin bagus di seluruh Indonesia. Tapi di sisi lain, kenaikan yang tajam akan menyulitkan dunia usaha sehingga berpotensi menaikkan pengangguran," ucapnya.
Ia menyebut, kalaupun seandainya untuk saat ini UMP dinaikkan tiba-tiba mendekati UMP Jakarta, maka menurutnya tidak akan ada dunia usaha di Yogyakarta maupun Jateng yang bisa menjadi survive.
Sehingga dia menawarkan ada dua solusi untuk mengatasi hal tersebut.
"Solusinya adalah jangan ada batas atas kenaikan UMP dan solusi kedua, dunia usaha perlu lebih berkembang di Yogyakarta maupun Jawa Tengah," pungkasnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2023/01/29/093000665/ramai-soal-masih-pantaskah-ump-jateng-dan-diy-selisih-jauh-dengan-provinsi