Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menghindari Predator Dunia Maya

Kejahatan di dunia maya di antaranya penipuan via online, kejahatan seksual online, pemerasan, doxing, scammer. Ini sudah merupakan kejahatan siber (cyber crime) yang harus dipantau dan ditangani secara hukum. Sebagian korban sudah melapor ke pihak kepolisian atau badan bantuan hukum, sebagian lagi tidak melapor karena berbagai alasan.

Pada April lalu harian Kompas menulis berita bertajuk “Penipu Berkedok Cinta Berkeliaran di Dunia Maya” yang memberitakan tentang para lelaki yang memperdaya perempuan dengan kedok cinta.

Perkenalan berawal melalui aplikasi chatting WhatsApp, Line, Telegram, atau media sosial seperti FaceBook, Twitter, Instagram, Path. Setelah saling mengenal lantas segera dipacari. Selanjutnya dengan bujuk rayu para predator itu mulai memeras secara finansial atau mengeksploitasi secara seksual.

Hal ini mengingatkan saya pada webinar tahun 2021 yang pernah saya ikuti tentang kejahatan seksual online terhadap perempuan dan anak-anak. Waktu itu hadir sebagai pembicara Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Ully Pangaribuan SH dari LBH APIK Jakarta, Brigjen Winston Tommy Watuliu, dan sebagai host Sonya Hellen Sinombor dari harian Kompas.

Dalam webinar itu dijelaskan bahwa kejahatan seks online dengan munculnya para predator di dunia maya itu sangat nyata, ada di sekitar kita. Mereka sama seperti serigala yang terus mencari mangsa dengan sasaran para perempuan dan anak-anak yang mudah diperdaya dan ditipu.

Kejahatan seksual online awalnya memakai sarana aplikasi chatting dan media sosial sebagai pintu perkenalan pertama. Sasarannya adalah perempuan muda (SMA, mahasiswi) dan anak-anak di bawah umur. Predator itu mengajak kenalan, kemudian bercerita hal-hal yang membuat iba hati dengan tujuan menimbulkan rasa kasihan dan simpati dari korban.

Apabila dirasa sudah masuk perangkap, maka segera memulai niat jahat yang sudah direncanakan secara sistematis. Korban akan dibujuk agar mengirim foto telanjang, diajak video call sex (VCS) dengan diiming-imingi akan diberi sesuatu asalkan korban menuruti kemauan si predator.

Hasil kiriman foto dan rekaman VCS ini kelak akan dijadikan umpan si predator untuk memeras korban agar mengirimkan uang atau diajak berhubungan seksual, atau si korban dijual ke pihak lain oleh predator tersebut. Kalau menolak, foto dan video ini akan disebar di media sosial untuk mempermalukan (revenge porn).

Kasus-kasus lain yang sering terjadi adalah kasus ancaman distribusi, konten ilegal, pemberdayaan korban, pencemaran nama baik, penguntitan secara online, pengelabuan.

Hal yang sama dikatakan Ully Pangaribuan dari LBH APIK Jakarta, bahwa kejahatan seksual online berbasis gender ini memanfaatkan media sosial dengan cara menyebarkan foto atau video tanpa persetujuan korban sebagai upaya balas dendam untuk mempermalukan korban.

Dengan demikian, setiap orangtua harus mewaspadai hal ini secara serius, khususnya yang memiliki anak gadis, baik yang masih SMA maupun sudah mahasiswi dan anak-anak yang aktif bermain gawai di dunia maya.

Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional (2021), pengguna internet di Indonesia 56,6 persen adalah perempuan. Selain itu, anak-anak usia lima tahun ke atas yang jadi pengguna Internet di Indonesia, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) hingga akhir tahun 2021, mencapai 88,99 persen. Mereka menggunakan internet untuk berbagai tujuan seperti tugas sekolah, mencari informasi/berita, hiburan, beli barang, dan sebagainya. Hingga awal tahun 2022 pengguna internet di Indonesia mencapai 204,7 juta.

Dengan membaca angka-angka tersebut, selayaknya para orangtua yang memiliki anak perempuan atau anak-anak di bawah umur perlu ikut mengawasi terutama dampak negatif cyber bullying, konten pornografi. Setidaknya orangtua mengingatkan anak-anak agar jangan sampai terjebak predator di dunia maya.

Berikan peringatan agar jangan mudah mengunggah data pribadi ke media sosial, jangan mudah sebar dokumen, foto, audio, atau video, yang kemudian mudah di-download publik dan bisa disalahgunakan.

Komnas Perempuan mencatat beberapa jenis kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi komunikasi, yakni pelecehan di ruang maya, peretasan, penyebaran konten intim tanpa izin, ancaman penyebaran video dan foto intim, sextortion/sekstorsi (pemerasan lewat video intim).

Berdasarkan dokumentasi SafeNet dari Catahu Komnas Perempuan (2021) dan Catahu LBH APIK Jakarta (2021) laporan jumlah kasus KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online) selama lima tahun terakhir (2017-2021) adalah 942 laporan (Komnas Perempuan), 677 (SafeNet), 489 (LBH APIK) Jakarta. Hal ini seluruhnya terkait pada konten intim dalam bentuk permintaan, pengambilan, penyebaran, dan ancaman.

Lantas apa yang harus dilakukan agar tidak terjerat predator yang berkeliaran di dunia maya?

Langkah-langkah berikut bisa dilakukan: jangan sembarang berkenalan di dunia maya, kita tidak tahu bagaimana latar belakang dan niat mereka. Tetap harus selektif. Jangan mudah percaya mulut manis (angin surga), jangan telan begitu saja setiap cerita yang disampaikan (bisa jadi cuma ngarang-ngarang saja biar hati kita iba).

Tolak dengan tegas kalau minta foto atau video (call) telanjang. Tolak kalau meminta bantuan atau pinjaman finansial baik via tranfer atau pinjol. Sebaiknya jangan terlalu narsis di dunia maya, jadilah warganet cerdas.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/05/05/181127265/menghindari-predator-dunia-maya

Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke