Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Puasa Medsos Hari Lebaran, Pasti Bisa!

Pun sepanjang bulan suci bagi umat Islam kegiatan ibadah lebih banyak dilakukan dalam area yang terbatas dan dilakukan secara virtual.

Syahdan, pandemik telah menumbuhkan kebiasaan baru dan perilaku publik yang berubah untuk beradaptasi secara gradual pada situasi tidak biasa. Ada yang berhasil, namun ada juga yang enggan beranjak.

Bukan karena tidak tanggap teknologi digital, namun sejatinya ada ruang kosong yang selama ini tidak terisi dengan maksimal dalam ‘tabula rasa’. Sebuah respons alamiah dari sebuah keadaan. Ada yang menerima dan menolak.

Pandemi telah memberi pesan kepada kita bahwa teknologi tidak bisa menggantikan secara sempurna kebutuhan manusia untuk berinteraksi secara langsung.

Sentuhan dan chemistry yang tidak maksimal, karena ada rasa atau ‘vibe’ yang tidak bisa ditangkap dengan utuh. Itulah yang membedakan manusia dengan senyawa lainnya; interaksi, komunikasi, dan relasi.

Mudik Lebaran kali ini rindu bersilaturahim kepada kerabat di kampung halaman membuncah luar biasa di ruang publik.

Kementerian Perhubungan memperkirakan jumlah pemudik pada Lebaran 2022 ini sesuai dengan hasil survei Balitbang 2022 sebanyak 85 juta pemudik.

Proses perpindahan temporer dari kota ke desa atau sebaliknya, masuk ke kantong-kantong keluarga se-Nusantara yang kemudian riuh beritanya terkonfirmasi lewat sejumlah kanal media.

Jalan tol yang macet, jalan arteri yang padat, media yang siaga, sistem rekayasa lalu lintas diberlakukan, posko mudik bertebaran dan lain sebagainya. Hiruk pikur mudik dan lebaran.

Dari momentum Lebaran sejatinya bisa dijadikan kesempatan untuk melakukan membatasi aktivitas media sosial atau ‘puasa medsos’.

Sebagaimana pada bulan Ramadhan seorang Muslim yang sudah balig diwajibkan berpuasa, dengan syarat mukim (bukan musafir), berakal sehat, serta mampu menahan lapar dan haus sampai dengan waktu yang ditentukan.

Dari sana sejatinya kita bisa juga melakukan puasa medsos dengan menahan komentar yang tidak perlu, hentikan melihat postingan sarkastik dan kontroversial, berpikir positif, dan lebih banyak bersilaturahim secara langsung dengan orang-orang disekitar.

Sannyu McDonald Harris seorang konselor profesional berlisensi dengan Program Konseling Bantuan Karyawan di Cone Health menyampaikan: Istirahat!

Jika menggunakan media sosial telah membuat kita merasa cemas atau tertekan, maka ada baiknya beristirahat selama beberapa hari.

Mencabut kabel membantu mengisi ulang baterai dan kembali fokus pada hal terpenting dalam hidup.

Lebaran adalah waktu yang tepat untuk me-restart aktivitas media sosial kita, kemudian mengisinya dengan beragam aktivitas fisik.

Batasi medsos, tingkatkan silaturahim

Perjalanan yang panjang dan melelahkan jangan sampai disia-siakan untuk berinteraksi dengan orangtua dan kerabat di kampung.

Selepas swa foto dan selfie bersama keluarga, maka lepaskan diri untuk tenggelam dalam obrolan tentang masa lalu, saat ini dan masa depan.

Belajarlah dari mereka yang hidup di sana dengan segala kearifan lokal, kenal tetangga dari depan rumah hingga berbeda dusun. Setiap lekuk gang dan siapa yang menempati rumah-rumahnya.

Perbanyaklah interaksi dengan keluarga, menjaga diri dari media sosial maka kita akan lebih mudah merasakan manfaatnya.

Gali pengetahuan, kenalkan pengalaman dan ambil nilai-nilai bijak yang bertebaran di kampung halaman. Dari mulai gotong royong, tenggang rasa hingga tepo seliro.

Ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan di saat Hari Raya Lebaran atau liburan, merujuk dari artikel Cone Health sebuah jaringan perawatan kesehatan nirlaba ada beberapa hal yang cukup relevan bisa dilakukan dengan sejumlah penyesuaian pada hari Lebaran.

Hubungan antara kesehatan dan media sosial sangatlah kompleks. Di satu sisi, media sosial membantu kita mempertahankan hubungan sosial yang penting dengan teman dan anggota keluarga yang jauh.

Tetapi pada saat yang sama, beberapa konten media sosial dapat meningkatkan perasaan cemas dan depresi.

Saat itu terjadi, maka kemauan dan kemampuan kita membatasi media sosial menjadi prasyarat penting.

Kita bisa balas pesan yang masuk ke medsos dalam respons yang lambat dengan menyampaikan bahwa tidak dapat cepat membalas karena lebih fokus bersilaturahim.

Pasti akan mengerti dan memahami, bahkan bisa jadi menginspirasi bagi orang lain.
Fokus pada teman-teman kehidupan nyata.

Media sosial bisa menjadi cara yang bagus untuk mengikuti apa yang sedang dilakukan teman jarak jauh dan keluarga.

Namun, aktivitas suka (loves) dan komentar di media sosial tidak selalu memberikan hubungan interpersonal yang sama seperti percakapan melalui telepon, obrolan video, atau bahkan pesan teks.

Fokus pada percakapan real time dan gunakan media sosial sebagai alat sekunder untuk memelihara hubungan sosial. Perbanyak silaturahim dan kembangkan obrolan yang konstruktif.

Batasi waktu yang dihabiskan untuk scrolling media sosial setiap hari. Sebuah penelitian kecil yang diterbitkan dalam Journal of Social and Clinical Psychology menunjukkan bahwa orang yang membatasi waktu mereka dihabiskan di media sosial di bawah 30 menit setiap hari melaporkan lebih bahagia suasana hati dan perasaan.

Jika dalam kehidupan sehari-hari kita bisa terus terjaga memandang smarthphone setiap 10 menit sekali, maka saatnya membatasi sebagaimana aktivitas makan dalam sehari. Cukup sehari dua atau tiga kali.

Ikuti orang dan halaman yang memberi kegembiraan dan pesan positif. Berhenti mengikuti, memblokir, atau menonaktifkan konten yang mengganggu.

Sebagai gantinya memilih untuk mengikuti aku dan orang-orang yang membuat bahagia.

Isi obrolan dengan memperbicangkan sesuatu yang dekat dengan keseharian. Berbagi pesan dan kesan yang saling menguatkan.

Selingi dengan aktivitas luar ruang yang melibatkan sebanyak mungkin anggota keluarga.

Saat bepergian dan bersilaturahim, fokus dan nikmati. Saat melakukan sesuatu yang silaturahim dan aktivitas menyenangkan, jangan khawatir tentang mengambil gambar yang sempurna untuk dibagikan di media sosial.

Alih-alih terjebak, lebih baik manfaatkan momen pertemuan itu sepenuhnya dengan meletakkan ponsel dan hadir berinteraksi langsung.

Kita berharap pertemuan Lebaran menjadi salah satu sarana menghidupkan kembali budaya dialog yang sehat dan kuat.

Karena hari-hari ini yang dibutuhkan adalah aktivitas yang menyembuhkan ‘healing’ dalam ruang diskursus publik yang riuh.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/05/01/100111365/puasa-medsos-hari-lebaran-pasti-bisa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke