Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

FISIP Unair Miliki Museum tentang Kematian, Seperti Apa?

KOMPAS.com - Kita mengenal museum sebagai tempat yang memamerkan benda-benda yang memiliki sejarah atau kekhususan tertentu.

Misalnya di Museum Lubang Buaya, Jakarta yang menyimpan benda-benda yang terkait dengan peristiwa G30S/PKI, atau Museum Keris di Solo yang tentu memamerkan beraneka senjata tradisional Jawa itu.

Dari semua museum yang pernah Anda dengar, tahukah ada satu museum yang menyajikan seluk beluk soal kematian?

Adalah Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian yang berlokasi di Kampus B Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Airlangga (Unair), Jalan Dharmawangsa Dalam, Airlangga, Kecamatan Gubeng, Surabaya.

Terbilang unik, apa yang sebenarnya melatarbelakangi pendirian museum yang diresmikan Maret 2016 ini?

Tentang Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian

Kepala Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian Fisip Unair Toetik Koesbardiati menjelaskan, ada sejumlah hal yang melatabelakangi pembangunan museum yang satu ini.

Salah satunya adalah banyak hal yang ada di balik kematian, bukan hanya sekadar fenomena  berpisahnya nyawa dan raga.

"Kematian jarang dibicarakan karena tabu, tapi kematian menyimpan banyak aspek, dari ekonomi, politik, sosial, hukum. Tidak hanya persoalan orang mati dan dikubur, tapi apa sebab kematian, bagaimana budaya memaknai orang mati, bagaimana adat upacara orang mati memakan banyak dana, lalu bagaimana menceritakan peristiwa yang sudah lewat melalui orang mati, sangat banyak," jelas perempuan yang akrab disapa Ibu Totok itu.

Selain mengepalai Museum Etnografi, Totok juga merupakan dosen di Jurusan Antropologi yang masuk ke dalam Fisip Unair.

Hal itu juga yang menjadi alasan lain keberadaan museum ini.

"Kebetulan bidang studi kami juga bergerak di satu atau dua aspek orang mati. Antropologi forensik dan paleoantropologi, sehingga kematian juga menjadi aspek studi akademi," ujar Totok.

Beragam hal tentang kematian

Berbicara tentang akademis, museum ini berdiri di wilayah kampus yang tentu bernapaskan sains, logika, dan ilmu pengetahuan.

Lalu, bagaimana tema kematian tersebut dikemas dalam museum ini? Apakah masih dipamerkan dengan batas koridor akademis?

Jawabannya adalah masih. "Kami tidak melakukan praktek di luar akademis," tegas Totok.

Jadi, segala hal yang dipamerkan dalam museum ini adalah beragam hal tentang kematian, yang juga menjadi bahan pembelajaran bidang arkeologi.

Misalnya, di sana kita bisa menemukan replika makam dari berbagai kepercayaan, bagaimana ritual atau prosesi kelompok masyarakat tertentu ketika mendapati kematian di sekitarnya, dan sebagainya.

Berbeda dari kebanyakan museum yang memberikan label pada benda-benda koleksinya, di Museum Etnografi pengunjung akan dapat menyerap informasi dari infografis-infografis yang dipasang.

Hal ini agar museum menjadi lebih menarik dan mudah dipahami, khususnya oleh kalangan muda.

Virtual tour

Sayangnya, selama pandemi ini Museum Etnografi ditutup bagi umum. Sebagai gantinya, pihak museum kerap mengadakan kegiatan berbasis online.

"Selama pandemi kami mengadakan tour virtual, lalu acara-acara museum juga secara virtual misal webinar. Kadang dibuka sesuai pesanan," jelas Totok.

Mengutip artikel di laman Antropologi Fisip Unair, museum ini awalnya digunakan untuk menyimpan koleksi benda purbakala milik jurusan, tetapi kemudian dikembangkan.

"Beberapa kali ikut pameran museum, kami menceritakan aspek org mati animo pengunjung tinggi. Dari berbagai pengalaman inilah kami mengambil tema kematian untuk museum," pungkas Totok.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/11/20/133000865/fisip-unair-miliki-museum-tentang-kematian-seperti-apa-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke