Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memburu KKB di Papua, Ini Sederet Alasan Mengapa Mereka Sulit Ditumpas

KOMPAS.com - Aksi kebrutalan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua kembali harus memakan korban.

Sebelumnya Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua, Brigjen TNI Gusti Putu Danny Nugraha gugur ditembak KKB di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Minggu (25/4/2021).

Dua hari berselang, seorang anggota Brimob, Bharada Komang juga gugur dalam kontak senjata dengan KKB di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, Selasa (27/4/2021) pagi.

Dua anggota Polri lainnya, Muhammad Syaifiddin, anggota Polres Mimika terkena tembakan peluru KKB di bagian perut dan Ipda Anton Tonapa terkena tembakan peluru KKB di bagian punggung atas.

Keduanya yang tergabung dalam Satuan Tugas Nemangkawi, menjalani perawatan intensif di Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD Mimika dan dalam kondisi stabil.

63 aksi penembakan

Berdasarkan catatan Polres Mimika, sejak tahun 2017 hingga 2020 terdapat 63 kali aksi penembakan dilakukan KKB.

Rinciannya, tahun 2017 terdapat 22 kali aksi penembakan, tahun 2018 terjadi 12 kali, tahun 2019 terjadi 4 kali dan tahun 2020 mengalami kenaikan yang signifikan sebanyak 25 kali aksi penembakan.

Dikutip dari Kompas.com (1/1/2021) Kapolres Mimika AKBP I Gusti Gede Era Adhinata mengatakan, kenaikan jumlah aksi penembakan di tahun 2020 menyusul adanya seluruh KKB di wilayah Pegunungan Papua yang bergabung dengan KKB Timika khusunya di wilayah Tembagapura.

“Puji Tuhan sebagian besar kelompok tersebut kini sudah meninggalkan Timika khususnya wilayah Tembagapura,” kata Era dalam refleksi akhir tahun 2020, Kamis (31/12/2020).


Lantas, apa yang membuat KKB seakan sulit untuk ditumpas?

Taktikal geografis

Pengamat intelijen Ridlwan Habib menjelaskan, setidaknya ada tiga hal yang membuat KKB di Papua sulit untuk ditumpas.

Salah satunya dikarenakan adanya faktor taktikal geografis yang lebih sulit dan menantang ketimbang faktor KKB itu sendiri.

"Jadi kemampuan tempur KKB itu sebenarnya biasa-biasa saja, tetapi karena situasi geografis di Papua, vegetasinya, kemudian hewan-hewan yang ada di sana, itu membuat mereka lebih kuat bertahan daripada pasukan pemukul dari TNI dan Polri yang mengejar," kata Ridlwan pada Kompas.com, Rabu (28/4/2021).

Adanya "perlindungan" tokoh lokal

Faktor berikutnya, menurut Ridlwan, yakni masih adanya "perlindungan" yang diberikan oknum tokoh-tokoh lokal setempat kepada anggota KKB.

Anggota KKB diberikan tempat berlindung di wilayah-wilayah adat sehingga hal itu memberikan perlindungan ketika mereka tengah dikejar oleh aparat keamanan.

"Ada beberapa oknum tokoh-tokoh kan yang sudah tertangkap, misalnya kemarin ada satu oknum pendeta ternyata menyuplai senjata untuk KKB," ujar Ridlwan.

"Jadi ini problem juga, karena di sana masih ada oknum tokoh masyarakat adat yang masih melindungi orang-orang KKB itu, jadi makin susah untuk dikejar," imbuhnya.

Ketiga, adalah faktor koordinasi antar lintas tim yang ikut bergerak bersama-sama melawan KKB.

Menurut Ridlwan, ada banyak tim atau unsur yang dilibatkan dalam memberantas kelompok tersebut, seperti TNI, Polri, BIN, dan satuan tugas lokal dari Kodam setempat.

"Nah ini koordinasinya saya kira memang perlu dilingkupi dalam satu wadah yang khusus, misalnya dulu kita ingat waktu operasi melawan Santoso. Waktu itu payungnya satu, yakni namanya Satgas Tinombala, jadi semua unsur itu ya cuma satu payung itu," jelas Ridlwan.

Oleh karena itu, Ridlwan meminta kepada pemerintah untuk segera membuat satu payung yang dapat mewadahi semua unsur. Sehingga, nantinya tidak ada yang bergerak sendiri-sendiri.

Lebih lanjut, Ridlwan juga mengusulkan agar dikirimkan satu tim yang memiliki kemampuan lebih dan memahami medan-medan ekstrem.

"Itu taktikal tempurnya perlu dikirimkan satu tim yang memahami benar, punya kemampuan vegetasi hutan-hutan lebat, suhu ekstrem, saya kira di situ ada pasukan khusus kita ya, Koopsus TNI, saya kira bisa dikirimkan dalam bentuk perbantuan," kata Ridlwan.

Selain itu, perlu juga dilakukan operasi penggalangan intelijen. Tokoh-tokoh atau pimpinan adat perlu digalang untuk tidak membantu baik secara moral atau bantuan lain terhadap KKB.

"Penggalangan ini harus dilakukan secara serius oleh tim yang memang tim khusus ya, tim khusus penggalangan yang biasanya melakukan operasi penggalangan," paparnya.


Kendala-kendala menurut Mabes Polri

Polri mengungkapkan kendala-kendala dalam memberantas KKB di Papua. Ada dua kendala yang disebutkan, salah satunya KKB kerap masuk ke penduduk.

"Kendala-kendala kan tentunya medan di sana tidak seperti ini. Medannya pegunungan segala macam kan, membutuhkan sumber daya yang harus maksimal," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono, dikutip dari humas.polri.go.id Senin (26/4/2021).

Anggota KKB yang masuk ke wilayah penduduk sulit diidentifikasi. Rusdi menyebut, pola KKB masuk ke penduduk ini dilakukan agar tetap eksis.

"Kedua, kelompok-kelompok ini sering masuk ke penduduk, menyamar-menyamar dengan penduduk. Sering masuk ke penduduk-penduduk, nyamar dia. Itu menjadi pola-pola mereka bagaimana mereka untuk tetap eksis di sana," terangnya.

Meski demikian, Rusdi memastikan KKB tidak memiliki tempat di Papua. Rusdi menegaskan Polri bersama TNI berusaha menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh KKB.

"Tentunya aparat keamanan, TNI dan Polri, terus bekerja secara optimal melakukan pengejaran penangkapan terhadap kelompok kriminal bersenjata. Yang pasti tidak ada tempat bagi KKB di tanah Papua," kata dia.

"Polri dan TNI juga beserta instansi lainnya, sekali lagi, berusaha secara optimal untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kelompok kriminal bersenjata di tanah Papua," pungkas Rusdi.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/04/28/191500265/memburu-kkb-di-papua-ini-sederet-alasan-mengapa-mereka-sulit-ditumpas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke