Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ramai soal Pajak Pulsa hingga Token Listrik, Ini Penjelasan Kemenkeu...

KOMPAS.com - Pembahasan terkait pengenaan pajak pulsa, kartu perdana, token listrik hingga voucher ramai di tengah masyarakat.

Hal ini terjadi usai Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengeluarkan aturan terkait penghitungan dan pemungutan pajak untuk penjualan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher yang berlaku mulai 1 Februari 2021.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021.

Lantas, bagaimana persisnya aturan tersebut dan benarkah ada pajak baru untuk pulsa, kartu perdana, token listrik hingga voucher?

Juru Bicara Kemenkeu Rahayu Puspasari menegaskan bahwa tidak ada jenis atau pun obyek pajak baru dalam aturan tersebut.

"Tidak ada jenis dan obyek pajak baru," kata Rahayu saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (30/1/2021).

Pangkas mekanisme

Pembaruan pajak pulsa, kartu perdana, token, dan voucher, imbuhnya ditujukan untuk menyederhanakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Adapun aturan mengenai PPN dan PPh sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 dan 8 Tahun 1983.

Aturan ini telah beberapa kali diubah, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Khusus untuk pulsa, kartu perdana, token, dan voucher, pembaruan diberlakukan guna memangkas mekanisme perpajakkan.

"Aturan ini kan terbit untuk menyederhanakan pemungutan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher yang selama ini sudah ada atau sudah diatur," jelas Rahayu.


Perbedaan dengan aturan sebelumnya

1. Pulsa dan kartu perdana

Pada aturan yang lama, PPN dipungut dari setiap rantai distribusi.

Mulai dari operator telekomunikasi, distributor utama (tingkat 1), server (tingkat 2), distributor besar (tingkat 3), distributor seterusnya sampai dengan pedagang eceran.

"Dalam praktiknya, distributor kecil dan pengecer mengalami kesulitan melaksanakan mekanisme PPN sehingga menghadapi masalah pemenuhan kewajiban perpajakan," terang Rahayu.

Di dalam aturan yang baru, pemungutan PPN hanya sampai distributor tingkat 2 (server). Maka, distributor kecil dan pengecer tidak dipungut PPN lagi.

2. Token listrik

Sebelumnya, PPN dikenakan atas seluruh nilai token listrik yang oleh agen penjual.

Aturan yang lama menimbulkan kesalahpahaman atas jasa penjualan terutang PPN.

"Ada kesalahpahaman bahwa PPN dikenakan atas seluruh nilai token listrik yang dijual oleh agen penjual," kata Rahayu.

Di dalam aturan yang baru, PPN yang dikenakan berupa komisi atau selisih harga yang diterima agen penjual, bukan atas nilai token listriknya.


3. Voucher

Voucher merupakan alat pembayaran atau setara dengan uang yang tidak terutang PPN.

Pada aturan sebelumnya ada kesalahpahaman mengenai pungutan jasa penjualan atau pemasaran voucher terutang PPN.

"Di dalam aturan yang baru, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual, bukan atas nilai voucher," jelas Rahayu.

Memberi kepastian hukum

Rahayu menekankan bahwa pembaruan pajak ini tidak berpengaruh terhadap harga pulsa, kartu perdana, voucher, dan token.

Sebaliknya, aturan ini menjadi upaya pemerintah untuk memberi kepastian hukum.

"Pemrintah memberikan kepastian hukum dalam pemungutan PPN dan PPH atas pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher," kata Rahayu.

Adapun untuk pemungutan PPh, diatur dalam Pasal 22 atas pembelian oleh distributor pulsa, Pasal 23 atas jasa penjualan atau pembayaran agen token listrik dan voucher merupakan pajak dimuka bagi distributor atau agen.

Semua PPh tersebut dapat dikreditkan melalui Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/30/173000565/ramai-soal-pajak-pulsa-hingga-token-listrik-ini-penjelasan-kemenkeu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke