Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Kasus Covid-19 di Indonesia Bisa Tembus 1 Juta? Ini Kata Epidemiolog

KOMPAS.com - Indonesia saat ini mencatatkan kasus infeksi Covid-19 melewati angka 1 juta kasus, tepatnya 1.012.350. 

Dengan jumlah tersebut, Indonesia melewati Belanda yang sebelumnya berada di peringkat ke-19 dunia menurut Worldometers. 

Setelah hampir satu tahun pandemi, Pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi pandemi.

Di antaranya melakukan pembatasan melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di sejumlah wilayah. 

Namun mengapa kasus penularan masih sulit dikendalikan? 

Lockdown tidak sesuai

Epidemolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, salah satu alasan pembatasan sosial yang dilakukan Indonesia kurang optimal adalah karena menurutnya tidak sesuai dengan regulasi. 

Termasuk seperti PSBB yang dilakukan di Jakarta pada Maret tahun 2020 lalu. 

"PSBB yang sesuai regulasi itu kan lockdown-nya Indonesia, tapi belum dilakukan. Walau pun di awal (pandemi) Maret di Jakarta, (PSBB) ketat sekali pun, itu bukan PSBB yang sesuai regulasi," kata Dicky kepada Kompas.com (27/1/2021). 

Meski PSBB atau lockdown dalam penanganan pandemi hanya sebagai salah satu opsi, namun Dicky menyebut Indonesia memang tidak akan mampu secara ekonomi.

Sebab lockdown mensyaratkan masyarakat tidak banyak melakukan mobilitas, sementara negara wajib menjamin dan mencukupi kebutuhan seperti yang dilakukan sejumlah negara seperti China di Wuhan. 

"Saya ingatkan di awal pandemi, belajar dari pengendalian pandemi lainnya di Indonesia, saya terlibat di situ, saya ingatkan bahwa Indonesia itu enggak akan kuat kalau sampai harus lockdown," ujar Dicky.

"Kecuali memang tidak ada pilihan lain, seperti saat ini sepertinya mengarah ke arah itu," lanjutnya.

Deteksi kasus

Apabila opsi lockdown saat itu tidak mungkin dilakukan, maka salah satu cara yang bisa dilakukan menurut Dicky adalah memperkuat upaya deteksi dini kasus di masyarakat, sejak awal, bahkan sejak kasus belum ditemukan.

"Yang bisa kita lakukan itu deteksi dini kasus infeksi secara aktif, masif. Deteksi itu enggak mesti testing, bisa juga screening, ada klinik demam. Yang penting ketemu dugaan, suspek, probable, mau apa pun istilahnya itu langsung isolasi atau karantina 2 minggu," papar Dicky.

Jika ini dilakukan sejak awal, dia menilai Indonesia bisa mencegah kemungkinan pandemi membesar di kemudian hari seperti yang saat ini terjadi.

Dinilai setengah-setengah

Sementara ketika pandemi sudah membesar, upaya deteksi dini akan semakin sulit untuk dilakukan, padahal di sisi lain Indonesia berat untuk bisa menerapkan lockdown.

"Kita harus lakukan itu (deteksi dini sejak awal) sehingga wabah tidak keburu besar, tapi masalahnya kalau ditunda-tunda bisa besar sekali. Pada suatu saat tidak ada pilihan lain selain lockdown," jelas Dicky.

Indonesia, menurut Dicky, pada saatnya dengan terpaksa, entah mampu atau tidak mampu, tidak menutup kemungkinan bisa melakukan lockdown. 

Hal itu karena kondisi semakin buruk dan sudah tidak ada opsi yang tersisa untuk menyelamatkan masyarakat.

"Jangan sampai ini enggak dilakukan, itu enggak dilakukan. Itu yang saat ini terjadi, setengah-setengah. Menghindari beban ekonomi, tapi yang dilakukan malah memperbesar beban ekonomi, perburukan di sektor ekonomi, sosial, politik sebetulnya," ujar dia.

Bukan faktor ekonomi

Dicky menyebutkan keberhasilan suatu negara dalam mengendalikan pandemi itu tidak tergantung pada kondisi ekonomi negara tersebut.

Menurut dia, negara kaya atau negara miskin semua bisa mengendalikan pandemi, tentu dengan mengambil opsi yang paling memungkinkan dan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi negaranya.

Negara dengan kondisi ekonomi mapan misalnya, bisa saja lakukan lockdown demi menekan persebaran virus di tengah masyarakat.

Namun negara dengan kondisi ekonomi sebaliknya pun tetap bisa mencapai hal yang sama, yakni menekan persebaran virus seperti pencegahan dini penyebaran kasus. 

"Negara-negara Afrika adalah contoh dari hal ini, mengapa mereka kasusnya relatif sedikit, karena respons awal yang cepat. Mesir, Lesoto, mereka melakukan pengetatan besar, sebelum adanya kasus bahkan," ungkap Dicky.

Negara di Afrika

Pengetatan di sejumlah negara Afrika terus dilakukan sejak awal hingga saat ini, sehingga tanpa melakukan lockdown sekali pun kondisi pandemi di sana bisa relatif terkontrol.

Dari 57 negara di Afrika yang terdampak Covid-19, hanya 1 negara, yakni Afrika Selatan yang kasusnya lampaui angka 1 juta.

Kasus Covid-19 di-56 negara yang lain semuanya ada di bawah angka 500 ribu hingga Selasa (26/1/2021) berdasarkan data yang ditampilkan Worldometer.

"Itu status ekonominya jauh di bawah Indonesia, untuk beberapa banyak negara itu. Dan mereka tahu, lockdown itu akan membuat penduduk mereka jatuh jauh lebih miskin," kata dia.

Menyadari kondisi ekonomi negara dan masyarakatnya yang tidak memungkinkan untuk mengambil langkah penguncian, negara-negara di Afrika banyak yang melakukan upaya pencegahan sejak dini. Ini lah yang disebut Dicky tidak dilakukan Indonesia.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/27/140500465/mengapa-kasus-covid-19-di-indonesia-bisa-tembus-1-juta-ini-kata-epidemiolog

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke