KOMPAS.com - Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin virus corona buatan perusahaan farmasi China, Sinovac tiba di Indonesia pada Minggu (6/12/2020) malam.
Seperti diketahui, Sinovac merupakan satu dari enam vaksin Covid-19 yang akan digunakan untuk proses vaksinasi di Indonesia.
"Saya ingin menyampaikan suatu kabar baik, bahwa hari ini pemerintah sudah menerima 1,2 juta dosis vaksin Covid-19. Vaksin ini buatan Sinovac yang kita uji secara klinis di Bandung sejak Agustus 2020," kata Presiden Joko Widodo melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Selanjutnya, akan ada 1,8 juta dosis vaksin virus corona lain yang akan tiba pada Januari 2021 mendatang.
Selain itu, juga akan tiba 45 juta dosis bahan baku curah untuk pembuatan vaksin Covid-19.
Sebanyak 45 juta dosis itu akan tiba dalam dua gelombang.
Lantas, siapa yang harus mendapat prioritas menerima vaksin ini?
Harus dipastikan aman dan efektif
Sebelum membahas siapa yang seharusnya mendapat prioritas menerima vaksin, terlebih dahulu yang perlu diperhatikan adalah vaksin tersebut harus aman dan efektif.
Terlebih, vaksin Sinovac yang baru datang ini masih dalam proses uji klinis fase 3. Perlu ditunggu terlebih dahulu semua prosesnya secara lengkap.
"Dan yang kita tahu yang datang ini kan Sinovac masih dalam proses uji fase 3. Sehingga tentu harus ditunggu itu," kata epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman kepada Kompas.com, Selasa (8/12/0202).
Dalam hal ini, keputusan bisa tidaknya vaksin untuk digunakan berasal dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Oleh karena itu, penggunaanya secara resmi masih harus menunggu keputusan dari BPOM.
Dicky menjelaskan, apabila sudah ada izin penggunaan dari instansi terkait, dalam hal ini BPOM, maka vaksin dapat diberikan kepada masyarakat.
Dimulai dari sekarang, sarannya, pemerintah mulai menyusun masyarakat mana saja yang mendapat prioritas menerima vaksin.
"Dari sekarang harus disusun nanti ketika diberikan tentu prioritas pertama adalah tenaga kesehatan kemudian pekerja esensial yang melayani masyarakat," katanya lagi.
Namun, terang dia, alangkah baiknya jika para pemimpin daerah dan pejabat memberi contoh pemberian vaksin.
"Dan penggunaan vaksin ini harus diberikan contoh oleh para pejabat publik. Jadi kan misalnya dari mulai pimpinan tertinggi sampai kepala-kepala daerah, harusnya jadi contoh," papar Dicky.
Menurutnya, negara-negara lain di dunia juga menerapkan hal yang sama dengan para pemimpin menjadi contoh pertama yang mendapat vaksin.
Setelah ada vaksin, bolehkah meninggalkan perilaku 3M?
Lebih lanjut saat disinggung apakah dengan datangnya vaksin lalu masyarakat diperbolehkan melupakan memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak (3M), Dicky tidak sependapat dengan hal itu.
Alasannya, vaksin bukanlah solusi tunggal dari penyelesaian pandemi.
Vaksin hanya salah satu bagian solusi dari pandemi.
"Dan keberhasilannya sangat bergantung pada faktor lain, yakni angka reproduksi yang rendah. Artinya kurvanya harus melandai," jelas dia.
Adapun cara melandaikan kurva, katanya, adalah dengan strategi 3M dan strategi testing, tracing dan treatment (3T) dari pemerintah.
Oleh karena itu, strategi 3M dan 3T yang selama ini digalakkan untuk mencegah penularan, masih harus terus dilakukan.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/12/08/123000765/1-2-juta-dosis-vaksin-corona-sinovac-mendarat-di-indonesia-siapa-yang