Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ketika Pembiaran, Ketidakadilan dan Kepalsuan Dipertontonkan

Lewat realita yang kita jumpai, kita makin yakin bahwa dalam menghadapi situasi-situasi tertentu, negara, otoritas, kepala daerah, aparat penegak hukum tidak berdaya.

Apa yang dipidatokan, apa yang dinyatakan lewat tindakan yang dipublikasikan, apa yang ditegaskan lewat penegakan aturan tidak dijalankan saat berhadapan dengan sejumlah kepentingan atau kekuasaan.

Selain pembiaran, kita juga menyaksikan bahwa aturan, penegakan atas aturan dilakukan secara tidak adil.

Antarlevel penegak hukum atau level kekuasaan bersikap berbeda dan terlihat bertentangan. Ada yang melarang tetapi tidak memberi tindakan. Ada yang melarang tetapi memfasilitasi pelanggaran. Sebuah pertunjukan kekuasaan yang melelahkan dan menguras emosi bagi warga kebanyakan.

Karena itu, mendapati realita ini, semoga kabarmu tetap baik. Beberapa teman saya tetap baik kabarnya lantaran sudah cukup lama tidak meletakkan harapan kepada negara dan aparatnya yang ada di mana-mana.

Tips tetap baik-baik saja ketika mendapati realita yang tidak sesuai dengan yang seharusnya memang tidak meletakkan harapan di sana.

Lebih dari 10 tahun lalu, mural di sisi timur Pasar Beringharjo Yogyakarta sudah "menubuatkan" sikap yang tepat ketika mendapati realita yang berulang ini, "Teruslah Bekerja, Jangan Berharap pada Negara."

Situasi yang gawat sebenarnya. Tingkat kepercayaan kepada negara, otoritas, dan aparatnya terus turun karena digerogoti dan dibiarkan digerogoti oleh mereka sendiri.

Apa akibatnya jika tingkat kepercayaan kepada negara dan otoritas merosot? Tidak akan ada organisasi. Rakyat akan berjalan sendiri-sendiri. Jika tak segera dikelola dengan baik, hal-hal yang tak baik sebagai akibatnya bisa datang.

Kewer-kewer kalau bahasa para seniman dan teman-teman saya di Yogyakarta.

Kita antisipasi dan berdoa agar hal-hal yang tak baik tidak akan terjadi. Hal-hal tidak biasa di luar ekspektasi kadang baik juga untuk memunculkan kesadaran.

Soal kesadaran, terkait situasi pandemi karena Covid-19 yang belum bisa kita atasi, para ahli dan peneliti mengungkapkan tujuh gejala yang baik kita ketahui dan kemudian sadari.

Pengetahuan dan kesadaran akan gejala ringan hingga sedang ini bisa jadi pijakan tindakan agar penanganan bisa dilakukan lebih awal sebelum sesuatu yang tak baik datang.

Berdasarkan data yang diperoleh, para periset menarik kesimpulan ada beragam tanda yang kemudian diklasifikasi dalam tujuh kelompok gejala Covid-19.

1. Gejala seperti flu, ditandai dengan demam, meriang, kelelahan dan batuk-batuk.

2. Gejala pilek, ditandai dengan hidung tersumbat atau meler, bersin-bersin, dan tenggrokan kering.

3. Sakit persendian dan otot.

4. Radang selaput mata dan selaput lendir.

5. Masalah pada paru-paru, ditandai dengan peradangan atau sulit bernapas.

6. Masalah saluran pencernaan, ditandai dengan diare, mual atau sakit kepala.

7. Hilangnya indera penciuman dan pengecapan serta gejala lainnya.

Jika kamu mendapati gejala-gejala ini pada diri sendiri atau orang-orang terdekat, kewaspadaan perlu ditingkatkan dengan pemeriksaan lanjutan demi mencegah kekacauan yang mungkin ditimbulkan.

Sekaligus sebagai informasi, sejak awal November 2020 lalu, Kompas.com membuat kanal khusus tentang segala hal yang kamu bisa lakukan di rumah. Kanal itu kami sebut Homey.

Di rumah saja selama delapan bulan pandemi pasti tambah mengasyikkan jika kita bisa mengoptimalkan semua aktivitas yang bisa dilakukan di rumah dan dari rumah. Karena pandemi, rumah menjadi terlihat kekuatannya.

Oya, pekan lalu, kita juga disadarkan kembali tentang banyaknya kepalsuan di sekitar kita. Setelah berproduksi sekitar satu tahun, diungkap bahwa hasil produksi "madu banten" yang dibuat di Jakarta ternyata palsu.

Kepalsuan bukan karena diproduksi di Jakarta tetapi mengaku sebagai "madu banten" tetapi kandungan di dalamnya bukan madu dan dikerjakan di Kembangan, Jakarta Barat. 

Tidak hanya palsu, kandungan dalam kemasan "madu banten" itu berbahaya bagi kesehatan. Di dalamnya terkandung molases, glukosa dan fruktosa yang diracik agar tampilanya menyerupai madu.

Nuansa etnik ini memang khas Banten. Mereka memiliki komunitas adat dan warga anggota komunitas adat yang biasa menjual madu asli dari Banten. 

Kabar mengembirakan tentunya karena produksi kepalsuan dalam wujud madu palsu yang membahayakan kesehatan pembeli yang luas ini dihentikan.

Bagi mata awam, amat susah membedakan madu palsu dan asli. Cara membedakan selama ini juga dianggap para pakar salah kaprah.

Untuk perkara madu, kita punya pakarnya. Lewat otoritas dan kepakarannya, kita bisa membedakan mana madu palsu mana madu asli serta tegas menyikapi.

Untuk perkara negara, kita sebenarnya tidak kurang pakar juga. Namun, tidak ada satu pun pakar yang punya otoritas untuk membedakan negarawan palsu atau negarawan asli. 

Banyak pakar dan banyak aparatur negara yang difasilitasi negara dengan biaya mahal untuk mengayomi warga namun ketika dibutuhkan suaranya ternyata tak muncul-muncul. Ada madu palsu, ada pula aparatur negara palsu dan negarawan palsu. 

Apa yang kita saksikan akhir-akhir ini menegaskan kepalsuan-kepalsuan ini.

Salam palsu,

Wisnu Nugroho

https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/16/091637865/ketika-pembiaran-ketidakadilan-dan-kepalsuan-dipertontonkan

Terkini Lainnya

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Tren
Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

4 Dokumen yang Dibawa Saat UTBK SNBT 2024 Gelombang 2, Apa Saja?

Tren
Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Pj Gubernur Jabar Perketat Pelaksanaan Study Tour, Simak Aturannya

Tren
Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Kasus Perempuan yang Meninggal usai Cabut Gigi Berlanjut, Suami Akan Laporkan Klinik ke Polisi

Tren
Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke