Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Makanan Pedas Disebut Mampu Turunkan Risiko Kematian Dini, Benarkah?

KOMPAS.com -  Orang-orang yang memakan makanan pedas hampir setiap harinya disebutkan memiliki risiko kematian lebih rendah daripada orang-orang yang mengonsumsi makanan pedas satu kali dalam seminggu.

Hal itu terungkap dari sebuah penelitian yang dilakukan Harvard School of Publich Health, pada Agustus 2015.

Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal BMJ.

Melansir laman Harvard Health Publishing, peneliti mengevaluasi informasi kesehatan dan makanan yang dikonsumsi hampir 500.000 orang di China dari 2004 hingga 2008.

Peserta yang diamati berusia 30-79 tahun saat penelitian dimulai.

Kemudian, para peneliti melihat perkembangan hingga tujuh tahun setelahnya, yaitu saat sekitar 20.000 orang meninggal.


Tingkat kematian

Hasilnya, orang-orang yang mengonsumsi makanan pedas satu atau dua hari seminggu memiliki kemungkinan 10 persen lebih kecil untuk meninggal selama periode penelitian dibandingkan mereka yang mengonsumsi makanan pedas kurang dari satu kali seminggu.

Kemudian, orang-orang yang mengonsumsi makanan pedas tiga hari atau lebih dalam seminggu memiliki kemungkinan 14 persen lebih kecil untuk meninggal selama periode penelitian dibandingkan mereka yang mengonsumsi makanan pedas kurang dari satu kali seminggu.

Namun, penelitian ini bersifat observasional.

Oleh karena itu, masih terlalu awal untuk menyimpulkan hubungan memakan makanan pedas dan tingkat kematian yang lebih rendah. 

Meskipun tidak dapat disimpulkan bahwa makanan pedas menyebabkan orang selalu hidup lebih lama, tetapi pada orang yang secara teratur mengonsumsi makanan pedas, terutama makanan dengan cabai segar dan cabai kering, kemungkinan kematian lebih rendah.

"Beberapa bukti dari penelitian lain menduga bahwa bahan bioaktif dalam makanan pedas seperti capsaicin memiliki kemungkinan menurunkan kolesterol 'jahat' dan trigliserida serta memperbaiki peradangan," kata penulis studi, Dr Lu Qi.


Penelitian lebih lanjut

Melansir Live Science, peneliti belum mengetahui secara pasti mengapa konsumsi makanan pedas berkaitan dengan tingkat kematian yang lebih rendah.

Akan tetapi, penelitian sebelumnya pada sel dan hewan menunjukkan beberapa mekanisme yang mungkin dapat menjelaskan.

"Belum jelas apakah asosiasi yang diamati merupakan hasil langsung dari konsumsi cabai atau apakah cabai merupakan sebuah penanda sederhana untuk manfaat maupun komponen yang belum terukur lainnya," kata Nita Forouhi, seorang Epidemiolog Nutrisi di University of Cambrige Inggris. 

Forouhi mengatakan, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah konsumsi makanan pedas memiliki potensi untuk memperbaiki kesehatan dan menurunkan kematian secara langsung atau sebagai tanda faktor makanan maupun gaya hidup yang memengaruhi.

Untuk itu, jika Anda ingin menambahkan cabai dalam menu makanan, tetap pilih bahan-bahan yang sehat.

Selain itu, perlu diperhatikan bahwa makanan pedas juga dapa memicu peningkatan asam lambung pada sebagian orang sehingga menyebabkan rasa mulas, sehingga perlu disesuaikan untuk tiap individu.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/13/193000265/makanan-pedas-disebut-mampu-turunkan-risiko-kematian-dini-benarkah

Terkini Lainnya

Ilmuwan Pecahkan Misteri 'Kutukan Firaun' yang Tewaskan 20 Orang Saat Membuka Makam Tutankhamun

Ilmuwan Pecahkan Misteri "Kutukan Firaun" yang Tewaskan 20 Orang Saat Membuka Makam Tutankhamun

Tren
3 Keputusan VAR yang Dinilai Rugikan Garuda Muda di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

3 Keputusan VAR yang Dinilai Rugikan Garuda Muda di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pemerhati Kritisi Persoalan Komunikasi dan Transparansi

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pemerhati Kritisi Persoalan Komunikasi dan Transparansi

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Tren
Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Tren
Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Tren
Ikan Kembung, Tuna, dan Salmon, Mana yang Lebih Baik untuk MPASI?

Ikan Kembung, Tuna, dan Salmon, Mana yang Lebih Baik untuk MPASI?

Tren
Sosok Shen Yinhao, Wasit Laga Indonesia Vs Uzbekistan yang Tuai Kontroversi

Sosok Shen Yinhao, Wasit Laga Indonesia Vs Uzbekistan yang Tuai Kontroversi

Tren
Daftar Provinsi yang Menggelar Pemutihan Pajak Kendaraan Mei 2024

Daftar Provinsi yang Menggelar Pemutihan Pajak Kendaraan Mei 2024

Tren
Jadi Faktor Penentu Kekalahan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23, Apa Itu VAR?

Jadi Faktor Penentu Kekalahan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23, Apa Itu VAR?

Tren
Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

Tren
NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut sebagai Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut sebagai Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke