Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jangan Terlalu Ekspektasi Tinggi pada Vaksin Virus Corona, Kenapa?

Sejumlah perusahaan farmasi kini tengah melakukan berbagai penelitian dan uji vaksin, hingga ada yang sudah sampai pada tahap pengujian terhadap manusia.

Negara-negara di dunia juga telah menggelontorkan dana yang tidak sedikit sembari berharap menjadi pengguna pertama vaksin agar bisa segera mengakhiri pandemi Covid-19.

Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus mengingatkan, vaksin virus corona jenis baru sejauh ini belum ada yang terbukti efektif.

“Tidak ada ‘peluru perak’ saat ini dan mungkin tidak akan pernah ada,” kata Tedros sebagaimana dikutip dari SCMP.

Fokus pada apa yang bisa dilakukan saat ini

Para ahli menyebut jalan masih panjang sebelum tahu apakah ada vaksin eksperimental yang efektif untuk membentuk kekebalan kawanan. 

“Setiap upaya untuk membuat vaksin adalah prosedur coba-coba di mana Anda mungkin berhasil di awal proses dan Anda mungkin tidak berhasil bahkan di akhir proses,” kata David Morens, penasihat senior Dr Anthony Fauci, pakar penyakit menular AS.

Sementara itu, ahli vaksin yang juga seorang asisten profesor kesehatan global AS, Jon Andrus, menyebutkan, pengembangan vaksin yang efektif belum tentu berhasil.

“Berbahaya bagi kita untuk meletakkan semua telur kita dalam satu keranjang, bahwa vaksin akan tersedia dan akan menyelamatkan kita, hingga lupa untuk tetap fokus pada apa yang seharusnya kita lakukan saat ini,” kata dia.

Padahal upaya pencegahan seperti pengujian luas, identifikasi dan pelacakan kasus, memakai masker, menjaga kebersihan dan jarak sosial harus terus dilakukan. 

Saat ini lebih dari dua lusin vaksin eksperimental tengah diujicobakan kepada manusia.

Adapun 6 kandidat vaksin tengah diuji coba dan masuk ke tahap uji fase III yang merupakan tahap untuk mencari tahu apakah vaksin benar-benar mampu mencegah seseorang terinfeksi atau tidak.

Meski demikian, para ilmuwan tetap memiliki optimisme tersendiri.

Menurut mereka, Covid-19 dapat diatasi dengan adanya kekebalan alami sehngga vaksin yang tepat akan berfungsi dengan baik.

Beberapa kandidat vaksin saat ini telah mengikuti uji klinis awal untuk menginduksi antibodi penetral.

Pada tahap ini, molekul akan menempel pada virus dan menghentikannya masuk sel manusia.

Kemudian, sel T yang berfungsi dalam respons imun tubuh akan membantu pertahanan jangka panjang.

Secara teori, vaksin yang efektif mampu untuk melawan virus. Akan tetapi, sampai uji coba fase III selesai, para ahli mengatakan, tak ada yang tahu bagaimana virus itu akan efektif.

“Kami tidak benar-benar tahu apakah vaksin akan mengendalikan patogen tertentu sampai kami menuju percobaan fase 3. Anda dapat menggunakan alat imunologi untuk membantu mengukur dan memantau. Jadi, jika Anda berhasil atau jika Anda gagal, Anda dapat mengatakan parameter ini berguna atau tidak berguna. Tetapi itu tidak bisa disimpulkan sebelum uji coba khasiat,” kata ahli vaksinasi Lu Shan, seorang profesor di Massachusetts.

Vaksin yang nantinya berhasil melewati uji coba fase III dan sampai pada tahap evaluasi oleh regulator harus bersiap untuk berbagai kemungkinan hasil.

“Kemanjuran vaksin adalah spektrum angka. Pertanyaannya adalah, apakah Anda senang dengan 30 persen kemanjuran vaksin atau apakah Anda hanya senang jika 90 persen? Apakah Anda mencoba mencegah kasus yang parah, perkembangan penyakit, atau Anda mencoba mencegah infeksi ringan?” kata Lu.

John Donnelly, Kepala Vaccinology Consulting, mengatakan, perlindungan vaksin dalam tahap awalan tetap membutuhkan tindakan perlindungan kesehatan masyarakat.

Oleh karena itu, upaya perlindungan virus yang selama ini diterapkan masih harus dilanjutkan selama beberapa periode waktu hingga ada perkembangan vaksin lebih lanjut.

Berapa lama jangka waktu kekebalan vaksin?

Pertanyaan lain terkait tentang efektivitas vaksin adalah berapa lama kekebalan yang diberikan vaksin mampu bertahan.

Penelitian mencatat, antibodi penetral pada seseorang yang telah pulih dari virus, akan berkurang signifikan setelah beberapa bulan.

Akan tetapi, belum diketahui bagaimana mekanisme kekebalan setelah terinfeksi Covid-19.

Sejauh ini, virus corona jenis lain pada manusia dikenali sebagai flu biasa.

Seseorang bisa tertular kembali meski sebelumnya pernah terinfeksi. Fenomena serupa juga tengah dikhawatiran akan terjadi pada virus corona jenis baru penyebab Covid-19.

Ilmuwan mengatakan, ada kemungkinan seperti beberapa vaksin lain, manusia memerlukan suntikan penguat setelah beberapa waktu untuk mempertahankan kekebalan.

Akan tetapi, menurut ahli, bahkan jika periode kekebalan berlaku singkat, vaksin masih bisa berguna

“Bahkan vaksin yang tidak sempurna, jika digunakan secara luas, dapat memperlambat segalanya untuk membatasi infeksi dan mengulur waktu untuk mengembangkan obat atau vaksin yang lebih baik,” kata Morens.

Keraguan Vaksin

Masalah lain yang tengah menjadi kehawatiran ahli adalah orang-orang yang nantinya enggan divaksinasi.

“Tantangan terbesar adalah mendapatkan banyak orang yang divaksinasi untuk memicu kekebalan. Di beberapa negara mungkin tidak akan menjadi masalah dan di negara lain itu akan menjadi masalah besar,” kata Joanna Kirman, seorang profesor di Departemen Mikrobiologi dan Imunologi di Universitas Otago di Selandia Baru.

Sebuah jejak pendapat yang dilakukan oleh Asosiasi Press-Pusat Penelitian Urusan Masyarakat (NORC) menemukan hanya sekitar setengah warga Amerika Serikat siap untuk divaksinasi.

Keraguan orang-orang terhadap vaksin membuat mereka memilih tidak vaksin.

Padahal, ambang batas kekebalan kelompok agar penyebaran penyakit melambat diperlukan lebih dari 60 hingga 70 persen dari jumlah anggota kelompok.

Bahkan, menurut mereka, perlu jumlah yang lebih tinggi.

“Kami akan membutuhkan lebih dari 80 persen cakupan, mungkin 95 persen jika negara-negara pada saat itu tidak dapat menurunkan jumlahnya,” kata profesor dari Universitas New South Wales, Mary-Louise McLaws.

Jika jumlah tidak cukup, maka risikonya penyebaran penyakit akan berlajut.

“Jika imunisasi tidak tersebar luas atau berbeda antar negara, di masa mendatang bentuk virus yang bermutasi sebenarnya dapat menimbulkan tantangan jika strain berbeda yang mampu lolos dari kendali vaksin muncul,” kata Damian Purcell, Kepala Laboratorium Virologi Molekuler di Peter Doherty Institute Universitas Melbourne.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/09/165000565/jangan-terlalu-ekspektasi-tinggi-pada-vaksin-virus-corona-kenapa

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke