Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melihat Kebebasan Berekspresi dari Kasus Pengunggah Guyonan Gus Dur dan Bintang Emon...

Ismail mengunggah guyonan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, "Ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng".

Ismail tidak menyangka bahwa unggahan itu membuatnya dibawa ke kantor polisi untuk dimintai klarifikasi.

Polisi akhirnya tak melanjutkan penyelidikan unggahan Ismail ini.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengkritisi, apa yang dialami Ismail karena tidak adanya ukuran yang jelas soal kebebasan berekspresi.

"Apa yang disebut sebagai intensi kejahatan, dan apa yang bukan. Apa yang menyinggung reputasi, apa yang bukan. Kalau dilihat kasusnya, ucapan soal Gus Dur itu tidak ada intensi kejahatannya," kata Anam saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/6/2020).

"Oleh karena itu, menurut kami tindakan polisi yang sempat memintai klarifikasi itu berlebihan dan tidak diperbolehkan," lanjut dia.

Menurut Anam, keliru jika segala permasalahan ditangani secara hukum, apalagi menunjukkan intensi yang jauh dari prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).

Anam mencontohkan, ada seseorang yang mengunggah di media sosial dan bernada kasar.

Namun, orang tersebut tak memiliki reputasi untuk memengaruhi orang lain, maka dalam mekanisme HAM hal tersebut tidak bisa mendapatkan hukuman.

"Itu yang diatur dalam konteks HAM sebagai rabat plan of action, jadi tindakan orang itu ditentukan oleh reputasi dia," ujar Anam.

Oleh karena itu, menurut dia, sebaiknya kini mulai dipikirkan cara untuk menjaga ruang demokrasi dalam kebebasan berkekspresi.

"Nah kalau sedikit-sedikit ditindak pidana begitu, kepentingan publik akan terganggu dan saya yakin polisi juga akan sangat berat," kata dia.

Sebelumnya, Komika Bintang Emon membuat video pendek berisi sindiran soal tuntutan 1 tahun penjara terhadap terdakwa kasus penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan.

Setelah video itu viral, Bintang Emon mengaku ada yang mencoba masuk ke akun e-mail pekerjaannya. Selain itu, ada upaya peretasan terhadap akun e-mail milik kakak dan manajernya.

Di media sosial, akun-akun anonim juga menyerangnya. Bintang Emon bahkan dituduh sebagai pengguna narkoba.

Bintang langsung membantah tuduhan itu dengan menunjukkan hasil tes urine terbaru dari sebuah rumah sakit.

Anam menilai, apa yang dilakukan oleh Bintang Emon tersebut adalah bagian dari kebebasan berekspresi.

"Jadi setiap orang yang menggunakan kebebasannya untuk mengekspresikan sesuatu, ya harus dilindungi oleh hukum," kata Anam.

"Saya sekilas melihat berbagai respons dari masyarakat yang ada di sosmed tersebut, termasuk adanya tuduhan Emon pengguna narkoba, itu adalah suatu bentuk serangan terhadap kebebasan berekspresi," lanjut dia.

Oleh karena itu, kata Anam, pihak kepolisian seharusnya bertindak menangani masalah seperti ini karena dapat mengancam ruang publik.

Menurut dia, pihak kepolisian wajib membongkar siapa pihak yang melancarkan tuduhan tersebut.

"Apakah tuduhan tersebut datang dari perorangan, atau datang dari mesin atau kejahatan digital, seharusnya polisi membongkar siapa di balik mesin-mesin tersebut," jelas Anam.

Ia memilih menggunakan istilah kejahatan digital daripada menyebutkan sebagai buzzer.

Mereka yang melakukan itu, menurut Anam, adalah orang yang memiliki banyak akun untuk menyerang atau mengotori kebebasan berekspresi.

"Nah itu yang harusnya ditertibkan oleh kepolisian. Jadi kepolisian kita punya kewajiban untuk menertibkan itu, termasuk juga Kemenkominfo," kata dia. 

"Apa yang dilakukan Emon menurut saya adalah suatu hal yang wajar dan biasa saja," ujar Anam.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/19/201800265/melihat-kebebasan-berekspresi-dari-kasus-pengunggah-guyonan-gus-dur-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke