Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Dexamethasone, Obat yang Diklaim Efektif Selamatkan Pasien dari Covid-19

KOMPAS.com - Upaya pencarian obat dan vaksin untuk penyakit Covid-19 terus digalakkan berbagai negara. Baru-baru ini, dexamethasone (deksametason) diklaim efektif bekerja melawan virus corona.

Ilmuwan Inggris bahkan menyebut dexamethasone sebagai terobosan besar dalam perang melawan virus corona.

Keefektifan dexamethasone mengemuka setelah tim dari Universitas Oxford melakukan uji coba kepada ribuan pasien di rumah sakit terkait penggunaan dexamethasone, Selasa (16/6/2020).

Hasilnya, temuan mereka menunjukkan bahwa obat tersebut sukses mengurangi risiko kematian pada pasien Covid-19 dengan kondisi parah.

Lantas, apa manfaat sebenarnya dan fungsi dari obat deksametason ini?

Ketua Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr Wawaimuli Arozal, M Biomed, PhD mengatakan, deksametason merupakan obat anti-inflamasi atau anti-peradangan yang tergolong obat keras.

"Deksametason termasuk obat keras golongan kortikosteroid sebagai anti-inflamasi atau anti-peradangan," ujar Wawaimuli saat dihubungi Kompas.com, Rabu (17/6/2020).

Menurut dia, penggunaan obat ini umumnya digunakan untuk pasien dengan keluhan adanya indikasi pada cedera kepala berat, peradangan yang hebat, dan penyakit otoimun.

Terkait penggunaan deksametason, Wawaimuli mengungkapkan, dosis sehari penggunaan tergantung dengan indikasi.

"Biasanya dua kali 0,5 mg tablet. Kalau suntikan beda lagi, tergantung berat ringannya penyakit," katanya lagi.

Namun, yang perlu diperhatikan adalah obat ini, imbuhnya, tidak untuk dikonsumsi bagi penderita hipertensi, sakit gula, dan penderita infeksi bakteri/virus karena bisa menekan sistem imun.

Terkait kabar obat ini disinyalir dapat menyelamatkan pasien Covid-19, Wawaimuli, mengungkapkan, penelitian dan pengujian tersebut masih kontroversi.

"Ini masih kontroversi, beberapa kasus digunakan untuk pasien virus corona yang berat. Tapi, karena sifat deksametason menekan sistem imun, justru tidak direkomendasikan, karena untuk mengeliminasi virus perlu sistem imun badan yang terjaga," lanjut dia.

Tak hanya itu, seseorang yang mengonsumsi deksametason juga akan mengalami beberapa efek samping.

"Banyak efek sampingnya, mulai dari udem atau bengkak, osteoporosis, hipertensi, sampai gangguan mental, jadi penggunaannya harus hati-hati," imbuh dia.

Mengurangi respons pertahanan alami tubuh

Sama seperti yang diungkapkan Wawaimuli, sebuah artikel dari WebMD mengungkapkan, deksametason merupakan hormon kortikosteroid (glukokortikoid).

Obat ini juga dapat mengurangi respons pertahanan alami tubuh seseorang dan mengurangi gejala pembengkakan dan alergi.

Umumnya, penggunaan deksametason digunakan untuk mengobati kondisi seperti radang sendi, gangguan darah, hormon, sistem kekebalan tubuh, reaksi alergi, kondisi kulit dan mata tertentu, masalah pernapasan, gangguan usus tertentu, dan kanker tertentu.

Sementara itu, deksametason juga digunakan sebagai tes untuk gangguan kelenjar adrenal (sindrom Cushing).

Deksametason dapat dikonsumsi dengan cara oral. Jika Anda menggunakan bentuk obat cair, gunakan alat pengukur obat untuk mengukur dosis yang ditentukan dengan hati-hati. Jangan gunakan sendok makan.

Apabila seseorang mengonsumsi obat ini sehari sekali, maka minumlah sebelum pukul 09.00 pagi.

Besarnya dosis dan lamanya perawatan didasarkan pada kondisi medis pasien dan respons terhadap terapi.

Sementara itu, dokter mungkin berusaha mengurangi dosis secara perlahan dari waktu ke waktu untuk meminimalkan efek samping.

Penggunaan deksametason yang teratur dapat memaksimalkan fungsi obat ini.

Yang perlu diperhatikan adalah jangan berhenti minum obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter.

Sebab, pada beberapa kondisi, penghentian konsumsi obat dapat menjadi lebih buruk saat konsumsinya dihentikan. Oleh karena itu, dosisnya mungkin perlu dikurangi secara bertahap.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/17/150500065/mengenal-dexamethasone-obat-yang-diklaim-efektif-selamatkan-pasien-dari

Terkini Lainnya

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Tren
Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Tren
Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Tren
Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke