Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Sejumlah Negara Merespons Krisis Ekonomi akibat Covid-19?

KOMPAS.com - Lebih dari lima bulan sejak laporan pertama di Wuhan, China, virus corona kini telah menginfeksi lebih dari 200 negara.

Karakter virus yang sangat mudah menular memaksa semua negara untuk menerapkan penguncian, baik secara parsial maupun secara penuh.

Pemerintah pun berbondong-bondong membekukan kegiatan sosial dan ekonomi di semua atau sebagian negara mereka untuk menahan wabah, menutup bisnis yang tidak penting, serta memerintahkan warganya untuk tinggal di rumah selama berbulan-bulan.

Akibatnya, ekonomi global pun runtuh dan bahkan mendorong dunia ke jurang resesi yang lebih parah daripada krisis 2008.

Berikut cara sejumlah negara dalam merespon ancaman krisis tersebut, dilansir dari Council on Foreign Relations (CFR), Senin (4/5/2020).

Negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia itu mulai bangkit kembali pada April setelah menghadapi ledakan virus corona pada akhir 2019.

Secara keseluruhan, produk domestik bruto (PDB) turun hampir 7 persen pada kuartal pertama, sebuah kontraksi pertama China dalam lebih dari 40 tahun terakhir.

Sejauh ini, bank sentral China telah mengambil tindakan yang relatif sederhana dengan mengurangi persyaratan cadangan untuk bank dan memungkinkan mereka untuk meminjamkan 80 miliar dollar AS kepada pelaku bisnis yang kesulitan.

Namun, kebijakan itu akan memangkas suku bunga di bulan-bulan mendatang.

Sejumlah pihak menyebut adanya kemungkinan bahwa China dapat melupakan target ekonomi untuk tahun ini.

Untuk mencapai tujuan jangka panjang mereka, yaitu menggandakan GDO antara 2010 dan 2020, China harus tumbuh setidaknya 5,6 persen tahun ini, sebuah langkah yang menurut beberapa ekonom masih mungkin dicapai.

Ekonomi Jerman diperkirakan akan menyusut untuk pertama kalinya sejak 2009. Pemerintah sendiri telah memperkirakan kontraksi lebih dari 6 persen yang akan menjadi kinerja ekonomi terburuk dalam beberapa dekade.

Pada Maret lalu, hampir setengah juta perusahaan Jerman mengajukan permohonan agar karyawan mereka bergabung dengan program kerja pemerintah jangka pendek untuk mencegah PHK massal.

Untuk mengatasi kejatuhan ekonomi, Jerman mengambil tindakan berani dengan mengabaikan komitmennya terhadap anggaran berimbang yang dikenal sebagai black zero.

Kebijakan itu berupa mengalokasikan setidaknya 350 miliar euro atau sekitar 10 persen dari PDB-nya untuk menopang perekonomian Jerman.

Dana tersebut akan digunakan untuk menyelamatkan bisnis yang mengalami kesulitan, termasuk membuat pinjaman tanpa batas dan berpotensi mengambil saham ekuitas.

"Kami melakukan apa pun yang diperlukan. Kita tidak akan bertanya setiap hari apa artinya defisit kita," kata Kanselir Jerman Angela Merkel.

Pejabat mencatat bahwa Jerman siap untuk berbelanja secara agresif karena pemerintah telah menjaga keuangannya dalam beberapa tahun terakhir, mengurangi rasio utang terhadap PDB dari lebih dari 80 persen pada 2010 menjadi di bawah 60 persen hari ini.

Para ekonom memperkirakan bahwa ekonomi yang didorong oleh ekspor Jepang akan menyusut sekitar 3 persen tahun ini yang akan menjadi kinerja terburuknya sejak 2008.

Dampak mendalam dari pandemi ini terjadi setelah perlambatan ekonomi dari kenaikan pajak penjualan pada musim gugur yang lalu. Virus itu juga memaksa pemerintah untuk menunda Olimpiade Musim Panas hingga tahun depan.

Pemerintah Jepang telah meresponnya dengan paket bantuan besar-besara bernilai hampir 1 triliun dollar AS atau setara dengan 20 persen dari PDB Jepang.

"Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa ekonomi Jepang, dan ekonomi dunia, sedang menghadapi krisis terbesar sejak Perang Dunia II. Kami akan melindungi pekerjaan dan kehidupan dengan cara apa pun," kata Perdana Menteri Shinzo Abe.

Tindakan Bailout juga dilakukan Jepang, termasuk pembayaran tunai kepada warga negara dan usaha kecil menengah, pinjaman tanpa bunga, pembayaran pajak tertunda, serta kupon perjalanan dan pariwisata.

Pada akhir April lalu, Bank Sentral Jepang mengumumkan kesiapan mereka untuk membeli hutang pemerintah dalam jumlah tak terbatas dan menggandakan pembelian utang perusahaan.

Pandemi virus corona telah melumpuhkan ekonomi Inggris ketika para pemimpinnya menegosiasikan hubungan pasca-Brexit dengan Uni Eropa.

Sebelum wabah, sudah ada kekhawatiran tentang resesi yang diakibatkan oleh Brexit. Para ekonom mengatakan bahwa pandemi virus corona dapat 5 hingga 10 persen dari perekonomian negara pada tahun ini.

Di antara langkah-langkah daruratnya, Departemen Keuangan telah berjanji untuk membayar 80 persen dari gaji pekerja selama beberapa bulan untuk menjaga perusahaan agar tidak melakukan PHK besar.

Pemerintah juga akan mengganti upah pekerja mandiri yang hilang, meningkatkan tunjangan pengangguran, serta mendirikan program pinjaman untuk perusahaan kecil dan menengah.

Bank of England juga telah menurunkan suku bunga acuannya menjadi 0,5 persen dan melonggarkan persyaratan modal bagi bank.

Dalam langkah luar biasa yang diambil awal April, bank sentral setuju untuk secara langsung membiayai pengeluaran pemerintah selama krisis dan membebaskannya dari keharusan mengeluarkan utang di pasar obligasi.

Semua langkah itu kemungkinan akan menghabiskan dana 400 miliar poundsterling atau sekitar 15 persen dari PDB.

Sebagai negara dengan kasus virus corona terbesar di dunia, lebih dari 30 juta warga AS telah mengajukan tunjangan pengangguran sejak pertengahan Maret.

Sebelum krisis ini, jumlah pengajuan tertinggi dalam satu minggu adalah 695.000 pada 1982. Output ekonomi AS juga anjlok hampir 5 persen dalam tiga bulan pertama tahun 2020, catatan paling buruk sejak 2008.

Pada Maret lalu, Federal Reserve mengindikasikan bahwa mereka akan melakukan apa pun untuk mendukung perekonomian dan menyediakan likuiditas.

Di antara tindakan bersejarahnya adalah memangkas suku bunga hingga mendekati nol, mengurangi persyaratan cadangan bank menjadi nol, membeli hampir 2 triliun dollar AS obligasi Treasury dan sekuritas, membeli utang perusahaan dan kota, serta memperluas kredit darurat ke non-bank.

Di sisi fiskal, parlemen juga meloloskan paket stimulus 2 triliun dollar AS pada Maret yang disebut oleh beberapa analis sebagai jembatan pinjaman untuk membantu ekonomi AS melalui krisis.

Langkah itu termasuk memberi bantuan langsung hingga 1.200 dollar AS kepada perorangan, ratusan miliar dollar AS dalam benyuk pinjaman dan hibah untuk bisnis, meningkatkan tunjangan pengangguran, serta memberi dukungan untuk rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/06/110500865/bagaimana-sejumlah-negara-merespons-krisis-ekonomi-akibat-covid-19-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke