Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

IDI Sebut Angka Kematian Terkait Corona di Indonesia Lebih dari 1.000 Kasus

KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih menyebutkan jumlah kematian terkait virus corona di Indonesia mencapai 1.000 orang.

Angka tersebut berbeda dengan yang terakhir disampaikan oleh juru bicara pemerintah terkait Covid-19 Achmad Yurianto yakni 535 orang. 

Daeng menjelaskan, jumlah 1.000 tersebut merupakan gabungan antara data korban meninggal dari pasien yang sudah dinyatakan positif Covid-19 dan korban meninggal yang statusnya masih pasien dalam pengawasan (PDP).

Saat dikonfirmasi, Daeng M Faqih menjelaskan bahwa data tersebut ia dapat berdasarkan laporan langsung rumah sakit kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Angka PDP tinggi

"Iya benar, kalau ditambahkan jumlah kematian yang positif Covid-19 dan PDP, itu akan lebih dari 1.000," kata Daeng saat dihubungi Kompas.com, Minggu (19/4/2020).

"Nah itu yang belum disampaikan oleh pemerintah. Kematian dengan status PDP ini banyak, kan tidak mungkin PDP yang meninggal lalu kita katakan itu pasti bukan Covid-19, kan enggak mungkin," lanjut Daeng.

Daeng menjelaskan, PDP yang meninggal kemudian oleh pihak rumah sakit dilaporkan juga sebagai kematian perawatan Covid-19.

Sebab status PDP saat berada di rumah sakit juga dirawat menggunakan prosedur Covid-19 dan saat meninggal dunia juga dimakakan dengan protokol pemakaman Covid-19.

"Angka PDP ini besar dan tidak bisa dihilangkan begitu saja," kata Daeng. 

Pihaknya juga menyebut, angka ODP dan PDP di Indonesia cukup tinggi. Dikutip dari web Kementerian Kesehatan RI angka ODP di Indonesia sebanyak 176.344 orang, sedangkan
Jumlah PDP 12.979 orang. 

Sementara jumlah tes yang dilakukan saat ini masih sedikit. Selain itu, Daeng juga menyoroti waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil tes juga memerlukan waktu beberapa hari. 

Menurut Daeng, pemeriksaan virus corona di Indonesia masih sangat lambat. Sehingga sejumlah PDP statusnya baru diketahui hasilnya setelah pasien tersebut meninggal, atau bahkan ada yang tidak sempat diperiksa lalu meninggal.

"Masih lama dan kurang cepat. Volume per hari nya masih relatif kurang. Perlu percepatan testing, perlu lebih banyak, lebih luas dan massal supaya deteksi kasus bisa lebih cepat dan penanganan lebih cepat," ujar Daeng.

Ia menegaskan, apabila test Covid-19 dilakukan dengan cepat, maka kematian PDP dapat diketahui penyebabnya.

Kecepatan dan perluasan tes

Banyaknya kasus PDP yang meninggal dan belum diketahui hasil tesnya, Daeng menilai hal tersebut bisa menjadi masalah yang besar. Hal itu yang menutnya perlu mendapatkan jawaban dan dicarikan akar permasalahannya. 

"Agar tidak menjadi fenomena gunung es," kata Daeng.

Tak hanya soal angka kematian, Daeng juga menyebut bahwa kasus positif corona di Indonesia masih berpotensi akan meningkat lebih besar lagi. Dia bahkan menyebut, bahwa data yang diupdate setiap harinya oleh pemerintah bisa jadi adalah data satu atau dua minggu yang lalu. 

Sebab antara waktu pengetesan, proses dan pengumuman hasilnya bisa memakan waktu satu minggu. 

Sehingga konteks pernyataanya terkait jumlah pasien meninggal terkait corona yang mencapai 1.000 itu juga berkaitan dengan jumlah tes yang sedikit dan waktunya yang lama. 

Karena itu pihaknya mendorong agar tes virus corona di Indonesia dipercepat dan diperluas.

Daeng mengungkapkan, dengan tes yang dipercepat dan diperluas maka penemuan kasus akan semakin cepat dan tepat. Selain untuk menghindari fenomena gunung es yang ia sebut tadi.

"Yang ditemukan sekian, tetapi sebenarnya yang aslinya lebih besar dari itu," kata Daeng.

"Saya sebenarnya menekankan pesan dari Presiden Jokowi untuk mempercepat tes itu tadi karena angka positif atau kematian akan lebih besar bila itu dilakukan," pungkas dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/19/112918065/idi-sebut-angka-kematian-terkait-corona-di-indonesia-lebih-dari-1000-kasus

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke