Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kebiasaan Orang Indonesia: Nggak Apa-Apa, Gimana Nanti…

KETIKA saya membeli buku tentang Jepang berjudul Seikatsu Kaixen dan Shakai Kaizo karya Susy Ong di toko buku Gramedia, seketika saya teringat kepada Prof. Hisanori Kato (sekarang dosen di Chuo University, Tokyo).

Beberapa tahun lalu datang Prof. Hisanori Kato yang ditemani Ibu Ucu Fadhilah (Universitas Nasional) ke kantor.

Pak Kato, demikian saya panggil, sengaja datang dari Tokyo ke Jakarta dengan tujuan ingin menerbitkan buku tentang suka duka selama tinggal di Indonesia (baca: Jakarta).

Dia bilang sangat “kangen Indonesia”. Pak Kato memiliki kesan tersendiri tentang Indonesia, khususnya tentang kebiasaan keseharian di Indonesia yang berbeda jauh dengan kebiasaan di Jepang.

Kebiasaan yang sering diucapkan orang Indonesia yang berkesan bagi Pak Kato adalah “nggak apa-apa”, “macet”, “gimana nanti”.

Semua ucapan ini membuat Pak Kato risau, cemas, gregetan, jengkel, sekaligus lucu. Termasuk pengalaman naik kendaraan umum yang banyak copet.

Ngamen “The Selamat”

Pengalaman naik kendaraan umum di Jakarta merupakan hal mengejutkan bagi Pak Kato. Beberapa kali Pak Kato kecopetan. Bahkan pernah ditodong pakai pisau, uang dan jam tangan melayang.

Pengalaman pahit ini membuat Pak Kato bertekad “mengambil kembali” uang yang dicopet dengan cara jadi “pengamen bus kota” meniru pengamen lain yang naik turun tidak bayar, malah pulang bawa duit hasil ngamen.

Bersama temannya yang bisa bermain gitar, jadilah Pak Kato “ngamen” di bus kota yang dinamai The Selamat.

Di dalam bus jurusan Blok M-Kota, Pak Kato berkata, ”Kami dari Jepang, mau nyanyi, dengarkanlah lagu kami!” Maka melantunlah lagu-lagu Jepang.

Penumpang sebagian heran kok ada orang asing mengamen di bus kota. Ada yang kagum, terpana, geli, bahkan ada yang tertawa-tawa.

Usai nyanyi, penumpang malah memberi tepuk tangan. Hampir semua penumpang memberi uang. Alhasil uang yang dicopet secara tidak langsung kembali lagi. Pak Kato tertawa senang. Pengalaman mengesankan.

Nggak Apa-Apa

Kebiasaan orang Indonesia memang sering mengucapkan “nggak apa-apa”. Kata ini bisa diucapkan dalam berbagai situasi.

Pada awalnya Pak Kato heran dengan ucapan nggak apa-apa ini karena di Jepang tidak ada seperti ini, semua serba teratur dan tertib, tidak bisa seenaknya.

Pernah suatu saat Pak Kato marah pada mahasiswanya,”Saya sudah bicara pada Anda cukup keras, maaf ya.” Tetapi kata mahasiswa itu, ”Nggak apa-apa, Sensei....”

Juga ketika sebuah acara agak terlambat, Pak Kato sudah gelisah. Tapi panitia malah bilang, ”Nggak apa-apa....”

Ucapan nggak apa-apa ini juga meluncur ketika seseorang datang terlambat, lalu berkata, ”Macet parah....” Yang mendengar lantas berkata,”Ooo... ya sudah, nggak apa-apa.”

Begitu juga ketika seseorang tak sengaja tersenggol dan minumannya tumpah. Pelaku lantas minta maaf. Orang itu hanya menghela napas lantas berkata, ”Nggak apa-apa...”

Gimana Nanti

Satu lagi yang membuat Pak Kato tidak habis pikir, ucapan “gimana nanti” yang sering diucapkan orang Indonesia. Gimana nanti memiliki kesan adanya penundaan.

Menunda, ya nggak apa-apa. Hasilnya, ya gimana nanti.

Menurut Pak Kato, orang Jepang berpikir kebalikannya, kalau bukan sekarang nanti bagaimana?

Jadi, bukan asal-asalan, bukan tanpa perhitungan. Di Jepang tidak berlaku kata gimana nanti.

Oleh karena itu, Pak Kato geram terhadap mentalitet gimana nanti ini.

Tetapi mau bagaimana lagi? Mau marah-marah, percuma. Mau menceramahi sampai mulut berbusa, tidak ada gunanya. Toh budaya tiap negara memang berbeda.

Apabila kita bertanya pada Pak Kato, bagaimana kalau tinggal lagi di Indonesia? Kangen Indonesia kan?

Mungkin Pak Kato menjawab: nggak apa-apa, tapi gimana nanti ya!
Arigato gozaimasu, Kato-san!

https://www.kompas.com/tren/read/2020/02/11/100157865/kebiasaan-orang-indonesia-nggak-apa-apa-gimana-nanti

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke