KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah menunjuk 7 staf khususnya yang berasal dari kaum milenial pada Kamis (21/11/2019) kemarin di Istana Merdeka.
Total, Jokowi memiliki staf khusus sebanyak 13 orang, termasuk para milenial tersebut.
Ketujuh orang tersebut adalah Putri Indahsari Tanjung, Adamas Belva Syah Devara, Ayu Kartika Dewi, Angkie Yudistia, Gracia Billy Yosaphat Membrasar, Andi Taufan Garuda, dan Aminuddin Ma'ruf.
Mereka nantinya diharapkan bisa memberi masukan-masukan segar kepada presiden terkait kebijakan-kebijakan pemerintah.
Menanggapi penunjukan itu, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi menganggap hal itu sebagai upaya atau metode yang dilakukan Jokowi untuk cepat mengidentifikasi masalah dan menemukan solusi.
"Kalau cara normal kan dia dibantu oleh menteri dan staf-stafnya sampai level Dirjen, tapi itu kan birokrasinya panjang," kata Dodi, sapaan akrab Kuskridho, kepada Kompas.com, Jumat (22/11/2019).
Menurut Dodi, kepentingan utamanya adalah bisa mendapatkan solusi yang tepat dan lebih cepat tanpa harus terhambat oleh birokrasi.
Sebab, Jokowi selama ini dikenal menyukai sesuatu yang praktis dan tidak berbelit-belit.
Sesuai dengan Perhatian Jokowi
Mantan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia itu mengatakan, komposisi staf yang banyak diisi kaum milenial itu sesuai dengan apa yang menjadi perhatian Jokowi.
"Nah, perkembangan digital itu menjadi perhatian jokowi. Latar belakang dari orang-orang itu, selain mereka anak muda, mereka juga lulusan dari universitas-universitas top dunia," paparnya.
"Sementara kan kalau kita melihat kementeriannya kan relatif orang-orang karier yang mungkin visinya itu masih di dunia lama," sambungnya.
Transformasi itu yang menurut Dodi ingin digagas dan diwujudkan Jokowi.
Karenanya, kehadiran milenial di tubuh staf khusus bisa menjadi amunisi dan sumber daya bagi Jokowi untuk berpikir lebih tepat dan dinamis guna menghadapi era digital.
Kaderisasi
Sementara itu, dosen Fakultas Ilmu Politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Wijayanto mengatakan, penunjukan kaum milenial tersebut bisa dimaknai sebagai upaya Jokowi untuk memberikan legacy kaderisasi kepemimpinan bangsa.
Menurutnya, hal tersebut tidak banyak dilakukan di masa-masa sebelumnya, bahkan mungkin belum pernah terjadi.
"Ini menjadi menarik karena pada saat yang sama kita melihat partai politik tidak melakukan kaderisasi dengan baik. Itu terlihat dari minimnya anak muda di parlemen," kata Wijayanto kepada Kompas.com, Jumat (22/11/2019).
Wijayanto mengatakan jika keterwakilan anak muda di parlemen saat ini hanya 72 anak muda atau sekitar 12,5 persen.
Ia menanggapi bahwa anak muda yang ditunjuk Jokowi itu bukan anak muda biasa, tetapi memiliki prestasi di dunia masing-masing.
Efektifitas
Meski demikian, penunjukan tujuh staf khusus milenial ini bukan berarti tidak memiliki sisi negatif.
Menurut Wijayanto, lingkaran istana dan kabinet Jokowi saat ini relatif besar.
Kehadiran milenial tersebut justru semakin mempergemuk pemerintah yang terdiri dari 34 menteri, 12 wakil menteri, dan 13 staf khusus.
"Sekarang kita melihat ada staf khusus, kita bisa bertanya apakah mereka benar-benar efektif atau hanya sebagai ornamen politik," ujar Wijayanto.
Ia mengatakan, jika ada bayang-bayang pesimisme terhadap kaum milenial tersebut.
Bukan tentang pesimisme karena mereka tidak kompeten, tetapi apakah benar pikiran-pikiran mereka nanti didengar oleh presiden dan dimanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan yang produktif.
"Karena kita tahu kabinet sudah gemuk dan semua ingin punya peran di sana. Ketika kepentingan-kepentingan elit berseberangan dengan milenial ini tentu kita bisa menduga siapa yang akan menang," paparnya.
Kendati demikian, Wijayanto menunggu bagaimana presiden bisa memanfaatkan keberadaan para staf khusus milenial terhadap kebijakannya.
https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/22/180500065/staf-khusus-milenial-jokowi-antara-kebutuhan-atau-ornamen-politik-