Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melihat Fenomena Kisah Viral Berkedok Jualan, Apa yang Terjadi?

KOMPAS.com -  Rekaman video ibu-ibu yang bertengkar karena rebutan rendang saat acara hajatan ramai diperbincangkan publik baru-baru ini.

Video yang beredar luas tersebut awalnya tersebar di media sosial sejak Senin (16/9/2019).

Beberapa warganet menduga bahwa adegan tersebut merupakan salah satu aksi yang akan ditampilkan pada video iklan produk penyedap makanan, Sasa.

Dilansir dari akun resmi Instagram Sasa, @kreasisasa, terlihat video utuh dari video promosi Sasa yang juga menampilkan adegan rebutan rendang persis seperti yang viral di media sosial.

Meski begitu, video tersebut telah disukai dan dibagikan ke pengguna media sosial lainnya sebanyak 30.000 kali.

Sebelumnya, kisah viral KKN Di Desa penari juga akhirnya berujung pada penerbitan dan penjualan novel dengan judul yang serupa.

Lantas, mengapa orang-orang atau oknum tertentu melakukan promosi dengan kisah viral terlebih dahulu di media sosial, sebelum produk itu diluncurkan?

Pengamat media sosial, Iwan Setyawan menilai cerita atau video viral yang tersebar memunculkan kesadaran (awareness) terhadap hal tertentu dengan cepat.

"Kejadian ini bisa terjadi karena sesuatu yang alami atau memang melalui proses produksi cerita atau video yang direncanakan," ujar Iwan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/9/2019).

Menurutnya, untuk mencapai tingkat kesadaran yang tinggi ditengah banjirnya berita, melakukan promo di media sosial tidaklah mudah.

"Oleh karena itu, sesuatu yang viral adalah jalan yang paling cepat untuk meraih awareness yang tinggi," kata dia.

Ide promosi

Adapun Iwan menyampaikan bahwa fenomena promosi ini bisa didasari dengan dua hal, yakni mengadaptasi versi cerita yang viral untuk kepentingan brand atau memang sengaja memproduksi cerita atau video yang berpotensi viral, dengan tujuan mengenalkan nilai brand tersebut.

Selain itu, Iwan mengungkapkan bahwa promosi dengan mengandalkan awareness saja tidaklah cukup.

Awareness dasar hanya membuat orang tahu, mengenal brand saja, namun belum cukup untuk membuat orang mencoba atau membeli produk tersebut.

"Butuh awareness yang kuat, yang akan membawa orang untuk mempertimbangkan, mencoba atau untuk membeli produk tersebut," ujar Iwan.

Ada kalanya suatu brand dibicarakan karena memiliki konten yang menarik, sehingga memunculkan awareness tinggi, namun tidak banyak penjualan.

Jika terjadi hal semacam itu, Iwan menjelaskan bahwa adanya promosi yang lucu, namun secara nilai barang atau harga tidak sesuai.

"Kuncinya adalah di kualitas barang itu sendiri. Perbincangan tentang kualitas dan benefit positif yang menjadi viral, itu adalah puncak marketing suatu brand," kata dia.

Plus minus jualan online

Selain itu, media sosial memungkinkan semua orang untuk berjualan dan berpromosi. Jangkauan promosi ini bergantung dengan jumlah modal dan aset digital yang mereka punyai.

Produk jualan akan laris atau tidak pun bergantung pada konten promo yang diluncurkan.

Meski begitu, akhirnya semua hal akan bergantung pada kualitas barang yang akan dijual.

"Kualitas barang yang akan dijual merupakan pondasinya. barang dengan kualitas buruk yang dikemas dengan akrobat marketing yang indah, seru, dan menarik, justru bisa menurunkan citra brand tersebut," ujar Iwan.

Ia juga menyarankan agar pihak pemasok tidak menciptakan ekspektasi berlebih jika barang yang dijual tidak sebagus yang dicitrakan.

Adapun poin marketing dan promosi yang jujur, dikemas dengan cara menarik akan lebih sehat untuk sebuah brand.

"Tidak hanya hal positif yang cepat bergulir di media sosial, demikian juga sesuatu yang negatif, misalkan kekecewaan pembeli. Berani berjualan di media sosial harus berani juga memberikan pelayanan pelanggan yang bagus," kata dia.

Promosi yang murah

Selain itu, pengamat media sosial lainnya, Enda Nasution mengungkapkan bahwa viral di media sosial dianggap promosi yang murah dan terbilang gratis.

"Berusaha menjadi viral itu dicoba karena dianggap media promosi yang murah, publik menyebarkan tanpa diminta, awareness meningkat, banyak orang tahu, lalu menjadi masuk media, bisa dibilang promosi gratis," ujar Enda kepada Kompas.com pada Kamis (19/9/2019).

Menurutnya, tujuan dari promosi di media sosial adalah untuk jualan produk.

Untuk berhasil atau tidaknya strategi promosi di media sosial, harus dilihat pada masing-masing percobaan iklan viral.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/20/055300965/melihat-fenomena-kisah-viral-berkedok-jualan-apa-yang-terjadi-

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke