Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Tokoh Pelopor Sumpah Pemuda, Mohammad Yamin

Kompas.com - 31/10/2023, 15:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mohammad Yamin adalah seorang tokoh Indonesia yang lahir pada tanggal 24 Agustus 1903 di Sawahlunto, Sumatera Barat.

Ia dikenal sebagai penulis puisi dan esai yang memiliki pengaruh besar dalam sastra Indonesia pada masa awal abad ke-20.

Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah puisi "Indonesia Pusaka" yang menjadi salah satu lagu kebangsaan Indonesia.

Selain sebagai penulis, Mohammad Yamin juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan merupakan bagian penting dari gerakan nasionalis.

Mohammad Yamin menjadi salah satu penyusun teks Sumpah Pemuda pada 1928.

Ia juga pernah menjabat sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Pada 1945, ia turut serta dalam perumusan teks Piagam Jakarta yang menegaskan kemerdekaan Indonesia.

Namun, di balik kontribusinya, terdapat fakta unik mengenai kehidupan Mohammad Yamin.

Baca juga: Mohammad Yamin yang Mengilustrasikan Wajah Patih Gajah Mada

Gagal meraih impian studi ke Leiden

Mohammad Yamin pernah mengikuti pendidikan di Algemene Middelbare School (AMS) atau sekolah menengah setelah menyelesaikan lima tahun sekolah di Bogor.

Keputusannya untuk belajar di AMS Yogya merupakan langkah awalnya dalam mempersiapkan diri untuk mendalami minatnya pada kesusastraan Timur di Leiden.

Selama berada di AMS, ia juga berfokus pada pelajaran bahasa Yunani, bahasa Latin, bahasa Kaei, dan sejarah purbakala.

Selain menunjukkan minat yang besar dalam bidang bahasa sejak masa sekolah menengah, Mohammad Yamin juga mencoba berbagai jurusan.

Awalnya, Yamin sangat ingin meraih pendidikan kesusastraan Timur di Leiden.

Namun, harapannya harus sirna karena ayahnya meninggal dan ia tidak memiliki cukup uang untuk menyelesaikan studinya di Eropa.

Dengan berat hati, Yamin pun melanjutkan studinya di Recht Hogeschool (RHS), Jakarta, dan berhasil mendapatkan gelar Meester in de Rechten ‘Sarjana Hukum’ pada 1932.

Menginginkan bahasa Melayu menjadi bahasa kesatuan

Pada masa penjajahan Belanda, banyak intelektual Indonesia lebih memilih bahasa Belanda sebagai bahasa penulisan mereka.

Namun, Mohammad Yamin justru lebih memilih menggunakan bahasa Melayu.

Hal ini dipertegas dalam tulisan-tulisannya di majalah Jong Sumatra.

Bagi Yamin, bahasa Melayu memiliki arti penting karena ia merasa bahasa ini bisa menjadi sarana penyatuan di tengah perbedaan budaya dan suku di Indonesia.

Ia sadar akan keberagaman suku dan bahasa yang ada di Indonesia. Yamin pun melihat bahasa Melayu sebagai bahasa yang bisa menghubungkan perbedaan tersebut.

Pilihan ini tidak hanya memiliki dampak linguistik, tetapi juga mempunyai nilai simbolis yang kuat untuk menunjukkan semangat nasionalisme dan persatuan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Moh Yamin, Tokoh Perumus Pancasila dari Sumatera Barat

Mengklaim menemukan wajah asli Gajah Mada

Pada tahun 1940-an, Yamin pergi ke Trowulan untuk melihat sisa-sisa bekas Kerajaan Majapahit.

Di sana, ia menemukan pecahan terakota, salah satunya menggambarkan wajah seorang pria yang berpenampilan gempal dan berambut ikal.

Yamin sangat memperhatikan wajah terakota tersebut dan ia menganggap bahwa inilah wajah Gajah Mada, sosok yang mempersatukan Nusantara.

Namun, tidak semua orang sepakat dengan pandangannya. Setelah kembali ke Jakarta, Yamin meminta Henk Ngantung untuk membuat gambar yang menyerupai wajah di terakota tersebut.

Gambar wajah yang dianggap sebagai Gajah Mada oleh Yamin kemudian digunakan sebagai lambang Polisi Militer (PM), dan dikatakan bahwa calon anggota PM harus memiliki wajah serupa dengan Gajah Mada versi Yamin.

Ada banyak spekulasi yang menyatakan bahwa wajah tersebut sebenarnya adalah wajah Yamin sendiri dan bukan Gajah Mada sesungguhnya.

Baca juga: Pengertian Sejarah Menurut Moh. Yamin 

Jabatan yang pernah diraih

Sebagai seorang pemuda yang aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Yamin pun menduduki sejumlah jabatan penting selama kariernya.

Yamin pernah menjabat sebagai anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), Menteri Kehakiman dalam Kabinet Sukirman Suwiryo pada 1951, Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo sejak 1952 hingga 1955, Ketua Panitia Pemilihan Umum 1955, Ketua Dewan Pengawas LKBN Antara 1961-1962, dan Ketua Dewan Perancang Nasional pada 1962.

Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Sosial pada 1959, Wakil Menteri Pertama Bidang Khusus yang berperan sebagai koordinator Menteri Penerangan, serta Ketua Depernas dalam Kabinet Kerja III sejak 1962 hingga 1963.

Pada 1961, Yamin dilantik sebagai penasihat Lembaga Pembinaan Hukum Indonesia, dan pada 1962 ia menjadi anggota Dewan Pertahanan Nasional serta staf Pembantu Presiden Bidang Ekonomi.

Ia juga menjabat sebagai Ketua Penerangan Tertinggi Pembebasan Irian Barat.

Menikah dengan putri bangsawan Jawa

Pada 1937, Mohammad Yamin menikahi Siti Sundari, seorang putri bangsawan dari Kadilangu, Demak, Jawa Tengah.

Dari pernikahan mereka, lahir seorang putra yang diberi nama Dang Rahadian Sinayangsih Yamin.

Kemudian, pada 1969, Dang Rahadian Sinayangsih Yamin menikahi Raden Ajeng Sundari Merto Amodjo yang merupakan putri tertua dari Mangkunegoro VIII.

Referensi:

  • Widjayanto, F. R. Muhammad Yamin: nalar Pancasila dan Preskripsi etik Keharmonisan berbangsa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com