Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Mana Naskah Supersemar yang Asli?

Kompas.com - 02/10/2023, 14:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Setelah bebas, ia bungkam karena sering diteror agar tidak membuka mulut seputar peristiwa G30S dan Supersemar.

Dalam wawancara Ali Ebram yang dimuat di tabloid Detak edisi 2-8 Maret 1999, ia mengaku mengetik isi naskah Supersemar yang dikonsep dan didikte langsung oleh Soekarno kepadanya.

Meski tidak ingat isi Supersemar secara rinci, Ali Ebram mengingat adanya poin ajaran, koordinasi, dan laporan.

Dalam surat yang ia ketik, Ali Ebram mengatakan bahwa sebelum tempat tanda tangan, kotanya diketik di Bogor, dan di bawah tanda tangan ada kode pengetik, yakni singkatan nama tua Ali Ebram, YD (Yosodiningrat).

Selain itu, suratnya sebanyak dua halaman, karena tidak muat di satu halaman saja.

Baca juga: Supersemar: Latar Belakang, Tujuan, Isi, Kontroversi, dan Dampak

Menelusuri jejak Supersemar

Pada 11 Maret 1966, tiga jenderal yang baru saja rapat di rumah Soeharto, bergegas menemui Soekarno di Istana Bogor.

Tiga jenderal tersebut yakni Menteri Perindustrian Ringan Brigadir Jenderal Muhammad Yusuf, Menteri Dalam Negeri Mayor Jenderal Basoeki Rachmat, dan Panglima Kodam V/Jaya Brigadir Jenderal Amirmachmud.

Presiden bertanya kepada tiga tamunya cara mengatasi keadaan Jakarta yang semakin genting akibat demonstrasi menuntut pembubaran PKI.

"Alah, gampang, Pak. Bapak perintahkan saja Pak Harto. Bapak tahu beres. Pak Harto juga berpesan sanggup mengatasi keadaan kalau Bapak Presiden memberikan kepercayaan," kata Amirmachmud mengulangi ucapannya dalam wawancara dengan TEMPO pada 1986.

"Kepercayaan apa lagi yang harus kuberikan kepadanya? Soeharto sudah kuangkat menjadi Panglima Pemulihan Keamanan dan Ketertiban," kata Amirmachmud menirukan Soekarno.

"Mungkin diperlukan kepercayaan lebih lagi, Pak. Semacam surat perintah, misalnya," lanjut Amirmachmud.

Baca juga: 3 Versi Supersemar dan Perbedaannya

Menurut Amirmachmud, konsep surat perintah kemudian dibuat oleh Basoeki Rachmat dengan ditulis tangan.

Ada tiga poin dalam surat, yang paling utama adalah perintah kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan, ketenangan, dan kestabilan.

Surat yang tidak lain adalah Supersemar itu kemudian dibawa ke Markas Besar TNI Angkatan Darat.

Pada 11 Maret 1966 malam, diadakan rapat yang dipimpin Panglima Kostrad Mayjen Soeharto di Markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat.

Dalam rapat, Asisten Intelijen Komando Tempur II Kostrad Letnan Kolonel Ali Moertopo menyodorkan dua lembar surat kepada orang kepercayaannya, Mayor Aloysius Sugiyanto.

Mayor Sugiyanto diminta untuk menggandakan surat itu dan segera kembali.

Surat yang kemudian dikenal sebagai Supersemar itu baru diterima beberapa jam sebelumnya oleh Soeharto dari tiga jenderal yang menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor.

Baca juga: Dampak Dikeluarkannya Supersemar

Dikawal polisi militer, Sugiyanto berkeliling Jakarta untuk mencari studio foto yang masih buka.

Tugas yang sulit, karena saat itu sudah larut malam dan Jakarta masih dikenakan jam malam buntut dari peristiwa G30S.

Karena saat itu juga belum ada mesi fotokopi, Sugiyanto menggedor rumah Jerry Albert Sumendap, pengusaha asal Manado yang bisa diandalkan dalam situasi darurat.

Setelah berembuk, akhirnya tercetus ide untuk memotret dua lembar surat yang dibawa Sugiyanto dengan kamera Polaroid milik Sumendap.

Setelah lima kali jepretan, Sugiyanto memasukkan surat asli Supersemar dan fotonya dalam satu map.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com