Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Mana Naskah Supersemar yang Asli?

Kompas.com - 02/10/2023, 14:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Buntut panjang dari Gerakan 30 September (G30S) pada 1965 melahirkan Surat Perintah Sebelas Maret atau lebih dikenal sebagai Supersemar.

Supersemar merupakan surat yang dibuat dan ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966.

Surat ini berisi tentang instruksi Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto, yang saat itu menjabat Menteri Panglima Angkatan Darat, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengawal jalannya pemerintahan.

Supersemar lahir karena gejolak di dalam negeri usai peristiwa G30S belum juga terkendali.

Setelah menerima Supersemar, Soeharto membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dituding sebagai dalang G30S.

Ia juga merombak kabinet dan menyingkirkan menteri yang dianggap pro-komunis.

Supersemar kemudian dikukuhkan menjadi ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang membuat Soekarno tidak lagi bisa menarik atau melakukan tindakan apa pun atas Supersemar.

Baca juga: 7 Teori Dalang G30S

Sejumlah pakar percaya bahwa Supersemar adalah surat sakti yang dijadikan alat bagi Soeharto untuk mengudeta Presiden Soekarno.

Pasalnya, tindakan yang dilakukan Soeharto dinilai terlalu jauh dan tidak sejalan dengan surat perintah yang diberikan.

Kontroversi Supersemar berlanjut karena dokumen asli Supersemar tidak diketahui keberadaannya, bahkan hingga kini.

Saat ini ada empat versi Supersemar dari tiga instansi yang disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), tetapi semuanya dipastikan palsu.

Lantas, di mana surat Supersemar yang asli?

Baca juga: Arti Penting Supersemar bagi Bangsa Indonesia

Naskah Supersemar hilang?

Melansir menpan.go.id, mantan Kepala ANRI M Asichin dalam Workshop Pengujian Autentikasi Arsip yang diselenggarakan ANRI di Jakarta, Selasa (21/5/2013), mengatakan bahwa empat versi Supersemar yang disimpan di ANRI semuanya palsu.

Empat versi tersebut berasal dari tiga instansi, yakni Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, Sekretariat Negara (Setneg), dan Akademi Kebangsaan.

Dari Puspen TNI AD dan Akademi Kebangsaan masing-masing satu versi satu lembar, sementara dari Setneg ada dua, yakni versi satu lembar dan versi dua lembar.

"Dari bantuan pemeriksaan laboratorium forensik Mabes Polri, semuanya dinyatakan belum ada yang orisinal, belum ada yang autentik," kata Asichin.

Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan dokumen-dokumen itu merupakan hasil produk cetak, termasuk tanda tangannya bukan merupakan tarikan langsung.

Supersemar versi TNI AD diperkirakan berasal dari tahun 1970-an, karena dibuat dengan mesin komputer.

Pada 1966 masih menggunakan mesin ketik manual, sehingga dokumen tersebut dipastikan palsu.

Namun, Asichin tidak mau menyebut empat Supersemar itu sengaja dipalsukan maupun menyatakan surat asli Supersemar dihilangkan atau hilang.

Baca juga: Biografi Amir Machmud: Jenderal di Balik Terbitnya Supersemar

Letkol Ali Ebram, yang baru muncul setelah rezim Orde Baru tumbang, pernah mengaku sebagai orang yang diberi tugas mengetik naskah Supersemar di Istana Bogor pada 11 Maret 1966.

Saat peristiwa Supersemar, ia merupakan staf Asisten I Intelijen Resimen Cakrabirawa.

Tanpa alasan jelas, ia ditangkap pada 1967 dan dipenjara selama 12 tahun tanpa proses peradilan.

Setelah bebas, ia bungkam karena sering diteror agar tidak membuka mulut seputar peristiwa G30S dan Supersemar.

Dalam wawancara Ali Ebram yang dimuat di tabloid Detak edisi 2-8 Maret 1999, ia mengaku mengetik isi naskah Supersemar yang dikonsep dan didikte langsung oleh Soekarno kepadanya.

Meski tidak ingat isi Supersemar secara rinci, Ali Ebram mengingat adanya poin ajaran, koordinasi, dan laporan.

Dalam surat yang ia ketik, Ali Ebram mengatakan bahwa sebelum tempat tanda tangan, kotanya diketik di Bogor, dan di bawah tanda tangan ada kode pengetik, yakni singkatan nama tua Ali Ebram, YD (Yosodiningrat).

Selain itu, suratnya sebanyak dua halaman, karena tidak muat di satu halaman saja.

Baca juga: Supersemar: Latar Belakang, Tujuan, Isi, Kontroversi, dan Dampak

Menelusuri jejak Supersemar

Pada 11 Maret 1966, tiga jenderal yang baru saja rapat di rumah Soeharto, bergegas menemui Soekarno di Istana Bogor.

Tiga jenderal tersebut yakni Menteri Perindustrian Ringan Brigadir Jenderal Muhammad Yusuf, Menteri Dalam Negeri Mayor Jenderal Basoeki Rachmat, dan Panglima Kodam V/Jaya Brigadir Jenderal Amirmachmud.

Presiden bertanya kepada tiga tamunya cara mengatasi keadaan Jakarta yang semakin genting akibat demonstrasi menuntut pembubaran PKI.

"Alah, gampang, Pak. Bapak perintahkan saja Pak Harto. Bapak tahu beres. Pak Harto juga berpesan sanggup mengatasi keadaan kalau Bapak Presiden memberikan kepercayaan," kata Amirmachmud mengulangi ucapannya dalam wawancara dengan TEMPO pada 1986.

"Kepercayaan apa lagi yang harus kuberikan kepadanya? Soeharto sudah kuangkat menjadi Panglima Pemulihan Keamanan dan Ketertiban," kata Amirmachmud menirukan Soekarno.

"Mungkin diperlukan kepercayaan lebih lagi, Pak. Semacam surat perintah, misalnya," lanjut Amirmachmud.

Baca juga: 3 Versi Supersemar dan Perbedaannya

Menurut Amirmachmud, konsep surat perintah kemudian dibuat oleh Basoeki Rachmat dengan ditulis tangan.

Ada tiga poin dalam surat, yang paling utama adalah perintah kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan, ketenangan, dan kestabilan.

Surat yang tidak lain adalah Supersemar itu kemudian dibawa ke Markas Besar TNI Angkatan Darat.

Pada 11 Maret 1966 malam, diadakan rapat yang dipimpin Panglima Kostrad Mayjen Soeharto di Markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat.

Dalam rapat, Asisten Intelijen Komando Tempur II Kostrad Letnan Kolonel Ali Moertopo menyodorkan dua lembar surat kepada orang kepercayaannya, Mayor Aloysius Sugiyanto.

Mayor Sugiyanto diminta untuk menggandakan surat itu dan segera kembali.

Surat yang kemudian dikenal sebagai Supersemar itu baru diterima beberapa jam sebelumnya oleh Soeharto dari tiga jenderal yang menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor.

Baca juga: Dampak Dikeluarkannya Supersemar

Dikawal polisi militer, Sugiyanto berkeliling Jakarta untuk mencari studio foto yang masih buka.

Tugas yang sulit, karena saat itu sudah larut malam dan Jakarta masih dikenakan jam malam buntut dari peristiwa G30S.

Karena saat itu juga belum ada mesi fotokopi, Sugiyanto menggedor rumah Jerry Albert Sumendap, pengusaha asal Manado yang bisa diandalkan dalam situasi darurat.

Setelah berembuk, akhirnya tercetus ide untuk memotret dua lembar surat yang dibawa Sugiyanto dengan kamera Polaroid milik Sumendap.

Setelah lima kali jepretan, Sugiyanto memasukkan surat asli Supersemar dan fotonya dalam satu map.

Setibanya di ruang rapat Kostrad, Sugoyanto menyerahkan map tersebut ke Brigadir Jenderal Soetjipto, Ketua G-V Koti atau Komando Operasi Tertinggi.

"Setelah itu, saya tidak tahu di mana Supersemar," kata Sugiyanto.

Baca juga: Mengapa Supersemar Masih Menjadi Kontroversi?

Pada malam itu, Soetjipto menelepon Letnan Kolonel Sudharmono dan meminta disiapkan rancangan surat keputusan pembubaran PKI.

Sudharmono kemudian memerintahkan Letnan Satu Moerdiono membuat konsep surat.

Dalam sebuah seminar, Moerdiono mengaku sempat memegang Supersemar asli, hanya satu jam saja.

Dokumen itu sampai kepadanya dibawa oleh Boediono, ajudan Soetjipto, untuk dijadikan dasar konsep.

"Setelah itu, surat aslinya dibawa ke Kostrad," ujar Moerdiono yang memastikan Supersemar asli terdiri atas dua lembar.

 ANRI pernah melakukan pelacakan untuk menemukan Supersemar, di antaranya dengan memeriksa file-file MPRS.

Logikanya, Jenderal AH Nasution, yang ketika itu adalah Ketua MPRS, menerima Supersemar dari Amirmachmud, yang kemudian menjadi patokan untuk pembentukan ketetapan MPRS untuk melantik Soeharto menjadi presiden.

Namun, dalam pelacakan terhadap file MPR sepanjang 1960-1987, tetap tidak ditemukan naskah asli Supersemar.

Baca juga: AH Nasution dan Sukendro, Dua Jenderal yang Selamat dari G30S

M Jusuf, sebagai salah satu pemegang pertama Supersemar pernah mengaku kepada wartawan TEMPO, "Ketika menerima (dari Soekarno), saya langsung kasih itu ke Soeharto. Jadi nggak ada sama saya."

Ben Anderson dari Cornell University dikenal sebagai pakar politik Indonesia yang amat kritis terhadap penulisan sejarah ala Orde Baru.

Pada masa Orde Baru, ia dicekal atau dilarang masuk ke wilayah Indonesia.

Terkait keberadaan Supersemar yang asli, Ben Anderson mengatakan, "Mereka lupa bahwa surat yang harus diteken Bung Karno itu diketik di atas kertas berkop Mabes AD. Jadi (Supersemar) perlu dihilangkan bukan karena isinya, tapi karena letter head-nya."

Menurut Taufik Abdullah, sejarawan LIPI, "Supersemar mungkin hilang karena kelalaian, tetapi mungkin juga karena disengaja."

Supersemar sejatinya adalah surat perintah pengendalian keamanan negara, dan apabila keadaan sudah kembali aman, maka harus diserahkan kembali ke Presiden Soekarno.

Baca juga: Apa Hubungan antara Supersemar dengan Lahirnya Orde Baru?

Menurut sejarawan Bonnie Triyana, sejak mendapatkan Supersemar, pelan-pelan Soeharto mempereteli kekuasaan Soekarno.

Soekarno semakin terkucil, sedangkan Soeharto merangkak naik ke kursi kekuasaan hingga akhirnya menjadi Presiden RI.

Dalam pidato peringatan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1966, Soekarno menyatakan bahwa Surat Perintah Sebelas Maret bukan sebuah penyerahan pemerintahan maupun suatu transfer of authority (pemindahan kekuasaan).

Menurut Bonnie Triyana, Soekarno meralat Supersemar tiga hari kemudian, tapi perintahnya tidak ampuh lagi karena Supersemar telah dikukuhkan lewat Ketetapan MPRS.

 

Referensi:

  • Pambudi, A. (2006). Supersemar Palsu: Kesaksian Tiga Jenderal. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.
  • Pusat Data dan Analisa Tempo. (2021). Menelusuri Keberadaan Supersemar. Jakarta: TEMPO Publishing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com