Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Soeharto Tidak Diculik dan Dibunuh Saat Peristiwa G30S?

Kompas.com - 29/09/2023, 12:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) menewaskan 10 perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Dari 10 perwira yang kini telah ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia tersebut, tujuh di antaranya berpangkat jenderal.

Operasi G30S memang menargetkan penculikan terhadap sekelompok jenderal TNI AD.

Satu hal yang sering dipertanyakan, kenapa Soeharto tidak diculik dan dibunuh dalam peristiwa G30S?

Padahal, pangkat Soeharto saat G30S terjadi adalah mayor jenderal dan menjabat Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) atau Pangkostrad.

Jabatan itu membuat Soeharto dipandang sebagai jenderal terpenting yang dilewatkan oleh para pelaku G30S.

Lantas, di mana Soeharto pada saat G30S dan mengapa ia tidak turut diculik?

Baca juga: Korban Peristiwa G30S di Yogyakarta

Kronologi singkat peristiwa G30S

Peristiwa penculikan dan pembunuhan para jenderal TNI AD pada malam 30 September 1965 dipicu oleh isu adanya Dewan Jenderal.

Dewan Jenderal adalah sekelompok jenderal TNI AD yang diyakini hendak melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno.

Dewan Jenderal dipercaya sejalan dengan Amerika Serikat dan anti terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI).

Mereka ingin menyingkirkan Soekarno, yang saat itu condong ke Uni Soviet dan anti-Barat.

Melansir Kompas Skola, Peter Kasenda dalam Kematian DN Aidit dan Kejatuhan PKI (2016) mengatakan bahwa PKI mendapatkan informasi mengenai Dewan Jenderal dari rekan mereka di militer yang merupakan simpatisan PKI.

Atas dasar informasi itu, para perwira militer simpatisan PKI yang loyal kepada Soekarno bergerak secara diam-diam untuk mencegah kudeta.

Baca juga: Keterlibatan Inggris dalam Peristiwa G30S

Ada Kolonel Abdul Latief (Komandan Garnisun Kodam Jaya), Letkol Untung (Komandan Batalion Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa), dan Mayor Sujono (Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan di Halim).

Mereka bekerja bersama Sjam Kamaruzaman, Kepala Biro Chusus (BC) PKI yang merupakan badan intelijen PKI, untuk menyusun daftar jenderal TNI AD yang termasuk dalam Dewan Jenderal dan dianggap berbahaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com