Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembantaian VOC di Banda, Luka Terdalam Rakyat Banda

Kompas.com - 22/08/2023, 18:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Pada 1621, kongsi dagang Belanda, VOC, berhasil memegang penuh monopoli perdagangan rempah di Kepulauan Banda.

Penguasaan tersebut terjadi setelah peristiwa pembantaian, yang menjadi luka terdalam bagi rakyat Kepulauan Banda hingga kini.

Pasalnya, pembantaian yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen atau JP Coen itu menyebabkan ribuan rakyat Banda dibunuh, sementara ribuan lainnya diperbudak dan terusir dari pulau mereka sendiri.

Berikut ini sejarah pembantaian VOC di Banda Neira dan Banda Besar.

Baca juga: Benteng Nassau, Saksi Bisu Pembantaian Banda

Latar belakang pembantaian Banda

Peristiwa Pembantaian Banda 1621 bermula dari pembunuhan terhadap Laksamana VOC, Verhoeven.

Pada 1607, Verhoeven nekat membangun benteng di Banda Neira, yang urung dilakukan oleh bangsa Portugis karena penolakan rakyat setempat.

Benteng yang kini dikenal dengan nama Benteng Nassau, dibangun oleh Verhoeven untuk mengontrol perdagangan pala, yang saat itu hanya tumbuh di Kepulauan Banda.

Para tokoh dan rakyat Banda, yang merasa terancam dengan kehadiran Belanda serta mencium segala muslihat VOC, ingin melawan tetapi tidak memiliki kekuatan yang mumpuni.

Karena itu, para tokoh yang dihormati, yang disebut sebagai "orang kaya Banda", berpura-pura ingin mengadakan perundingan damai terkait perdagangan rempah dengan Voerhoeven.

Baca juga: Sejarah Istana Mini di Banda Neira

Ketika Verhoeven menyetujui untuk berunding dan datang ke lokasi yang ditentukan, ia dibunuh.

Tidak hanya Laksamana Verhoeven, para dewan kapten, para pedagang, dan beberapa serdadunya, dihabisi dalam pertemuan tersebut.

Hanya juru tulis Verhoeven, yakni Jan Pieterszoon Coen, yang dapat melarikan diri, sementara beberapa orang lainnya disandera oleh orang kaya Banda.

Kabar mengenai peristiwa yang sangat memukul moral penjajah itu langsung menyebar ke seluruh pelabuhan di koloni VOC dan sempat menghentikan pembangunan Benteng Nassau.

Pembangunan Benteng Nassau dilanjutkan oleh Simon Janszoon Hoen, Laksamana VOC pengganti Verhoeven.

Hoen segera merampungkan Benteng Nassau karena khawatir akan terjadi serangan dari rakyat Banda.

Selain menjadi tempat pertahanan, Benteng Nassai juga menjadi kantor administrasi Belanda di Pulau Banda dan digunakan sebagai gudang penyimpanan rempah-rempah.

Baca juga: Benteng Belgica: Sejarah, Letak, Fungsi, dan Kompleks Bangunan

Hoen sempat diminta oleh orang kaya Banda untuk membongkar Benteng Nassau, tetapi menolak.

Sejak itu, perseteruan antara orang Banda dan bangsa Belanda memanas hingga berujung pada peristiwa Pembantaian Banda Neira pada 1621.

Balas dendam JP Coen

JP Coen adalah saksi hidup kematian Verhoeven. Ia menjadikan peristiwa pembunuhan terhadap seniornya itu sebagai cambuk untuk menjadi pejabat VOC.

Pada 1618, JP Coen telah didaulat menjabat Gubernur Jenderal VOC.

Di masa kekuasaannya, JP Coen mewujudkan mimpi-mimpinya, salah satunya membalas dendam kepada rakyat Banda.

Baca juga: Mengapa JP Coen Dianggap Peletak Dasar Penjajahan VOC di Indonesia?

Bagi Coen, pulau subur itu harus ditaklukkan dengan kekuatan militer dan masyarakatnya yang keras kepala harus dibinasakan atau dibuang.

Prinsip itu sesuai dengan saran dari L'Hermite de Jonge kepada Heeren XVII (Dewan Tujuh Belas VOC), bahwa "cara paling efektif untuk mendapatkan monopoli pala adalah dengan menghancurkan populasi yang 'mengganggu' dan mengisi kembali pulau-pulau dengan penjajah yang akan dilayani oleh budak."

JP Coen yakin bahwa kegagalan para pendahulunya di Banda Neira sesungguhnya karena mereka tidak memiliki tiga prinsip, yakni motivasi yang kuat, efisiensi, dan kebengisan.

Pada 27 Februari 1621, armada perang Coen yang pertama mendarat di Benteng Nassau, Banda Neira.

Coen membawa 13 kapal besar, tiga kapal kecil, enam perahu layar, bersama 1.665 pasukan dari Eropa, 250 tentara dari Banda, 100 ronin-samurai, dan 286 tawanan asal Jawa sebagai buruh kapal.

Namun, ada juga yang mencatat bahwa Coen membawa 19 kapal yang diawaki 1.655 tentara Eropa, 286 pasukan Asia, dan kontingen pasukan lokal Banda dengan armada sebanyak 36 kapal.

Baca juga: Kebijakan JP Coen di Indonesia

Pada awal Maret, Coen mengirim Kapal Het Hert untuk mengintai Banda Besar dan pesisir Lonthoir.

Meski mendapat serangan dan beberapa pasukannya tewas, Coen berhasil menghimpun informasi tentang titik-titik pertahanan pribumi di Banda Besar.

Pada 11 Maret, seluruh wilayah Banda Besar nyaris ditaklukkan oleh pasukan Coen.

Pada akhirnya, para tokoh orang kaya Banda menyerah, tetapi mereka mengajukan empat syarat, yakni menghormati hak milik mereka, keluarga, agama, dan menghargai tokoh masyarakat.

Coen menerima penyerahan rakyat Banda, tetapi mengabaikan semua syarat, bahkan melakukan banyak hal yang memicu amarah rakyat Banda.

Pada 21 April 1621, terjadi insiden di Masjid Selamon, yang disalahartikan sebagai pemberontakan warga Banda terhadap VOC.

Coen naik pitam dan langsung menggunakan peristiwa itu sebagai momen balas dendam atas pembunuhan Laksamana Verhoeven.

Baca juga: Holocaust, Pembantaian Jutaan Yahudi oleh Hitler

Malam itu juga, dilakukan pengejaran terhadap penduduk pribumi di Banda Besar secara sporadik dan kejam.

Warga yang melawan langsung dibunuh dan yang tertangkap disiksa hingga tulangnya remuk.

Banyak laki-laki, perempuan, hingga anak-anak memilih melompat dari tebing Selamon dan Lonthoir.

Hanya sedikit yang berhasil mencapai kapal untuk melarikan diri ke Kepulauan Kai, Seramlaut, Kisar, dan pulau kecil lainnya di Kepulauan Gorom.

Kejadian paling memilukan terjadi pada 8 Mei 1621, di mana Coen mengumpulkan 44 orang kaya Banda (ada yang menyebut 48), yang dituduh paling berbahaya dan otak dari upaya makar terhadap VOC.

Mereka digiring ke belakang Benteng Nassau di Banda Neira dan dijagal oleh para ronin menggunakan samurai.

Para ronin memutilasi tubuh orang kaya Banda dan menancapkan kepala mereka di ujung-ujung bambu.

Baca juga: Pembantaian Amritsar, Penembakan Membabi Buta terhadap Warga India

Eduard Douwes Dekker atau Multatuli menyebut tragedi berdarah pada 1621 itu membuat Banda ibarat kota mati.

Namun, sejarawan Joob van den Berg menyebut ada 15.000 orang yang masih tinggal di Kepulauan Banda dan menyebut diri mereka sebagai orang Bandan.

Sedangkan beberapa sumber historis lain menyebutkan, dari 15.000 penduduk Banda sebelum pembantaian Coen, hanya tersisa 1.000 orang yang mendiami Banda Neira dan Banda Besar.

Sementara penduduk yang mendiami Pulau Rosingain dideportasi ke pulau-pulau utama dan kemudian dijadikan pekerja paksa di perkebunan pala.

Selain itu, ada 789 orang yang dibuang ke Batavia (Jakarta) sebagai budak, dan sebagian lain berakhir di Sri Lanka.

Melansir Kompas.id, hingga kini warga Banda dan Basudara Wandan di Banda Neira masih mendoakan arwah leluhur mereka yang menjadi korban pembantaian pemerintah kolonial pada 1621.

Basudara Wandan adalah sebutan bagi keturunan warga Banda yang melarikan diri ke Kepulauan Kei pada 1621.

Selain berdoa, mereka menaburkan bunga di atas sumur tua di belakang Benteng Nassau, yang menjadi lokasi pembantaian.

 

Referensi:

  • Farid, Muhammad. (2021). Tanabanda: Esai-Esai tentang Mitos, Sejarah, Sosial, Budaya Pulau Banda Naira. Jakarta: PRENADA.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Stori
Jumlah Pasukan Perang Badar

Jumlah Pasukan Perang Badar

Stori
Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Stori
Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Stori
Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Stori
Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Stori
Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Stori
Sejarah Kelahiran Jong Java

Sejarah Kelahiran Jong Java

Stori
7 Fungsi Pancasila

7 Fungsi Pancasila

Stori
Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Stori
JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

Stori
Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Stori
Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Stori
Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Stori
Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com