Wartawan asing pertama yang melaporkan kedahsyatan bom atom adalah Leslie Nakashima. Ia warga negara Amerika keturunan Jepang.
Tulisannya berjudul Hiroshima as I saw it muncul di harian The New York Times, 31 Agustus 1945.
Leslie tiba di Hiroshima pada 22 Agustus 1945 pukul 5 pagi. Selain meliput berita, ia juga mencari ibunya yang tinggal di pinggir Hiroshima. Ibunya selamat walau rumah tinggalnya hancur.
Menyusul Leslie wartawan dari eropa tiba di Hiroshima. Mereka tidak ingin melewatkan kekejaman ledakan bom atom tersebut begitu saja.
Kisah pemberitaan bom atom Hiroshima yang mungkin paling dramatis adalah laporan pandangan mata wartawan The New Yorker, John Hersey.
Wartawan kawakan Lesley M.M.Blume mengisahkannya panjang lebar perjuangan Hersey meliput kengerian bom atom melalui Fallout:The Hiroshima Cover-Up and the Reporter Who Revealed It to the World (2020).
Di buku tersebut, Leslie mengisahkan bagaimana pemerintah Amerika pimpinan Presiden Harry S. Truman berusaha menutup-nutupi informasi apa yang terjadi setelah ledakan bom atom dan sukses menyembunyikan dampak radiasi mematikan.
“Apa yang terjadi di Hiroshima belumlah diketahui," tulis laporan harian The New York Times sehari setelah ledakan terjadi.
Para wartawan yang datang beberapa minggu kemudian, diancam diusir dari Jepang. Mereka diganggu oleh pejabat AS dan dituduh menyebarkan propaganda Jepang.
Para wartawan juga dituduh berusaha menumbuhkan simpati internasional setelah bertahun-tahun agresi dan kekejaman Jepang terjadi.
Truman bahkan menyangkal adanya radiasi akibat ledakan bom atom tersebut dan menyamakan dengan ledakan artileri biasa.
Publik Amerika dipersilahkan menyimak asap cendawan akibat ledakan. Surat kabar dan majalah bebas menayangkan foto-foto kota yang porak poranda.
Namun, masyarakat Amerika tidak saksikan foto-foto halaman rumah sakit di Hiroshima dan Nagasaki yang disesaki jenazah penduduk yang gagal mendapat pertolongan. Atau krematorium yang membakar ribuan sisa-sisa mayat tanpa identitas.
Masyarakat Amerika juga tidak menyaksikan perempuan dan anak-anaknya yang rambutnya hangus dan rontok di kepalan tangannya.
Kondisi masyarakat Amerika kala itu penuh dengan kebencian dan kecurigaan terhadap orang Jepang. Kebencian tersebut disulut serangan Jepang ke Pearl Harbour yang memicu keterlibatan Amerika di perang dunia kedua.