Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Mati Sebelum Ke Banda Neira, Ungkapan Terkenal Sutan Syahrir

Kompas.com - 28/06/2023, 16:11 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banda Neira adalah salah satu pulau di Indonesia yang dulunya merupakan pusat pala di dunia.

Selain itu, Banda Neira juga menjadi salah satu tempat beberapa tokoh nasionalis diasingkan, seperti Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta.

Kedua tokoh itu diasingkan ke Banda Neira pada Februari 1936 dan mendekam di sana selama enam tahun hingga 1942.

Selama di pengasingan, Sutan Sjahrir kerap menulis kata-kata yang menggambarkan keindahan Banda Neira.

Salah satu ungkapan Sutan Sjahrir yang terkenal adalah “Jangan mati sebelum ke Banda Neira”.

Baca juga: Sutan Sjahrir: Masa Muda, Kiprah, Penculikan, dan Akhir Hidup

Sutan Sjahrir diasingkan ke Banda Neira

Pada 11 Februari 1936, Sutan Sjahrir bersama dengan sejumlah tokoh nasionalis lainnya diasingkan ke Banda Neira sebagai tahanan politik oleh pemerintah kolonial Belanda.

Sejarawan Indonesia, Des Alwi, mengungkapkan pada waktu itu, sore hari, ia yang sedang berenang di dekat dermaga Pulau Banda Neira melihat sebuah kapal putih bertuliskan Fomal Haut di lambungnya merapat ke dermaga kayu.

Di kapal tersebut berdiri dua orang tuan yang mengenakan jas putih dan berdasi turun dari kapal.

Salah satu dari tuan itu mengenakan kacamata hitam dan turun dari kapal membawa sebuah koper hijau yang pada bagian bawahnya tertulis dengan jelas nama Drs. Mohammad Hatta.

Sementara itu, seorang lainnya tampak lebih muda dan kurus. Ia adalah Sutan Sjahrir.

Malam pertama berada di Banda Neira, Sjahrir dan Hatta menginap di rumah Iwa Kusumasumantri, yang letaknya tidak jauh dari dermaga.

Keesokan harinya, mereka pindah ke rumah Dr. Cipto Mangunkusumo.

Setelah seminggu, Sjahrir dan Hatta pun tinggal di sebuah rumah sewaan milik De Vres, seorang Belanda.

Pada saat itu, setiap tahanan mendapat uang tunjangan menyewa rumah sebanyak 75 gulden tiap bulan bagi yang belum menikah.

Selama berada di Banda Neira, Sutan Sjahrir suka mendengarkan musik klasik, seperti Beethoven, Mozart, dan Hayden.

Selain itu, Sutan Sjahrir juga kerap bergabung dengan anak-anak di laut sembari berlayar.

Sjahrir begitu terkesima dengan pemandangan indah di Banda Neira.

Dalam buku bertajuk Renungan dan Perjuangan, Sutan Sjahrir menuliskan “Tiga jam lamanya kami berlayar cepat sekali karena angin cukup kencang. Kami berlayar di atas taman-taman laut, dan melihat matahari terbit sangat indahnya. Kemudian kami kembali lagi ke pantai dan sehari-harian bermain-main dan juga bersantap siang di situ”.

Setiap keindahan yang Sjahir liat selalu ia sampaikan kepada istrinya, Maria Duchateu, melalui sebuah surat.

Tertanggal 21 Mei 1936, Sjahrir menuliskan dalam suratnya, “Lautnya biru, bening, dan tenang. Saat cuaca baik, permukaan laut rata laksana cermin”.

Saking terkesimanya dengan keindahan Banda Neira, Sutan Sjahrir juga sempat menuliskan sebuah ungkapan berbunyi, “Jangan mati sebelum ke Banda Neira”.

Saat ini, ungkapan tersebut menjadi salah satu ungkapan dari Sutan Sjahrir yang paling terkenal.

Baca juga: Sejarah Banda Neira, Dulunya Pusat Pala di Dunia

Kondisi rumah pengasingan Sutan Sjahrir di Banda Neira

Sampai saat ini, rumah pengasingan Sutan Sjahrir di Banda Neira masih diabadikan sebagai salah satu lokasi wisata sejarah, yang patut dikunjungi oleh para wisatawan lokal maupun mancanegara.

Bahkan, di dalam rumah itu masih dapat ditemukan sejumlah benda peninggalan dari Sutan Sjahrir, seperti mesin ketik, lukisan, foto, catatan, gramofon, dan surat asli pengangkatan Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri Indonesia.

Bersama dengan masyarakat setempat, Des Alwi membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengumpulkan kembali barang-barang yang berkaitan dengan Sutan Sjahrir.

 

Referensi:

  • Tim Buku Tempo. (2022). Seri Tempo: Sjahrir, Peran Besar Bung Kecil (2010). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
  • Anwar, H Rosihan. (2010). Mengenang Sjahrir Seorang Tokoh Pejuang Kemerdekaan yang Terisisihkan dan Terlupakan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com