Karena ihwal tersebut, armada Cheng Ho menepi di Pelabuhan Simongan, Semarang, yang kala itu masih menjadi kawasan pelabuhan.
Baca juga: Kisah Pelayaran Christopher Columbus
Setelah menepi, mereka menemukan sebuah Goa Batu, yang kemudian dijadikan tempat pengobatan dan peristirahatan armada Cheng Ho.
Selama masa penyembuhan Wang Jing Hong, para awak kapal bergaul dengan masyarakat sekitar dan mengajari cara bercocok tanam.
Dalam beberapa catatan, disebutkan bahwa selama persinggahannya Cheng Ho juga melakukan upaya islamisasi.
Laksamana Cheng Ho tidak lama singgah di Semarang. Ia melanjutkan pelayaran dan meninggalkan Wang Jing Hong bersama sepuluh awak kapal untuk menjaga.
Setelah sembuh dari sakit, Wang Jing Hong justru merasa nyaman menetap di Semarang dan memutuskan tidak kembali lagi ke China.
Untuk mengenang pimpinan armada yang mengantarkannya ke Semarang, Wang Jing Hong membuat patung Cheng Ho yang diletakkan di Goa Batu tersebut.
Baca juga: Rute Pelayaran Belanda ke Indonesia
Pembuatan dan peletakan patung Cheng Ho di Goa Batu bertujuan agar rakyat Tionghoa dapat mengenang laksamana besar China tersebut.
Di Simongan, Wang Jing Hong menikahi perempuan setempat dan menetap hingga wafatnya di usia 87 tahun.
Dalam catatan lain disebutkan Wang Jing Hong Kembali dulu ke China, sebelum akhirnya kembali ke Semarang dan wafat di sana.
Jejak kisah Wang Jing Hong di Semarang dibuktikan dengan adanya makam, yang diyakini oleh masyarakat sekitar Sam Poo Kong sebagai peristirahatan terakhir sang juru mudi Cheng Ho.
Makam Wang Jing Hong terletak di salah satu klenteng di kawasan Sam Poo Kong, Semarang.
Nama Wang Jing Hong juga diabadikan sebagai nama klenteng di kawasan tersebut, yaitu Klenteng Kyai Juru Mudi.
Hal itu dibenarkan oleh Candra Budi Atmadja, Ketua Yayasan Klenteng Agung Sam Poo Kong.
“Wang Jing Hong dimakamkan di Simongan. Makamnya ada di Klenteng Kyai Juru Mudi,” ujar Candra Budi Atmadja ketika diwawancara Kompas.com, Jumat (19/5/2023).
Referensi: