Organisasi-organisasi buruh tersebut tetap aktif melakukan gerakan politik, termasuk dalam upaya nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing.
Popularitas kaum buruh mengalami dinamika yang besar ketika Musso pulang dari Rusia pada 1948. Ia kemudian memimpin kaum buruh Indonesia.
Musso yang kala itu memimpin PKI mengusulkan membentuk badan bernama Front Demokrasi Rakyat (FDR) untuk mengakomodasi perjuangan kemerdekaan.
Melalui FDR, Musso berharap para pekerja dapat mengendalikan pemerintahan dan menolak pemerintah yang kompromis terhadap imperialis.
Baca juga: Musso, Pimpinan Pemberontakan PKI di Madiun
Sebagai arah gerak FDR, Musso mengemukakan gagasan baru, yaitu kapitalis tetap dipertahankan untuk kepentingan ekonomi nasional, tetapi hak istimewa pemodal asing dan petani kaya harus dihapuskan.
Arah gerakan yang digagas oleh Musso itu ternyata menarik simpatisan para ketua organisasi buruh Indonesia.
Oleh karena itu, PBI (Partai Buruh Indonesia), Pesindo, Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dan Barisan Tani Indonesia (BTI) menyatukan diri dalam PKI.
Baca juga: Latar Belakang Pemberontakan PKI di Madiun
Namun, lagi-lagi gerakan ini kembali hancur, bahkan kehilangan marwah buruh Indonesia tatkala Musso mendeklarasikan Republik Soviet Indonesia di Madiun pada 1948.
Deklarasi yang disusul gerakan revolusi agraria itu ditumpas oleh TNI AD.
Peristiwa Juli 1948 ini menjadi titik balik lunturnya marwah FDR dan PKI sebagai wadah perjuangan yang beranggotakan kaum buruh Indonesia.
Hal ini diperkuat lagi setelah ditandatanganinya perjanjian KMB 1949 yang membuat upaya nasionalisasi perusahaan asing oleh kaum buruh sia-sia.
Baca juga: Konferensi Meja Bundar: Latar Belakang, Tujuan, Hasil, dan Dampaknya
Referensi: