Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musso, Pimpinan Pemberontakan PKI di Madiun

Kompas.com - 30/06/2020, 15:00 WIB
Ari Welianto

Penulis

KOMPAS.com - Bangsa Indonesia mengalami beberapa pergolakan besar setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Salah satu pergolakan yang terjadi adalah pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, Jawa Timur pada September 1948.

Pemberontakan PKI di Madiun identik dengan sosok Musso. Siapa sebenarnya Musso dan benarkah ia memimpin pemberontakan PKI di Madiun?

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (2): Apa Sih Bedanya PKI, Sosialisme, Komunisme, Marxisme, dan Leninisme?

Membangkitkan PKI

Dalam buku Madiun 1948: PKI Bergerak (2011) karya Harry Poeze, dijelaskan bahwa Musso merupakan salah satu pemimpin PKI di awal 1920.

Ia mempelajari komunisme langsung ke pionirnya, Uni Soviet pada 1926.

Pada 3 Agustus 1948, Musso kembali ke Indonesia. Sepekan kemudian, yakni 10 Agustus 1958, Musso menuju ke Solo dan menginap di kediaman Gubernur Militer Wilayah Surakarta Wikana.

Kedatangan Musso ke Indonesia adalah untuk membawa amanat Moskow. Atas intruksi Moskow, ia mendirikan PKI muda.

Musso dikenal sebagai orang yang bersifat otoriter dan tidak sabar. Bagi Moskow, justru sifat itulah yang diutamakan. Sebab di Uni Soviet, komunisme diwujudkan lewat paksaan berupa revolusi.

Moskow memandang perlu mengirim utusan ke Republik untuk menyelaraskan haluan kaum komunis Indonesia dengan garis komunis internasional.

Karena itu, Musso mendapat mandat untuk memimpin gerakan komunis di Indonesia.

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (5): Komunisme, Ideologi Gagal! Perlukah Dikhawatirkan?

Dengan haluan baru, PKI harus menghindarkan Indonesia jatuh ke dalam lingkungan pengaruh Amerika.

Kedatangan Musso membawa perubahan besar bagi gerakan komunis di Indonesia.

Setelah tiba di Indonesia, Musso langsung menyusun doktrin bagi kekuatan komunis di Indonesia yang diberi nama "Jalan Baru untuk Indonesia".

Sesuai dengan doktrinnya, pada Agustus 1948 Partai Sosialis yang dipimpin Amir Syarifuddin dan Partai Buruh berfusi dengan PKI atau dikenal dengan Front Demokrasi Republik (FDR).

Pada bulan yang sama, Musso mengadakan pembaharuan struktur organisasi Politbiro PKI.

Musso mengecam keras kebijakan pemerintahan Kabinet Hatta. Ia mengatakan bahwa dalam tahap perjuangan demokrasi baru, masih digunakan segenap aliran.

Akan tetapi pada kurun waktu tertentu mereka harus disingkirkan, karena hanya orang-orang PKI yang mampu menyelesaikan revolusi di Indonesia.

Pemberontakan di Madiun

Sejak awal September 1948, Musso bersama beberapa pimpinan PKI berkeliling ke daerah-daerah di Jawa, seperti Solo, Madiun, Kediri, Jombang, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, dan Wonosobo.

Baca juga: Mendaratnya Pasukan AFNEI Inggris di Surabaya

Dikutip buku Sejarah Daerah Jawa Timur (1978), ketika Musso dan Amir Syarifuddin berada di Purwodadi mendengar kabar bahwa unsur pro-PKI telah mengambil inisiatif untuk melancarkan revolusi (pemberontakan).

Pada 18 September pagi, sekelompok rakyat Purwodadi mengibarkan bendera merah dan Musso berangkat ke Madiun.

Malam hari mereka tiba di Rejo Agung dekat Madiun dan menjumpai kenyataan bahwa organisasi PKI telah melancarkan coup d'etat di Kota Madiun dan sekitarnya.

Sejak saat itu revolusi komunis atau pemberontakan komunis sudah dimulai.

Selain pengambilalihan kekuasan di Madiun, mereka juga merebut kota-kota dan ibu kota karesidenan Madiun. Semua alat-alat pemerintah, militer dan sipil pada waktu itu lumpuh serta mampu dikuasai.

Kaum komunis berambisi untuk memegang pimpinan pemerintahan dan mereka ingin mendirikan front nasional.

Kaum komunis beranggapan bawah dunia ini telah terpecah dua, yaitu blok kapitalis imperalis di bawah pimpinan Amerika Serikat dan blok anti imperalis di bawah Rusia.

Karena perjuangan Indonesia anti imperalis maka menurut kaum komunis, Indonesia harus berada di pihak Rusia.

Baca juga: Peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam

PKI Musso untuk mencapai kekuasaan terlebih dahulu akan menggunakan cara non-revolusioner sebelum menggunakan taktik revolusioner.

Taktik revolusioner tentunya tidak akan digunakan sebelum proses integrasi anggota-anggota FDR ke dalam PKI Musso sempurna.

Penangkapan

Untuk kepentingan pertahanan dan penindasan pemberontakan, pada 19 September presiden Sukarno selaku panglima tertinggi memaklumkan "Negara dalam keadaan bahasa".

Lewat corong radio Yogyakarta yang diangkat Kolonel Sungkono sebagai gubernur militer Jawa Timur mendapat tugas untuk menindas pemberontakan dan merebut kembali Kota Madiun.

Pada malam hari, mulai dilakukan penangkapan pimpinan PKI diberbagai daerah termasuk ibu kota Yogyakarta waktu itu.

Panglima Besar Jenderal Sudirman memerintahkan pengepungan terhadap Kota Madiun.

Gerakan pasukan pemerintah dimulai pada 21 September 1948. Pengejaran pemberontakan oleh TNI terus dilakukan pada 31 Oktober 1948.

Baca juga: Kondisi Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan

Pada waktu itu Brigade S (Sudarsono) yang dipimpin Kapten Sunandar telah dapat menembak mati Musso di Sumoroto.

Selanjutnya tokoh-tokoh pemberontak tertangkap di Desa Girimarto dan pada 5 November 1948 menjalani hukuman militer.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com