KOMPAS.com - Pada 25 Oktober 1945 pasukan Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) mendarat di Tanjung Perak, Surabaya.
Pendaratan AFNEI di Surabaya dengan kapal perang Eliza Thomposon dibawah pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
AFNEI sendiri datang ke Indonesia pada 29 September 1945 dibawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christison.
Dalam rombongan tersebut membonceng beberapa orang dari Markas Besar Tentara Belanda dan satu kompi serdadu Ambon Belanda.
Dalam buku Akademi Militer Yogya dalam Perjuangan Fisik 1945-1949 (2019) karya Moehkardi, pertempuran Surabaya adalah puncak dari serentetan peristiwa serta insiden antara rakyat Surabaya dengan tentaran Inggris yang mendarat di Surabaya sejak 25 Oktober 1945.
Baca juga: Pertempuran Surabaya, Pertempuran Indonesia Pertama setelah Proklamasi
Secara formal kedatangan tentara Inggris di Indonesia dengan membawa misi sebagai tentara sekutu di Indonesia atau AFNEI.
Kedatangan ANFEI ke Indonesia dengan tugas sebagai berikut:
Pada tugas tersebut, khususnya nomor empat bermaksud untuk mempertahankan status quo, yaitu keadaan yang berlaku sebelum pecah Perang Dunia II.
Di mana status Indonesia adalah wilayah jajahan Belanda. Sementara itu setelah Perang Dunia II ada perubahan-perubahan besar di Indonesia.
Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan dan sebuah Republik dipimpin oleh Sukarno-Hatta.
Ketika Inggris mendarat di Indonesia, menghadapi suatu kenyataan bahwa pemerintah Jepang sudah tidak berfungsi lagi.
Di mana yang ada pemerintah baru, yakni Republik Indonesia (RI).
Sebelum pasukan Inggris mendarat di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan pernyataan yang berisi kesediaan untuk bekerja sama dengan tentara Inggris sebagai pasukan AFNEI.
Asal tidak ada pasukan Belanda dalam pasukan AFNEI.
Uluran tangan pemerintah Indonesia dalam rangka usaha RI untuk menari simpati tentara sengkutu dan opini dunia internasional agar kemerdekaan diakui.