Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faktor Munculnya Reformasi Gereja

Kompas.com - 26/12/2022, 09:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Reformasi Gereja atau Reformasi Protestan adalah upaya untuk melakukan revolusi ajaran Kristen agar sesuai dengan Alkitab.

Gerakan ini dimulai di Eropa pada pertengahan abad ke-15. Salah satu tokoh Reformasi Gereja adalah Martin Luther, seorang biarawan dan dosen di sebuah universitas di Wittenberg, Jerman.

Aksi Martin Luther menyebarkan kertas yang berisi 95 kritik terhadap otoritas Gereja Katolik dianggap oleh para sejarawan sebagai titik dimulainya reformasi secara besar-besaran.

Reformasi Gereja berdampak pada pecahnya agama Kristen menjadi dua, yakni Kristen Katolik dan Kristen Protestan.

Lantas, faktor-faktor apa yang menyebabkan munculnya Reformasi Gereja?

Baca juga: Reformasi Protestan, Pecahnya Agama Kristen Menjadi Beberapa Aliran

Faktor munculnya Reformasi Gereja

Sejak abad ke-5, Gereja Katolik Roma menjadi pusat kegiatan politik dan budaya Kekristenan di Eropa.

Memasuki periode Renaissance, para pemikir Barat mulai mempertanyakan bahkan menentang otoritas tinggi Gereja Katolik, yang melahirkan peristiwa Reformasi Gereja.

Berikut ini faktor-faktor yang menyebabkan munculnya Reformasi Gereja.

Dimulainya masa Renaissance di Eropa

Lahirnya Reformasi Gereja tidak lepas dari pengaruh Renaissance yang muncul di Italia pada sekitar abad ke-14.

Renaissance melahirkan beragam pandangan baru, seperti sekulerisme, individualisme, dan humanisme.

Pandangan-pandangan tersebut mengundang sikap kritis dari para pemikir Barat terhadap kehidupan gereja.

Hasilnya, timbul kesadaran akan adanya manipulasi politik yang telah meningkatkan kekayaan dan kekuasaan gereja, yang mengakibatkan jatuhnya nilai gereja sebagai sumber kekuatan spiritual.

Hal ini yang memicu keinginan untuk meruntuhkan dominasi gereja dari tatanan kehidupan masyarakat Eropa.

Baca juga: Latar Belakang Munculnya Renaissance

Adanya praktik jual beli surat pengampunan dosa

Sebelum Martin Luther, sebenarnya terdapat banyak tokoh yang telah mencoba mereformasi Gereja Katolik, seperti John Wycliffe, Peter Waldo, dan Jan Hus.

Akan tetapi, para sejarawan menganggap bahwa titik awal dimulainya reformasi adalah ketika Martin Luther memaku selembar kertas yang berisi 95 kritik terhadap otoritas Gereja Katolik.

Salah satu kritik yang dilontarkan adalah tentang praktik jual beli surat pengampunan dosa.

Pengampunan dosa harus didapatkan dari Paus dalam bentuk surat pengampunan dosa (indulgensi).

Menurut Martin Luther, pengampunan dosa hanya berasal dari Tuhan, bukan hal yang dapat dibeli dari Paus.

Baca juga: Isi Pidato I Have a Dream Martin Luther King

Banyaknya penyimpangan oleh pihak internal gereja

Praktik jual beli surat pengampunan dosa hanya salah satu alasan terjadinya gerakan Reformasi Gereja yang dipelopori oleh Martin Luther.

Saat itu, Gereja Katolik Roma melakukan berbagai penyalahgunaan terhadap otoritasnya sebagai pusat politik dan budaya Kekristenan di Eropa.

Para pemikir meyakini adanya doktrin-doktrin gereja yang dianggap palsu dan penyimpangan terhadap acara sakramen atau ritus pemujaan terhadap benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci.

Selain itu, adanya anggapan bahwa para rohaniwan atau pastor adalah orang suci membuat praktik korupsi tumbuh subur.

Praktik korupsi yang dimaksud adalah jual beli jabatan rohaniwan yang dilakukan uskup dan petinggi agama Kristen.

Baca juga: Tokoh-Tokoh Reformasi Gereja

Kebangkitan nasionalisme di negara-negara Eropa

Faktor pendorong para bangsawan mendukung reformasi yang dilakukan Martin Luther adalah adanya keinginan untuk membebaskan diri dari kepemimpinan Paus.

Tumbuhnya nasionalisme membuat para raja di Eropa menolak dominasi dan intervensi dari gereja dalam pemerintahan negara.

Hal ini mulai tampak pada pertikaian antara Raja Frederik II dari Prusia dengan Paus Innocencius pada abad ke-13, kemudian Raja Philip IV dari Perancis dengan Paus Bonifacius pada abad ke-14.

Selama berabad-abad, Paus tidak hanya memimpin gereja, tetapi juga membawahi banyak kerajaan di Eropa.

Dalam perkembangannya, sikap gereja yang cenderung otoriter serta tumbuhnya nasionalisme membuat para raja menghendaki adanya pemisahan kekuasaan antara negara dan agama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com