KOMPAS.com - Chaerul Saleh adalah salah satu tokoh penting yang berperan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Ia termasuk dalam golongan muda yang mengupayakan proklamasi kemerdekaan Indonesia segera dikumandangkan tanpa menunggu Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, Chaerul Saleh beberapa kali menjabat sebagai menteri, sebagai wakil perdana menteri, sekaligus ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Namun, setelah peristiwa G30S, ia masuk daftar hitam pemerintah karena dicurigai terlibat dalam upaya kudeta yang gagal tersebut.
Chaerul Saleh akhirnya meninggal pada 1967, ketika masih masih berstatus sebagai tahanan yang tidak pernah mendapat penjelasan resmi mengenai alasan penahanannya.
Berikut biografi singkat Chaerul Saleh.
Baca juga: Mengapa Golongan Pemuda Menolak Proklamasi lewat PPKI?
Chaerul Saleh Datuk Paduko Rajo lahir pada 13 September 1916 di Sawahlunto, Sumatera Barat.
Ia adalah putra seorang dokter bernama Achmad Saleh dan Zubaidah binti Ahmad Marzuki.
Chaerul Saleh kecil mengenyam pendidikan di ELS (Europe Lagere School), sebelum melanjutkan ke HBS (Hoge Burgerlijke School) di Medan.
Menginjak usia 18 tahun, ia pindah ke Jakarta dan meneruskan sekolah di Koning Willem Drie (KW III).
Pada 1937, Chaerul Saleh melanjutkan pendidikan di Rechts Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum), tetapi studinya terganggu oleh kegiatan politiknya.
Pasalnya, pada masa ini, ia bergabung dengan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), yakni perkumpulan dari para mahasiswa di Jakarta dan Bandung yang terbentuk sebelum Sumpah Pemuda.
Dalam perkembangannya, Chaerul Saleh yang dikenal pemberani, militan, dan tegas, tidak hanya menjadi anggota PPPI tetapi dipercaya menjadi sekretaris bahkan ketua organisasi.
Baca juga: Soebandrio, Loyalis Soekarno yang Habiskan 29 Tahun di Penjara
Ketika Belanda terusir dari Indonesia pada 1942, Chaerul Saleh menyusup ke Jawatan Propaganda Jepang dan mendapat kedudukan sebagai penasihat.
Ia merupakan sosok pejuang yang secara gigih menentang kolonialisme dan imperialisme di tanah air.
Peran Chaerul Saleh dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia sangat besar.
Ia menjadi salah satu golongan muda yang memprakarsai dicetuskannya proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 tanpa perlu berunding dengan Jepang.
Chaerul Saleh secara tegas menentang sikap kompromis golongan tua menjelang proklamasi kemerdekaan.
Menurutnya, kemerdekaan Indonesia adalah hak rakyat Indonesia sendiri dan tidak perlu bergantung kepada pertimbangan siapapun, termasuk PPKI yang dibentuk oleh Jepang.
Baca juga: Peran Soegijapranata dalam Menjembatani Hubungan RI-Vatikan
Ketika Jepang menyerah kepada Sekutu, Chaerul Saleh bersama golongan muda lainnya mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Ia pun terlibat dalam penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, yang membuahkan hasil diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Setelah proklamasi kemerdekaan RI, Chaerul Saleh menjadi wakil ketua dan sekretaris Pusat Pemuda.
Ia juga menjadi ketua Komite van Aksi, yang kemudian diganti menjadi Angkatan Pemuda Indonesia (API).
Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II, Chaerul Saleh turut bersama Divisi Siliwangi melakukan Long March dari Yogyakarta ke Karawang dan Sanggabuana, di mana ia melakukan perang gerilya bersama Laskar Rakyat.
Sikapnya yang militan dan tidak bersedia berhubungan dengan Belanda dalam bentuk apapun membuat Laskar Rakyat harus berhadapan dengan pemerintah.
Baca juga: Peran Tan Malaka Pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Sejak awal, Chaerul Saleh terang-terangan menolak hasil perundingan Indonesia-Belanda seperti Perundingan Linggarjati, Renville, Roem-Royen, hingga Konferensi Meja Bundar (KMB).
Akibat dari oposisi bersenjata terhadap keputusan KMB, yang dianggap melanggar hukum Pemerintah RI, Chaerul Saleh sempat dipenjara.
Dengan campur tangan Muhammad Yamin yang menjabat Menteri Kehakiman, Chaerul Saleh dibebaskan.
Ia kemudian "dibuang" ke luar negeri dengan dalih tugas belajar ke Eropa. Chaerul Saleh melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Bonn di Jerman Barat (1952-1955).
Di Jerman Barat, ia menghimpun para pelajar Indonesia dan mendirikan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI).
Pada 1956, Chaerul Saleh kembali ke Indonesia. Kepeduliannya kepada nasib bekas anak buahnya di Laskar Rakyat mendorongnya mengupayakan perbaikan nasib bagi mereka hingga terbentuk Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI).
Setelah itu, Chaerul Saleh perlahan masuk ke pemerintahan hingga akhirnya menjadi salah satu penasihat politik sekaligus orang kepercayaan Soekarno.
Baca juga: Penerapan Pancasila pada Masa Orde Lama
Berikut ini jabatan dalam kabinet yang pernah dipegang Chaerul Saleh.
Pada sekitar peristiwa pembebasan Irian Barat, Chaerul Saleh selaku Wakil Perdana Menteri III bersama Waperdam I dan II duduk dalam pimpinan Komando Operasi Tertinggi (KOTI).
Karena itu, ia diberi pangkat Letnan Jenderal Tituler.
Baca juga: Daftar Tokoh yang Pernah Menerima Pangkat Tituler
Ketika peristiwa G30S meletus, Chaerul Saleh tengah berada di China memimpin delegasi MPRS. Mengetahui di Indonesia sedang ada upaya kudeta, ia segera pulang.
Namun, sebagai salah satu orang terdekat Soekarno, Chaerul Saleh ternyata tidak luput dari kecaman dan beragam aksi dari lawan politiknya.
Ia masuk dalam daftar hitam yang dicurigai pro-komunis dan terlibat G30S.
Tuduhan selanjutnya, Chaerul Saleh bahkan diisukan melakukan korupsi sebesar 5 juta dollar dan memiliki simpanan kekayaan melimpah.
Chaerul Saleh, yang sempat melakukan perubahan pada Surat Perintah Sebelas Maret atau dikenal sebagai Supersemar bersama Waperdam I Soebandrio, terkena imbas dari surat yang kontroversial itu.
Setelah Supersemar diterima Soeharto, beberapa aksi beruntun yang menggerus kekuasaan Soekarno sebagai presiden dijalankan.
Baca juga: Supersemar: Latar Belakang, Tujuan, Isi, Kontroversi, dan Dampak
Pada 18 Maret 1966, Soeharto menangkap 15 menteri loyalis Presiden Soekarno yang diduga berhaluan kiri atau komunis, termasuk Chaerul Saleh.
Awalnya, Chaerul Saleh dikenakan tahanan rumah, sebelum akhirnya ditahan tanpa proses peradilan di Rumah Tahanan Militer (RTM) Jakarta.
Chaerul Saleh meninggal pada 8 Februari 1967 dengan masih berstatus sebagai tahanan yang tidak pernah tahu alasan resmi penahanannya ataupun bukti yang memberatkan semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Sepeninggalnya, Presiden Soeharto menyatakan bahwa Chaerul Saleh tidak terlibat peristiwa G30S.
Namun, Chaerul Saleh dirasa bertanggung jawab atas masalah "ekonomi" (korupsi), yang kasusnya pun akhirnya ditutup oleh pemerintah pada 29 April 1967.
Referensi: