JAKARTA, KOMPAS.com - Korek api gas merupakan lanjutan pengembangan teknologi dari korek api kayu.
Sumber literatur edisi 6 September 2017 di laman bobo.grid.id pada Grup Kompas Gramedia (KG), menyebutkan bahwa prinsip membuat api adalah dengan menggesekkan batu api ke bebatuan.
Gesekan yang lama akan memunculkan percikan api.
Baca juga: Korek Api Gas Tokai yang Palsu Rentan Meledak
Teknologi sederhana sejak zaman China sebelum Masehi ini kemudian berkembang sampai sekarang.
Setan
Pada 1826, John Walker melakukan eksperimen dengan campuran empat bahan.
Campuran itu terdiri dari pati, potassium klorat, sulfida antimon, dan permen karet, dengan tongkat kayu.
Tongkat dengan campuran bahan-bahan itu kemudian digesekkan ke batu oleh John Walker.
Jadilah, tongkat kayu itu mengeluarkan nyala api.
Penemuan oleh John Walker itu membuat apoteker tersebut mendapat julukan bapak penemu korek api kayu.
John Walker lantas mematenkan temuannya dengan nama "Lucifer".
"Lucifer", sejatinya adalah nama panggilan untuk "setan".
Sayangnya produk bermerek yang bawa-bawa nama setan, "Lucifer" itu, gagal di pasaran.
Alasannya, korek api "Lucifer" menghasilkan bau belerang yang berbahaya usai dinyalakan.
Korek api gas
Berikutnya, tokoh bernama Johann Wolfgang Dobereiner menemukan prinsip korek api gas sebagai sejarah kali pertama.
Tahun penemuan adalah 1823.
Dobereiner memanfaatkan reaksi kimia asam sulfat dengan seng.
Hasilnya reaksi kimia itu adalah gas hidrogen yang mudah terbakar.
Setelah perkembangan korek api gas, pada 1940, bahan bakar korek api menjadi lebih bervariasi mulai dari nafta hingga butana.
Bahan bakar gas pada korek api kemudian mendapatkan berbagai inovasi dengan bentuk cair.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.