Kapak lonjong ditemukan di Gua Niah, Serawak, yang diperkirakan sudah berusia 8.000 tahun.
Umumnya, kapak lonjong berfungsi sebagai alat untuk bercocok tanam, khususnya jenis Walzenbail atau yang berukuran besar.
Baca juga: Teknik Pembuatan Gerabah
Menurut para ahli, gerabah atau tembikar sudah ada sejak masa bercocok tanam atau lebih dari 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa itu, manusia praaksara sudah mulai hidup menetap, bercocok tanam, dan mengenal api.
Maka dari itu, gerabah juga sudah mulai digunakan karena gerabah relatif tahan air dan tahan panas api, sehingga dapat digunakan untuk alat memasak atau menyimpan barang penunjang kehidupan.
Gerabah banyak ditemukan di berbagai situs arkeologi di Indonesia, termasuk situs prasejarah, seperti situs neolitik dan situs perundagian.
Baca juga: Pebble Culture: Asal-usul dan Persebaran
Pebble Culture atau artefak litik kerkal adalah salah satu hasil kebudayaan zaman Mesolitikum.
Pebble Culture disebut juga kapak genggam Sumatera yang berasal dari Asia Tenggara dan ditemukan di China Selatan, Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand, dan Semenanjung Malaya.
Di Indonesia, pebble culture dapat ditemukan di pantai timur Sumatera bagian utara, seperti di Lhokseumawe, Langsa, Binjai, dan Medan.
Umumnya, bentuk dari pebble culture ialah lonjong, bulat, dan meruncing.
Baca juga: Punden Berundak: Asal-usul, Fungsi, dan Persebaran
Selanjutnya adalah punden berundak yang merupakan hasil kebudayaan zaman Megalitikum.
Punden berundak berfungsi sebagai pemujaan arwah nenek moyang yang dianggap suci.
Biasanya, punden berundak memiliki tiga susunan bertingkat dengan susunan bebatuan dan setiap susunannya terdapat makna tersendiri.
Oleh masyarakat prasejarah, punden berundak dianggap sebagai sebuah simbol gunung suci tempat roh leluhur bersemayam, yang diyakini dapat memberikan kesuburan, ketentraman, dan kesejahteraan.
Makna punden berundak dari setiap susunannya adalah: