Selama menjadi menteri luar negeri, Agus Salim pernah menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB di New York dan menjadi salah satu tokoh yang terlibat dalam proses Perjanjian Renville.
Baca juga: Mengapa Perjanjian Renville Merugikan Indonesia?
Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II pada Desember 1948, Agus Salim masih menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam kabinet Hatta I.
Ia pun menjadi salah satu pemimpin yang diasingkan bersama Sjahrir dan Soekarno ke Berastagi, Sumatera Utara.
Sekembalinya dari pengasingan, Agus Salim kembali bertugas menjadi Menteri Luar Negeri untuk Kabinet Hatta II.
Tugas diplomatik terakhir yang dijalankannya adalah sebagai delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, pada akhir 1949.
Baca juga: Dampak Negatif Konferensi Meja Bundar
Setelah tidak lagi bertugas di pemerintahan, Agus Salim mengundurkan diri dari dunia politik pada 1953 dan kembali menulis.
Pada 1953, ia menulis buku berjudul Bagaimana Takdir, Tawakal, dan Tauchid Harus Dipahamkan?, yang kemudian diubah menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal.
Pada 4 November 1954, Agus Salim meninggal dunia di Jakarta dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Untuk mengenang perjuangan dan peran Agus Salim, ia dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 27 Desember 1961, melalui Keppres Nomor 657 tahun 1961.
Referensi: