Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Pembunuhan Ditje, Peragawati Terkenal Era Orde Baru

Kompas.com - 01/12/2021, 16:19 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pada 8 September 1986 telah terjadi kasus pembunuhan yang menewaskan seorang peragawati kondang asal Bandung bernama Ditje Buadiarsih.

Kala itu, Ditje ditemukan tewas di dalam mobil dengan lima luka tembak di tubuhnya. Dalam kasus ini, mantan pembantu letnan satu di Kesatuan TNI, Muhammad Siradjudin alias Pak De, ditetapkan sebagai tersangka utama.

Meski telah divonis penjara seumur hidup, Pak De terus membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya.

Hingga saat ini, kasus Ditje tetap menjadi misteri karena konon memang sengaja tidak diungkap oleh pihak kepolisian era Orde Baru

Kehidupan Ditje Budiarsih

Ditje Budiarsih atau Dietje Budimulyono adalah peragawati yang cukup terkenal pada masa Orde Baru.

Ia digambarkan sebagai simbol kecantikan, kenikmatan, dan kekuasaan. Bahkan kecantikannya kerap disamakan dengan Ken Dedes.

Meski sang suami, Budi Mulyono, mengalami kelumpuhan, kehidupan materi Ditje pada saat itu terbilang baik. Pasalnya, ia memiliki dua mobil dan rumah mewah.

Baca juga: Ario Soerjo: Kehidupan, Kiprah, dan Tragedi Pembunuhan

Ditje ditemukan tewas

Kehidupan Ditje harus berhenti saat ia ditemukan tewas pada 8 September 1986 di Jalan Dupa, Kalibata, Jakarta Selatan.

Pada pukul 22.00, tubuhnya ditemukan terbujur kaku di dalam mobil Honda Accord bernomor B 1911 ZW yang mesinnya masih hidup.

Di tubuhnya ditemukan lima luka tembakan senjata api, yakni di bagian bawah telinga kanan, bahu, leher, ketiak kanan, dan punggung kanan.

Namun, di dalam mobilnya tidak ditemukan bekas tembakan. Hal inilah yang kemudian menyulitkan petugas penyidik.

Berita tewasnya Ditje lantas menyeruak di telinga masyarakat, mengingat profesinya sebagai seorang peragawati terkenal.

Hasil penyidikan polisi

Markas Besar Kepolisian lantas memerintahkan Laboratorium Kriminal Polri untuk meneliti barang bukti yang ditemukan di lokasi kejadian, yakni berupa anak peluru, rambut, dan sidik jari yang diduga milik pelaku.

Kapolri Letjen Pol Drs Moch Sanoesi, yang menjabat saat itu, mengatakan siapapun yang terlibat akan dihadapkan pada meja hijau.

Sedangkan Kapolda Metro Jaya Mayor Jenderal Pol Drs Poedy Sjamsoedin mengatakan bahwa pihaknya memberi kepercayaan penuh pada Polres Jakarta Selatan untuk menangani kasus pembunuhan Ditje.

Akan tetapi, dua bulan setelah Ditje pertama kali ditemukan tewas, Polres Jakarta Selatan belum membuat kemajuan berarti.

Bahkan ada pendapat yang mengatakan tim tersebut gagal, sementara media diimbau untuk tidak banyak memberitakan kasus ini.

Baca juga: Tragedi Cikini 1957, Upaya Pembunuhan Soekarno

Reserse Jakarta Selatan banyak mengandalkan keterangan saksi kawan korban, yang berasal dari kalangan peragawati, pedagang, dan keluarga.

Namun, hasilnya tetap minim, meski telah dilakukan juga pemeriksaan ulang di tempat kejadian sebanyak beberapa kali.

Pak De ditetapkan sebagai tersangka utama

Beberapa petugas Reserse Polda Metro Jaya mencoba mengambil kesimpulan bahwa Ditje dibunuh oleh kawan dekatnya. Hal ini ditinjau dari waktu pembunuhan dan titik tembakan.

Tiga bulan pasca meninggalnya Ditje, desas-desus mulai bermunculan di masyarakat. Saat itu juga, Kapolda Metro Jaya mengumumkan telah menemukan tersangkanya.

Tersangka yang telah ditahan itu adalah pria berusia 59 tahun berinisial SRJ yang disebut-sebut sebagai dukun.

Tidak lama kemudian, terungkap bahwa tersangka yang dimaksud adalah mantan pembantu letnan satu di Kesatuan TNI, Muhammad Siradjudin alias Pak De.

Menurut penyampaian polisi, Pak De menghabisi Ditje karena perihal uang. Konon, Pak De berjanji akan melipatgandakan uang sebesar Rp 10 juta milik Ditje.

Namun, karena tidak dapat memenuhi janjinya, Pak De diduga memilih menghabisi nyawa Ditje.

Kasus ini disebut-sebut mirip dengan pembunuhan terhadap Endang dari Cimanggis, yang juga dituduhkan kepada Pak De.

Baca juga: Tragedi Simpang KKA: Latar Belakang, Kronologi, dan Kontroversi

Pak De divonis penjara seumur hidup

Dalam persidangan hingga divonis penjara seumur hidup, Pak De selalu membantah keterlibatannya dalam pembunuhan Ditje.

Ketika pembunuhan terjadi, ia sedang berada di Jalan Haji Husen, Susukan, Pasar Rebo, yang jauh dari lokasi kejadian.

Ketidaksesuaian bukti dan rekonstruksi juga semakin mendukung dugaan bahwa penetapan Pak De sebagai pelaku sangat dipaksakan.

Pak De pun mengaku terpaksa mau menerima cerita yang dikarang polisi agar tidak disiksa.

Vonis seumur hidup yang diterima Pak De karena membunuh Ditje akhirnya berbuah pembebasan di masa pemerintahan BJ Habibie.

Desas-desus yang menyelimuti Ditje

Dari penuturan Pak De yang dimuat Koran Tempo, (27/2/2002), kelumpuhan yang dialami sang suami membuat Ditje kerap menjalin hubungan dengan beberapa pria untuk memenuhi kehidupan seksualnya.

Pria yang memiliki hubungan dengan Ditje juga bukan sembarangan, mereka adalah orang-orang berduit.

Salah satu pria yang menjalin hubungan dengan Ditje adalah seorang pensinan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Suwoto Sukendar.

Baca juga: Perkosaan Massal Tahun 1998

Selain itu, Pak De mengatakan bahwa Ditje juga suka bermain dengan beberapa pengusaha, yaitu Indra Rukmana dan Sudwikatmono.

Indra Rukmana adalah seorang penguasaha juga suami Siti Hardiyanti alias Tutut Soeharto.

Sedangkan Sudwikatmono adalah pengusaha yang juga masih terhitung keluarga Soeharto.

Desas-desus menyebut bahwa Ditje menjadi korban amukan istri kekasihnya yang kemudian menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisinya.

Meski begitu, Pak De tidak pernah menyebut salah seorang dari kekasih Ditje itu menjadi pembunuhnya.

Pak De mengajukan peninjauan

Setelah belasan tahun menjalani hukuman, Pak De akhirnya dibebaskan ketika Presiden BJ Habibie memimpin.

Pak De pun mengajukan peninjauan ulang atas kasus pembunuhan Ditje yang tidak ia lakukan.

Pengajuan peninjauan kembali ini dilakukan karena Pak De ingin nama baiknya dibersihkan dari segala tuduhan.

Konon pengungkapan kasus Ditje memang sengaja “dipermainkan” karena terkait dengan keterlibatan mantan petinggi militer dan keluarga elite penguasa.

Namun, sebagaimana dikutip majalah Tempo, (13/12/1986), Kapolda Metro Jaya menyatakan bahwa Pak De tidak pernah dijadikan kambing hitam.

 

Referensi:

  • Idries, Abdul Mun’im. (2013). Indonesia X-Files “Mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno Sampai Kematian Munir”. Jakarta: Noura Books.
  • Subagyo Pr dkk. (1987). Rekaman Peristiwa '86. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com