KOMPAS.com - Kwee Tek Hoay merupakan sastrawan Melayu Tionghoa asal Bogor yang banyak menulis novel dan drama.
Beberapa karya Kwee Tek Hoay yang terkenal di antaranya adalah Drama di Boven Digoel, Boenga Roos dari Tjikembangh, Atsal Moelahnja Timboel, Pergerakan Tionghoa jang Modern di Indonesia, dan Drama dari Krakatau.
Karya-karyanya banyak diilhami oleh realitas yang berkembang dalam masyarakat Tionghoa di Indonesia.
Tidak hanya itu, novel, drama, dan syair ciptaannya dikenal bernuansa pembaruan.
Baca juga: Biografi Chairil Anwar, Si Binatang Jalang
Kwee Tok Hay adalah sastrawan Indonesia peranakan Tionghoa yang lahir di Bogor pada 13 Juli 1886.
Ia pertama kali menyenyam pendidikan di sekolah Tionghoa tradisional pada 1894. Selama sekolah, ia banyak mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran.
Hal itu karena Kwee Tok Hay tidak memahami bahasa Hokkian, yang menjadi bahasa pengantar di sekolahnya.
Oleh karenanya, ia pun sering bolos dari sekolah dan memilih untuk membantu ayahnya berdagang menjajakan dagangan tekstil dari rumah ke rumah.
Menginjak remaja, Kwee Tek Hoay mulai menggeluti dunia dagang. Di kalangan masyarakat di Bogor, ia dikenal sebagai pedagang yang sangat ulet.
Berkat keuletannya, ia berhasil memiliki toko serba ada di Bogor. Di sisi lain, ia masih menyempatkan diri untuk memikirkan persoalan yang menyangkut masyarakat Tionghoa.
Saat masih berusia 20 tahun, Kwee Tek Hoay menikah dengan seorang gadis peranakan Tionghoa juga bernama Oei Hiang Nio.
Ia pun membina sang istri agar dapat membantunya menjalankan usaha dagangnya.
Baca juga: Biografi Ahmad Tohari
Memasuki tahun 1905, Kwee Tek Hoay mulai aktif menulis. Fokus utama isi tulisannya adalah masalah kemasyarakatan Tionghoa.
Novel pertama yang ia tulis berjudul Yashuko Ochida atau Pembalesannja Satoe Prampoean Japan. Naskah itu diterbitkan dengan cara bersambung dalam majalah Ho Po, Bogor.
Ketika Perang Dunia II terjadi, Kwee Tek Hoay menulis sebuah artikel bertajuk "Pemandangan Perang Dunia I Tahun 1914-1918" yang dimuat di surat kabar Sin Po.
Masih di tahun yang sama, ia juga sempat menjabat sebagai Dewan Redaksi majalah Li Po dan Ho Po.
Setelah itu, tahun 1919, Kwee Tek Hoay menulis drama enam babak bertajuk Allah jang Palsoe.
Drama Allah jang Palsoe menyuarakan kecaman terhadap keserakahan manusia yang sangat mengutamakan harta di atas segala hal.
Drama ini mendapat reaksi positif dari masyarakat luas. Bahkan, banyak kelompok sandiwara yang mementaskannya dalam beberapa kesempatan.
Baca juga: Iwan Simatupang, Pendobrak Sastra Konvensional
Secara umum, gagasan utama yang dituangkan Kwee dalam karyanya merupakan masalah kemasyarakatan Tionghoa pada zaman itu.
Pada 1926, Kwee Tek Hoay mendirikan majalahnya sendiri yang bernama Panorama. Di saat yang sama, ia juga menyusun sebuah novel berbahasa Melayu yang bertajuk Boenga Roos dari Tjikembang.
Dalam novel yang diterbitkan pada 1930 ini, ia menuangkan masalah pembauran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat keturunan Tionghoa.
Selain banyak mengungkapkan persoalan yang ada di lingkungan masyarakat Tionghoa, karya-karyanya juga banyak membahas tentang persoalan masyarakat di luar kelompok Tionghoa, terutama pribumi.
Setelah sekitar lima tahun menerbitkan Panorama, pada 1931 ia memutuskan untuk menjual majalah tersebut.
Memasuki 1930-an, perhatian Kwee Tek Hoay lebih tertumpu pada persoalan filsafat, agama, kebatinan, dan sejarah.
Kwee Tek Hoay adalah penganut agama Budha Tridharma yang sangat taat. Ia pun diketahui aktif menyebarkan ajaran tiga agama (Sam Kauw) dan mendirikan perkumpulan Sam Kauw.
Ia pun menyelenggarakan dialog tentang agama Budha, menyatakan bahwa klenteng tidak hanya digunakan untuk tempat pemujaan, tetapi juga sebagai tempat untuk mendapatkan pelajaran agama Buddha.
Kwee Tek Hoay juga menerbitkan majalah yang berisikan ajaran agama Buddha dengan nama Moestika Romans (1930-1932) dan Moestika Dharma, yang terbit tahun 1932-1934.
Baca juga: Abdul Kahar Mudzakkir: Pendidikan dan Perannya
Setelah banyak bersumbangsih dalam dunia sastra, Kwee Tek Hoay wafat pada 4 Juli 1952 di Cicurug, Sukabumi.
Sepanjang hidupnya, Kwee Tek Hoay telah menelurkan sekitar 115 karya dalam berbagai genre.
Berikut ini beberapa karyanya selama hampir lima dekade berkecimpung di dunia sastra.
Baca juga: Hamzah Fansuri: Kehidupan, Kiprah, Karya, dan Akhir Hidup
Artikel ini telah tayang di Ensiklopedia.kemdikbud.go.id dengan judul "Kwee Tek Hoay".
Referensi: