KOMPAS.com - Abdoel Moeis atau Abdul Muis merupakan seorang sastrawan, politikus, dan wartawan Indonesia.
Ia pernah menjadi pengurus besar Sarekat Islam dan anggota Volksraad (Dewan Rakyat) mewakili organisasi tersebut.
Pada 30 Agustus 1945, Abdul Muis dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional pertama oleh Soekarno.
Baca juga: Pemoeda Kaoem Betawi
Abdul Muis lahir di Sungai Puar, Agam, Sumatra Barat pada 3 Juli 1886.
Ia adalah putra dari Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman, seorang demang (kepala daerah zaman Hindia Belanda).
Abdul Muis mengenyam pendidikannya di Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Dasar zaman Hindia Belanda.
Setelah itu, Abdul melanjutkan sekolahnya di STOVIA atau Sekolah Kedokteran di Batavia.
Namun, karena jatuh sakit, Abdul pun tidak dapat menyelesaikan pendidikan kedokterannya di sana.
Oleh sebab itu, Abdul Muis hanya mampu menyelesaikan pendidikannya sampai sekolah dasar saja.
Baca juga: Kerajaan Selaparang: Sejarah, Masa Kejayaan, dan Keruntuhan
Meskipun Abdul Muis hanya seorang lulusan Sekolah Dasar, ia memiliki kemampuan berbahasa Belanda yang baik.
Bahkan, bagi orang Belanda, kemampuannya berbahasa Belanda melebihi rata-rata orang Belanda sendiri.
Berkat kemampuannya, Abdul Muis pun sempat menjajaki beberapa pekerjaan, sebagai berikut:
Klerk (pekerja kantoran)
Begitu Abdul keluar dari STOVIA, ia diangkat oleh Mr. Abendanon, Direktur Pendidikan, untuk menjadi klerk atau pekerja kantoran.
Waktu itu, Abdul Muis menjadi orang pribumi pertama yang diangkat menjadi klerk, karena bakatnya dalam berbahasa Belanda.
Pengangkatan Abdul Muis sebagai klerk ini ternyata menimbulkan rasa ketidaksukaan bagi pegawai Belanda yang lain.
Hal itu kemudian membuat Abdul menjadi tidak betah untuk bekerja.
Pada 1905, Abdul pun memutuskan untuk keluar dari Departement van Onderwijs en Eredienst (Departemen Pendidikan) yang membawahi STOVIA setelah kurang lebih 2,5 tahun bekerja (1903-1905).
Surat kabar Bintang Hindia
Setelah keluar, Abdul Muis sempat menekuni berbagai pekerjaan lain, seperti sastra, jurnalistik, dan politik.