Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkosaan Massal Tahun 1998

Kompas.com - 19/11/2021, 10:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Selama empat hari Kerusuhan Mei 1998 berlangsung, sejak 13 Mei hingga 15 Mei 1998, hampir ada 200 pengaduan yang masuk tentang kasus perkosaan. 

Dari banyaknya kasus perkosaan tersebut, sebanyak 189 kasus terverifikasi kebenarannya.

Aksi perkosaan massal 1998 ini dilakukan sebagai modus untuk meneror masyarakat di dalam perubahan politik dengan menggunakan tubuh perempuan.

Baca juga: Reformasi Indonesia 1998: Latar Belakang, Tujuan, Kronologi, Dampak

Kasus Perkosaan Massal 1998

Sewaktu Kerusuhan Mei 1998 berlangsung, terjadi peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti. 

Saat itu, Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) diminta terjun ke lapangan untuk mengusut peristiwa tersebut lebih lanjut. 

TRK adalah kelompok relawan yang dibentuk pasca peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli).

TRK dibentuk oleh aktivis Sandyawan Sumardi atau Romo Sandy yang berisi aktivis dari Institut Sosial Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan wartawan.

Tanggal 12 Mei 1998, setelah pemakaman mahasiswa di Tanah Kusir, Ita Nadia, salah satu relawan TRK mendapat telepon dari Romo Sandy bahwa ada kejadian perkosaan.

Romo Sandy mengatakan perkosaan terjadi di daerah Jakarta Utara dan Ita diminta untuk pergi ke sana. 

Tidak berselang lama, Romo Sandy kembali menelepon Ita Nadia dan mengatakan bahwa ada perkosaan lagi di daerah Glodok. 

Baru saja hendak berangkat, masih dalam keadaan panik, Ita Nadia kembali mendapat panggilan bahwa di depan Trisakti terjadi penyerangan terhadap perempuan oleh sejumlah orang dengan menggunakan mobil.

Ita Nadia sendiri memang sebenarnya sudah terbiasa dengan berita perkosaan, tetapi bukan perkosaan politik. 

Setelah itu, Ita Nadia pergi ke Grogol dan temannya pergi ke Jakarta Utara. 

Sesampainya di Grogol, Ita Nadia mendapat telepon bahwa terjadi lagi kasus perkosaan di Jembatan Lima, Jembatan Dua, Jembatan Tiga, dan Pluit. 

Mengenang Ita Martadinata, Korban Perkosaan Massal 1998Kompasiana/Rudy Gunawan Mengenang Ita Martadinata, Korban Perkosaan Massal 1998

Dari banyaknya informasi mengenai kasus perkosaan yang masuk, saat itu Ita Nadia membawa tiga korban. 

Namun, ketika berada di bandara, Ita Nadia melihat ada tujuh korban lain yang sudah dalam keadaan panik dan stress.

Bahkan, ada juga didorong menggunakan kursi roda. 

Karena kondisi yang sudah tidak dapat ditangani lagi karena semakin banyaknya telepon yang masuk, akhirnya dibentuk Tim Relawan untuk Kemanusiaan Perempuan atau TRKP.

Dari malam hingga pagi seluruh tim TRKP terus melakukan identifikasi terhadap korban. 

Setelah itu, Ita Nadia bersama tim nya membentuk tim investigasi, tim pendampingan, dan tim pemindahan korban. 

Ita Nadia dan kawan-kawannya memutuskan untuk membuka saluran telepon, mengumumkan bahwa mereka butuh relawan, dan menggelar konferensi pers.

Terhitung Ita Nadia sudah menerima sebanyak 150 laporan kasus perkosaan dan semuanya terverifikasi. 

Aksi perkosaan ini menjadi modus untuk meneror masyarakat di dalam perubahan politik dengan menggunakan tubuh perempuan.

Baca juga: Penyebab Kerusuhan Mei 1998

Korban Perkosaan Massal

Korban pertama dalam perkosaan massal 1998 adalah seorang perempuan keturunan Tionghoa. 

Dalam tradisi Tionghoa, jika seseorang sudah diperkosa, hal tersebut menjadi aib yang besar untuk keluarga dan komunitas. 

Oleh sebab itu, dua korban perkosaan keturunan Tionghoa di Jembatan Tiga dan Jembatan Dua memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri karena sudah dianggap aib. 

Selain ada korban yang mengakhiri hidupnya, ada juga korban lain yang memilih untuk melarikan diri ke luar negeri. 

Tujuh korban melarikan diri ke New York dan dua orang ke Washington. 

Salah satu korban juga yang banyak diketahui adalah Ita Martadinata. 

Ita Martadinata adalah seorang aktivis HAM Indonesia yang baru berusia 18 tahun menjadi korban perkosaan massal 1998. 

Waktu itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah tahu, karena Ita Martadinata satu-satunya korban yang bersedia untuk bersaksi. 

Namun, beberapa hari sebelum Ita Martadinata hendak menyampaikan kesaksiannya, ia dibunuh. 

Penyebab kematian Ita Martadinata sendiri masih misterius. 

Selama kasus Perkosaan Massal 1998 terjadi, Tim Gabungan Pencari Fakta mencatat ada 168 korban kekerasan seksual yang melapor hingga 3 Juli 1998. 

Dalam kasus ini, ada dugaan bahwa aksi pemerkosaan dilakukan secara sistematis. 

Menurut Ita Nadia, tidak mungkin perkosaan hanya dilakukan dalam waktu 3 menit atau 5 menit, terlalu lama. 

Diduga modus yang dilakukan oleh para pelaku adalah mereka datang, merusak, menjarah, dan memperkosa. 

Baca juga: Kronologi Kerusuhan Mei 1998

Ramai Hingga ke Kancah Internasional

Kasus Perkosaan Massal 1998 ini juga didengar hingga ke kancah internasional, karena saat Soeharto lengser, pelapor khusus PBB kekerasan perempuan, Radhika Comaraswary, mengundang Ita untuk membawa kasus itu. 

Ada hampir 200 kasus perkosaan berdasarkan laporan dari semuanya. 

Tim TRK membawa 200 kasus tersebut ke Kolombo, Sri Lanka. Dari 200 laporan yang ada, total 189 korban yang terverifikasi. 

 

Referensi: 

  • Panggabean, Samsu Rizal. (2018). Konflik dan Perdamaian Etnis di Indonesia. Tangerang: PT Pustaka Alvabet.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com