Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan Sosial Melawan Kolonial Belanda

Kompas.com - 23/08/2021, 14:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dalam menghadapi penjajah Belanda, masyarakat Indonesia memiliki banyak cara untuk melawan.

Selain dengan kekuatan militer besar-besaran yang umumnya dimotori oleh pemimpin kerajaan, masyarakat desa biasanya mengadakan gerakan sosial sebagai bentuk protes.

Gerakan-gerakan sosial ini sering dianggap bersifat arkais, karena organisasi, program, serta strateginya masih sangat sederhana.

Oleh pemerintah kolonial, bahkan munculnya aksi gerakan sosial digolongkan dalam peristiwa kerusuhan yang kebanyakan tidak termasuk kategori perang besar seperti Perang Aceh.

Sekalipun pemberontakan dalam bentuk gerakan sosial biasanya dapat ditumpas dengan mudah, peristiwa ini tetap membuat pemerintah kolonial Belanda kerepotan.

Selama abad ke-19 dan ke-20, hampir setiap daerah di Jawa mengenal masa-masa pergolakan yang tercermin dalam bentuk gerakan sosial.

Secara luas, gerakan-gerakan itu dapat digolongkan menjadi tiga, sebagai berikut.

Gerakan Protes Petani

Gerakan Protes Petani termasuk ke dalam jenis gerakan sosial untuk melawan keadaan atau peraturan yang tidak adil.

Dalam hal ini, ideologi pokok yang mendorong timbulnya gerakan adalah adanya rasa dendam terhadap kondisi sosial ekonomi yang kurang memberikan tempat bagi kehidupan pendukungnya.

Gerakan Protes Petani pertama kali terjadi pada Februari dan Mei 1886 di Ciomas, yang masing-masing dipimpin oleh Arpan dan Mohammad Idris.

Gerakan ini berawal dari rasa tidak senang para petani terhadap pemerasan dan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial.

Selama beberapa dekade selanjutnya, Gerakan Protes Petani juga terjadi di sejumlah daerah di jawa, di antaranya:

  • Gerakan Protes Petani di Semarang, dipimpin oleh Sukaemi dan Raden Akhlad
  • Gerakan Protes Petani di Surabaya, dipimpin oleh Sadikin

Baca juga: Perang Guntung, Pemberontakan Rakyat Siak Melawan Belanda

Gerakan Ratu Adil

Gerakan Ratu Adil adalah sebuah gerakan yang bersifat revolusioner karena menghendaki suatu perubahan mutlak menuju zaman keemasan yang tidak mengenal penderitaan rakyat.

Gerakan ini berkembang karena adanya kepercayaan bahwa akan datang Sang Ratu Adil atau Imam Mahdi sebagai juru selamat, yang diyakini mampu membebaskan rakyat dari kesengsaraan, termasuk kesengsaraan akibat tekanan yang dilakukan pemerintah Belanda.

Gerakan Ratu Adil pertama kali muncul di Jawa Timur, lebih tepatnya di Sidoarjo, pada 1903.

Pemimpin gerakan ini bernama Kasan Mukmin, yang mengaku menerima wahyu dan mulai bertindak sebagai penjelmaan Imam Mahdi.

Jelang pemberontakan, Kasan Mukmin mengumpulkan banyak orang dan mengatakan mereka akan menang melawan Belanda karena kebal terhadap peluru.

Pada 27 Mei 1902, pertempuran terjadi antara kubu pemberontak Kasan Mukmin yang terdiri dari 100 orang melawan kubu pemerintah.

Pertempuran berakhir dalam waktu singkat dan Kasan Mukmin terbunuh karena menolak untuk ditawan, sedangkan sebanyak 83 rombongannya menjadi tawanan pemerintah.

Setelah pergolakan Kasan Mukmin, tercatat ada beberapa Gerakan Ratu Adil yang dilancarkan di Jawa, di antaranya:

  • Gerakan Ratu Adil di Kediri yang dipimpin oleh Dermojoyo (1907)
  • Gerakan Ratu Adil di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Dietz (1918)
  • Gerakan Ratu Adil di Mojokerto yang dipimpin oleh Suropati Ngalogo (1923)

Baca juga: Perlawanan Terhadap VOC di Maluku, Makassar, Mataram, dan Banten

Gerakan Samin

Gerakan Samin pertama kali dilancarkan oleh pengikut ajaran Saminisme pada akhir abad ke-19.

Berbeda dengan dua gerakan sosial sebelumnya, ini dilakukan tanpa kekerasan. Seperti contohnya dengan aksi tidak membayar pajak dan menolak untuk patuh terhadap peraturan pemerintah kolonial.

Latar belakang Gerakan Samin adalah adanya tekanan ekonomi yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda serta kekhawatiran dari petani berkecukupan akan hilangnya kedudukan atau statusnya.

Tokoh Samin yang memimpin gerakan melawan penjajah adalah Samin Surosentiko, yang berasal dari Blora, Jawa Tengah.

Meski bukti yang dikumpulkan pemerintah tidak cukup untuk menuduh Samin merencanakan pemberontakan, ia tetap dibuang ke Padang hingga kematiannya pada 1914.

Pasca kepergian Surosentiko, Gerakan Samin terus hidup dan berkembang walaupun dengan lambat.

Tercatat pada 1908, seorang bernama Wongsoredjo menyebarkan ajaran Samin di dekat Madiun dengan mengajak pengikutnya untuk tidak membayar pajak dan melakukan kerja rodi.

Memasuki dekade kedua abad ke-20, Gerakan Samin semakin meningkat dan ada yang disertai kekerasan.

Seperti contohnya Gerakan Samin di Grobogan yang dipimpin oleh Surohidin dan Pak Engkrak.

Selain menolak untuk membayar pajak dan menaati peraturan pemerintah, mereka juga sempat menyerang kepala desa.

 

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com