Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Trunojoyo Memberontak dari Amangkurat I?

Kompas.com - 18/08/2021, 15:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Amangkurat I adalah putra dari Sultan Agung yang memerintah Kerajaan Mataram Islam periode 1646-1677.

Sayangnya, Amangkurat I gagal memertahankan kejayaan Mataram yang telah diraih pada masa pemerintahan ayahnya.

Bahkan ia dikenal sebagai penguasa yang kejam dan sewenang-wenang terhadap rakyat maupun pejabat istananya sendiri.

Oleh karena itu, periode pemerintahannya pun dipenuhi dengan kerusuhan, dan yang terbesar adalah Pemberontakan Trunojoyo.

Pemberontakan ini dilancarkan oleh pangeran Madura, Raden Trunojoyo, pada sekitar tahun 1670-an.

Lantas, apa yang menyebabkan Trunojoyo melakukan perlawanan terhadap Amangkurat I?

Baca juga: Amangkurat I, Raja Kesultanan Mataram yang Zalim

Penyebab perlawanan Trunojoyo

Sejak naik takhta pada 1646, Amangkurat I tidak segan membunuh siapapun yang dianggap tidak patuh dan berusaha merongrong kekuasaannya.

Setidaknya ia telah membantai sekitar 5.000 hingga 6.000 orang yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak.

Di antara korbannya tersebut adalah ulama dan bangsawan, termasuk adiknya yang bernama Pangeran Alit dan keluarga mertuanya sendiri.

Selain itu, Amangkurat I juga dibenci karena sangat lunak terhadap Belanda.

Suatu ketika, Amangkurat I terlibat konflik dengan putranya, Raden Mas Rahmat atau Pangeran Adipati Anom, yang merasa cemas karena statusnya sebagai putra mahkota akan dialihkan ke saudaranya.

Pangeran Adipati Anom kemudian menjalin kesepakatan dengan Pangeran Trunojoyo untuk mengkudeta ayahnya.

Pangeran Trunojoyo sebenarnya masih termasuk keturunan Sultan Agung. Akan tetapi, ia selalu menganggap penguasaan Mataram atas Madura yang terjadi pada masa pemerintahan Sultan Agung adalah sebuah bentuk penjajahan.

Melihat perangai buruk Amangkurat I, niat Trunojoyo untuk memberontak pun semakin besar.
Oleh karena itu, ketika mendengar tawaran Pangeran Adipati Anom, Trunojoyo pun dengan senang menerimanya.

Terlebih lagi, Pangeran Adipati Anom berjanji akan memberikan sebagian besar wilayah Masura apabila ia berhasil merebut takhta Mataram.

Baca juga: Kerajaan Mataram Islam: Pendiri, Kehidupan Politik, dan Peninggalan

Jalannya Pemberontakan Trunojoyo

Selain Pangeran Adipati Anom, Trunojoyo bekerjasama dengan banyak pihak untuk melawan Amangkurat I.

Termasuk rakyat dan pejabat Mataram, masyarakat Madura, hingga orang-orang Makassar yang dipimpin oleh Karaeng Galesong.

Orang-orang Makassar ini juga menaruh dendam terhadap Amangkurat I yang pernah melecehkan Sultan Hasanuddin.

Dalam perkembangannya, pasukan Trunojoyo pun semakin kuat karena dukungan berbagai pihak yang merasa sakit hati dengan sultan Mataram.

Gabungan pasukan Trunojoyo yang berjumlah sekitar 9.000 orang berhasil merebut sebagian besar pantai utara Jawa.

Pada September 1676, Karaeng Galesong mempimpin pasukan untuk merebut Surabaya hingga akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara Mataram di Gegodog, sebelah timur Tuban.

Meski jumlah tentara Mataram lebih banyak, para pemberontak berhasil memenangkan pertempuran.

Puncak kemenangan Trunojoyo diraih pada pertengahan 1677, saat dirinya berhasil menduduki ibu kota Mataram di Plered hingga memaksa Amangkurat I yang sedang sakit menyingkir ke arah Cirebon untuk meminta bantuan kepada VOC.

Dalam pelariannya, Amangkurat I meninggal dan Pangeran Adipati Anom menjadi panik.

Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Mataram Islam

Amangkurat II bersekutu dengan VOC

Setelah kemenangan para pemberontak di Plered, Pangeran Adipati Anom dan Pangeran Trunojoyo, yang sebelumnya bersekutu, justru terlibat konflik.

Hal ini membuat Pangeran Trunojoyo tidak menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Adipati Anom, yang naik takhta dengan gelar Amangkurat II, seperti kesepakatan sebelumnya.

Akibatnya, Pangeran Adipati Anom memilih untuk beralih ke pihak ayahnya dan meminta bantuan VOC untuk memadamkan perang Trunojoyo.

Meski syarat yang diberikan VOC atas bantuannya sangat merugikan Mataram, Amangkurat II tetap menyetujuinya.

Pasukan VOC yang didukung oleh tentara Arung Palakka dari Bone pun segera menyerbu Trunojoyo.

Pertempuran berakhir ketika Trunojoyo tertangkap di Kediri pada 1679 dan ditusuk oleh Amangkurat II menggunakan keris hingga tewas pada 1680.

 

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com