KOMPAS.com - Sultan Ali Mughayat Syah merupakan pendiri dan raja yang pertama kali memimpin Kerajaan Aceh.
Meski bukan penguasa pertama di Aceh, ia dianggap sebagai pendiri Kesultanan Aceh Darussalam karena berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di bawah payung kekuasaannya.
Pada awal pemerintahannya, wilayah Kerajaan Aceh semakin berkembang hingga mencakup Daya, Deli, Pedir, Pasai, dan Aru.
Sultan Ali Mughayat Syah juga melakukan perlawanan terhadap kedudukan Bangsa Portugis di Malaka.
Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada 1496 M. Akan tetapi, kerajaan ini baru mendapatkan kedaulatan penuh pada awal abad ke-16.
Sultan Ali Mughayat Syah adalah panglima perang dan putra dari Syamsu Syah, keturunan Dinasti Meukuta Alam yang berkuasa di Aceh kala itu.
Ketika peran Portugis di sekitar Selat Malaka semakin besar, Sultan Ali Mughayat Syah mulai menyusun kekuatan dengan menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di bawah payung Kerajaan Aceh.
Selain itu, ia juga membentuk angkatan darat dan laut yang kuat demi membangun kerajaan yang kokoh.
Setelah mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam, Sultan Ali Mughayat Syah meletakkan dasar-dasar politik luar negeri, yang isinya sebagai berikut.
Baca juga: Kerajaan Aceh: Raja-raja, Puncak Kejayaan, Keruntuhan, dan Peninggalan
Sumbangan Sultan Ali Mughayat Syah yang paling besar adalah berhasil membebaskan Aceh dari upaya penjajagan Portugis.
Pada 1511, bangsa Portugis telah menaklukkan Malaka. Akan tetapi, ambisi mereka untuk menduduki Aceh tidak dapat terwujud dengan mudah.
Seperti diketahui, Sultan Ali Mughayat Syah adalah salah satu tokoh yang berhasil mengusir Portugis dari Aceh.
Kontak langsung pertama antara Aceh dan Portugis terjadi pada 1519, ketika Gaspar da Costa yang tiba dengan kapalnya ditangkap oleh penduduk setempat.
Tahun berikutnya, Sultan Ali Mughayat Syah mulai mengadakan serangkaian kampanye militer untuk mendominasi wilayah utara Sumatera.
Dalam usahanya melawan Portugis, Sultan Ali Mughayat Syah didampingi oleh Raja Ibrahim, adik sekaligus tangan kanannya yang paling berani.
Raja Ibrahim lah yang memimpin serangan untuk mengusir Portugis di Daya, Pedir, dan Samudera Pasai.
Baca juga: Sultan Haji, Raja Kesultanan Banten yang Berkhianat demi Kekuasaan
Pada 1521, armada Portugis di bawah pimpinan Jorge de Brito tiba dengan membawa 200 pasukan.
Pasukan tersebut berhasil dibantai oleh Sultan Ali Mughayat Syah yang membawa sekitar 1.000 pasukan dan enam gajah.
Sayangnya, perjuangan Raja Ibrahim terhenti pada 1523, karena gugur di medan perang.
Kemenangan demi kemenangan itu membuat Kerajaan Aceh semakin kuat karena mendapatkan banyak barang rampasan berupa peralatan perang.
Pada 1529, Kerajaan Aceh sebenarnya tengah mengadakan persiapan untuk menyerang Portugis di Malaka.
Akan tetapi, niatan itu urung dilakukan karena Sultan Ali Mughayat Syah lebih dulu wafat pada 1530.
Dari batu nisan yang ditemukan di Kandang XII, Banda Aceh, diketahui bahwa Sultan Ali Mughayat Syah wafat pada tanggal 7 Agustus.
Setelah itu, takhta Kerajaan Aceh jatuh ke tangan Sultan Salahuddin, putra sulung Sultan Ali Mughayat Syah.
Referensi: