Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keraton Surosowan: Fungsi dan Sejarah Berdirinya

Kompas.com - 03/07/2021, 15:46 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Sumber Kemdikbud

KOMPAS.com - Keraton Surosowan merupakan peninggalan Kerajaan Banten yang terletak di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang.

Keraton atau Benteng Surosowan ini didirikan antara 1526-1570, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Kerajaan Banten.

Bangunan ini dulunya menjadi tempat tinggal sultan beserta keluarga dan pengikutnya.

Fungsi Keraton Surosowan lainnya adalah sebagai pusat kerajaan dalam menjalankan pemerintahan.

Sayangnya, bangunan yang pernah menjadi saksi kejayaan Kerajaan Banten ini kondisinya tidak utuh lagi.

Sekarang Keraton Surosowan hanya berupa puing-puing reruntuhan, pondasi ruangan-ruangan berbentuk segi empat, dan kolam karena dihancurkan oleh Belanda pada 1813.

Baca juga: Kerajaan Banten: Sejarah, Masa Kejayaan, Kemunduran, dan Peninggalan

Sejarah berdirinya Keraton Surosowan

Pembangunan keraton ini bermula saat Sunan Gunung Jati, yang berhasil merebut Banten bersama pasukan dari Demak, menyerahkan pemerintahan kepada putranya, Maulana Hasanuddin.

Keraton Surosowan dibangun dalam empat tahap. Pada fase awal, dibangun dinding yang mengelilingi keraton dari susunan bata yang lebarnya mencapai 100-125 meter.

Pada fase kedua, dibangunlah dinding bagian dalam yang berfungsi sebagai penahan tembakan dan bastion (sudut benteng berbentuk intan).

Pembangunan fase ketiga meliputi pendirian ruang-ruang di sepanjang dinding utara dan penambahan lantai untuk mencapai dinding penahan.

Pada fase keempat, dilakukan perubahan pada gerbang utara dan gerbang timur.

Dalam sejarahnya, Keraton Surosowan pernah beberapa kali mengalami penghancuran.

Keruntuhan pertama terjadi pada 1680, ketika perang antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji.

Setelah Sultan Haji berhasil naik takhta karena bantuan VOC, Keraton Surosowan diperbaiki.

Sultan Haji meminta bantuan seorang arsitek Belanda bernama Hendrik Laurenzns Cardeel, untuk membangun kembali keratonnya.

Atas jasanya itu, Laurenzns Cardeel yang kemudian masuk islam diberi gelar Pangeran Wiraguna oleh sultan.

Pada 1808, Keraton Surosowan dihancurkan oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Herman William Daendels.

Serangan ini terjadi karena pihak Kesultanan Banten menolak tiga permintaan Belanda, yaitu:

  • Sultan harus mengirimkan 1000 orang rakyat setiap hari untuk dipekerjakan di Ujung Kulon.
  • Menyerahkan Patih Mangkubumi Wargadiraja ke Batavia
  • Sultan harus memindahkan keratonnya ke daerah Anyer, karena Surosowan akan dijadikan benteng Belanda

Baca juga: Masjid Agung Banten: Sejarah, Arsitektur, dan Akulturasi Budaya

Bangunan Keraton Surosowan

Bangunan Keraton Surosowan memiliki kemiripan dengan benten kolonial.

Pada bagian luarnya dikelilingi dinding berbentuk benteng setinggi 7,25 meter dan bastion, yang digunakan untuk memantau kondisi di sekitar keraton.

Bastion keraton ini berjumlah empat, dan di antara bastion tersebut terdapat bangunan melengkung.

Keraton Surosowan memiliki beberapa pintu masuk, tetapi saat ini hanya tersisa dua pintu saja yang terletak di bagian utara dan timur.

Pada bagian tengahnya terdapat bekas pemandian sultan dan beberapa kolam lainnya yang disebut Rara Denok dan Pancuran Mas.

Sumber air pemandian tersebut dari suatu tempat bernama Tasikardi, atau danau buatan yang terletak di sebelah selatan keraton.

Saat ini, sebagian besar sisa-sisa bangunan Keraton Surosowan telah terpendam di dalam tanah.

Sisa-sisa bangunan yang masih dapat dilihat setelah dilakukan pemugaran antara lain tembok keliling, struktur pondasi bangunan, struktur lantai, saluran air, kolam pemandian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com