KOMPAS.com - Maulana Hasanuddin adalah putra Sunan Gunung Jati yang menjadi raja pertama Kesultanan Banten.
Ia naik takhta pada 1552 Masehi dan berkuasa hingga 1570 Masehi.
Maulana Hasanuddin adalah putra kedua Sunan Gunung Jati dari istrinya, Nyi Kawunganten, yang merupakan putri Bupati Banten, Prabu Surosowan.
Oleh Prabu Surosowan, Maulana Hasanuddin diberi gelar Pangeran Sabakingkin.
Selama 18 tahun pemerintahannya, Kesultanan Banten berhasil menguasai Lampung yang banyak menghasilkan rempah-rempah.
Selain itu, Banten berkembang menjadi bandar perdagangan dan penyebaran agama Islam.
Baca juga: Kerajaan Banten: Sejarah, Masa Kejayaan, Kemunduran, dan Peninggalan
Sebelum periode Islam, Banten telah menjadi kota pelabuhan berpengaruh yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran.
Sepeninggal Prabu Surosowan, pemerintahan Banten diwariskan kepada putranya yang bernama Pangeran Arya Surajaya atau Prabu Pucuk Umun.
Sesuai wasiat ayahnya, Prabu Pucuk Umun bertekad memegang teguh ajaran Sunda Wiwitan yang telah mereka yakini secara turun temurun.
Hal inilah yang membuat hubungannya dengan keponakannya, Maulana Hasanuddin, menjadi kurang baik.
Sebab, Maulana Hasanuddin berupaya menyebarkan agama Islam di Banten.
Untuk menyelesaikan masalah, keduanya sepakat untuk melakukan pertarungan ayam sebagai ganti berperang fisik.
Pertarungan ayam tersebut dimenangkan Maulana Hasanuddin, sedangkan Prabu Pucuk Umun yang kalah memilih untuk meninggalkan Banten.
Sebelum pergi, Prabu Pucuk Umun menyerahkan golok dan tombak sebagai tanda bahwa kekuasaan Banten resmi jatuh ke tangan Maulana Hasanuddin.
Di saat yang sama, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah berhasil merebut Banten dari Pajajaran, yang bersekutu dengan Portugis.
Kedatangan Sunan Gunung Jati ke Banten adalah bagian dari misi Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak untuk mengusir Portugis dari nusantara.
Setelah berhasil menguasai Banten, Sunan Gunung Jati segera mengambil alih pemerintahan, tetapi tidak mengangkat dirinya sebagai raja.
Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Banten
Pada 1552 M, Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon dan menyerahkan Banten kepada Maulana Hasanuddin.
Banten, yang awalnya hanya kadipaten, kemudian diubah menjadi kerajaan yang berada di bawah Kesultanan Demak.
Dengan begitu, Maulana Hasanuddin resmi menjadi raja pertama Kesultanan Banten.
Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Banten mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang.
Kesultanan Banten adalah kerajaan maritim yang mengandalkan perdagangan untuk menopang perekonomian kerajaan.
Untuk memudahkan hubungan dagang dengan pesisir Sumatera melalui Selat Sunda, pusat pemerintahannya kemudian dipindahkan dari pedalaman Banten Girang ke pesisir.
Di kawasan teluk Banten, Maulana Hasanuddin membangun tiga institusi penting sebagai motor perubahan kerajaannya.
Tiga institusi tersebut adalah masjid (sebagai basis kegiatan sosial keagamaan), Kraton Surosowan (pusat pemerintahan), dan pelabuhan (sentra ekonomi).
Di tangan Sultan Maulana Hasanuddin, Banten dikenal sebagai bandar besar yang menjadi persinggahan utama dan penghubung antara pedagang dari Arab, Parsi, India dan Cina dengan negara-negara di Nusantara.
Selain itu, Kesultanan Banten juga menguasai Lampung yang banyak menghasilkan rempah-rempah.
Di era Sultan Maulana Hasanuddin pula, Banten dapat melepaskan diri dari Demak pada 1568 M.
Sultan Maulana Hasanuddin wafat pada 1570 dan dimakamkan di Masjid Agung Banten.
Ia juga dikenal sebagai Pangeran Surowosan karena telah mendirikan Keraton Surosowan.
Baca juga: Kerajaan Cirebon: Letak, Pendiri, Masa Kejayaan, dan Peninggalan
Sejak sebelum dinobatkan sebagai raja pertama Kesultanan Banten, Maulana Hasanuddin telah aktif menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut.
Dalam menjalankan dakwahnya, ia berkeliling dari satu daerah ke daerah lain.
Maulana Hasanuddin menggunakan cara-cara yang dikenal oleh masyarakat setempat, seperti menyabung ayam ataupun mengadu kesaktian.
Hal ini pula yang membuat pengaruh agama Islam ke dalam kehidupan masyarakat Banten sangat dalam.
Hingga akhir hayatnya, Maulana Hasanuddin terus berusaha mengislamkan orang-orang kafir di Banten.
Atas jasanya itu, Banten menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di nusantara pada masa perkembangannya.
Bahkan banyak orang-orang dari luar Banten yang sengaja datang untuk belajar ilmu agama Islam.
Referensi: