Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Persiapan Kemerdekaan Indonesia

Banyak yang dilakukan untuk persiapan kemerdekaan Indonesia hingga tercapai peristiwa proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Proses menuju kemerdekaan mencakup pembentukan panitia persiapan kemerdekaan Indonesia, serta peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sebelum proklamasi kemerdekaan.

Berikut penjelasan mengenai persiapan yang dilakukan menjelang peristiwa proklamasi kemerdekaan.

Pembentukan BPUPKI

Awal persiapan kemerdekaan dimulai sejak pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai, pada awal 1945.

Melansir esi.kemdikbud.go.id, harapan kemerdekaan Indonesia sebenarnya telah terpupuk sejak Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengumumkan kesempatan bagi bangsa Indonesia berperan dalam politik dan pemerintahan, dalam sidang Parlemen Jepang di Tokyo pada 16 Juni 1943.

Ketika Jepang mulai kewalahan menghadapi Sekutu dalam Perang Dunia II, Perdana Menteri Jepang berikutnya, Kuniaki Koiso, mengumumkan bahwa Indonesia diperkenankan untuk merdeka di kemudian hari.

Janji kemerdekaan yang dikenal dengan Janji Koiso diberikan pada 7 September 1944 karena Jepang membutuhkan dukungan dari rakyat Indonesia dalam perang melawan Sekutu.

Sehari setelah itu, Indonesia boleh mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Ketika Indonesia mulai mempertanyakan janji Jepang terkait kemerdekaan, pada 1 Maret 1945, panglima tentara Jepang Letnan Jenderal Kumakichi Harada mengumumkan dibentuknya badan untuk menyelidiki dan mempelajari hal penting terkait tata pemerintahan atau pembentukan negara Indonesia merdeka.

Badan yang kemudian dikenal sebagai BPUPKI dibentuk pada 29 April 1945, bersamaan dengan diumumkan nama-nama anggotanya oleh Jepang.

Anggota BPUPKI terdiri dari tokoh-tokoh Indonesia, terutama dari golongan kooperatif, dan tujuh orang Jepang.

Sebagai ketua, dipilih dr. Radjiman Wedyodiningrat, yang didampingi Ichibangase Yoshio dan RP Suroso sebagai wakil.

BPUPKI diresmikan pada 28 Mei 1945 di Gedung Chuo Sangi In (sekarang Gedung Pancasila).

Setelah diresmikan, BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali, yakni pada 29 Mei 1945-1 Juni 1945 dan 10-17 Juli 1945.

Agenda utama sidang pertama BPUPKI adalah membahas mengenai dasar negara. Namun, hingga hari terakhir sidang, baru terbentuk rancangan dasar negara karena para tokoh belum mencapai kesepakatan.

Oleh sebab itu, dibentuk Panitia Kecil, yang kemudian dirombak menjadi Panitia Sembilan.

Panitia Sembilan bertugas membahas lebih lanjut rancangan dasar negara yang masih mengalami kebuntuan, ketika BPUPKI dalam masa reses (masa istirahat) di antara dua sidangnya.

Hasilnya pada 22 Juni 1945, panitia ini berhasil merumuskan dokumen berisi batang tubuh Undang-Undang Dasar (UUD), yang disebut Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.

Di dalam Piagam Jakarta terdapat dasar negara Indonesia sesuai pidato Soekarno pada 1 Juni 1945, yang kemudian dikenal sebagai Pancasila.

Pada sidang kedua, anggota BPUPKI membahas mengenai bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan UUD, ekonomi dan keuangan, pembelaan, pendidikan serta pengajaran.

Hasil dari sidang kedua ini adalah disepakatinya rancangan UUD. Dengan demikian, tugas BPUPKI telah berakhir.

Secara umum, berikut ini peran BPUPKI dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Pembentukan PPKI

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritzu Junbi Iinkai adalah komite yang dibentuk Jepang untuk menggantikan BPUPKI yang telah menyelesaikan tugasnya.

PPKI dibentuk oleh Panglima Tentara Jepang di Asia Tenggara Jenderal Hisaichi Terauchi pada 7 Agustus 1945, bersamaan dengan pembubaran BPUPKI.

Berbeda dari BPUPKI, semua anggota PPKI yang dipilih langsung oleh Terauchi merupakan orang Indonesia.

PPKI diketuai oleh Soekarno dan wakilnya adalah Hatta. Alasan Pemerintah Jepang membentuk PPKI adalah untuk menjamin bahwa kemerdekaan yang mereka janjikan kepada Indonesia akan segera diwujudkan.

Di saat yang sama, Jepang sebenarnya juga meminta jaminan bahwa bangsa Indonesia akan siap membantu negaranya, untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya.

Pada saat pembentukan PPKI diumumkan kepada Soekarno dan Hatta di Vietnam, Jepang sebenarnya tidak lagi berdaya karena dua kotanya telah dihancurkan oleh bom atom kiriman Amerika Serikat.

Terauchi menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia dapat diumumkan jika persiapannya sudah selesai.

Setibanya di Indonesia pada 14 Agustus, Soekarno mengabarkan bahwa kemerdekaan sebentar lagi dan diserahkan sepenuhnya kepada bangsa Indonesia lewat PPKI.

Sebelum PPKI sempat melaksanakan sidang, berita tentang penyerahan Jepang terhadap Sekutu sudah didengar golongan muda.

Berita ini mendapat dua reaksi yang berbeda dari golongan tua dan golongan muda.

Golongan muda memandang bahwa kemerdekaan harus segera diumumkan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa menunggu sidang PPKI.

Mereka tidak ingin kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai pemberian Jepang, mengingat PPKI adalah inisiatif dari Jepang.

Sementara golongan tua perpendapat bahwa kemerdekaan harus disiapkan dengan matang melalui PPKI, guna menghindari konfrontasi dari Jepang yang dapat merugikan rakyat Indonesia sendiri.

Perbedaan pendapat ini melahirkan Peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.

Pada peristiwa ini, Soekarno dan Hatta "diculik" oleh golongan muda ke Rengasdengklok dengan tujuan mendesak kedua tokoh untuk segera melakukan proklamasi kemerdekaan serta menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang.

Perselisihan dapat diselesaikan ketika Achmad Soebardjo, salah satu tokoh golongan tua, menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dan menjamin proklamasi kemerdekaan terlaksana pada 17 Agustus 1945, di Jakarta.

Soekarno dan Hatta telah tiba kembali di Jakarta pada 16 Agustus malam.

Penyusunan naskah proklamasi

Setibanya di Jakarta, Soekarno dan Hatta sempat menemui Mayor Jenderal Nishimura untuk mendiskusikan terkait kemerdekaan Indonesia.

Nishimura bersikeras dirinya bertanggungjawab menjaga status quo sampai datangnya pasukan Sekutu.

Karena tidak mencapai kata sepakat, Soekarno dan Hatta meninggalkan rumah Nishimura menuju kediaman Laksamana Maeda, seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang.

Di rumah Maeda, Soekarno, Hatta, Soebardjo, Sukarni, Sayuti Melik, dan beberapa tokoh lain, mulai menyusun teks proklamasi.

Naskah yang dirumuskan bersama dan ditulis tangan Soekarno, kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Pertemuan resmi diakhiri pada 17 Agustus pukul 03.00 dini hari.

Akhirnya, pada 17 Agustus 1945, pukul 10.00, proklamasi dibacakan di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

Setelah Soekarno membacakan teks proklamasi didampingi Hatta, Latif Hendraningrat, S Suhud, dan SK Trimurti, mengibarkan bendera yang dijahit Fatmawati dengan iringan lagu Indonesia Raya.

Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 menandai kelahiran negara baru dan revolusi Indonesia.

Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, atau pada 18 Agustus 1945, PPKI baru menggelar sidang pertamanya.

Beberapa peran PPKI dalam melaksanakan tugas mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yaitu:

  • Mengesahkan pembukaan, batang tubuh, aturan peralihan UUD
  • Mengesahkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
  • Menetapkan presiden dan wakil presiden, yakni Soekarno dan Mohammad Hatta
  • Memutuskan pembagian wilayah Indonesia atas delapan provinsi dan calon gubernurnya
  • Memutuskan pembentukan Komite Nasional Pusat dan Daerah

https://www.kompas.com/stori/read/2024/04/16/170000279/sejarah-persiapan-kemerdekaan-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke