Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Tokoh Politik Etis

KOMPAS.com - Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah sebuah pemikiran yang menegaskan bahwa pemerintah kolonial Belanda memiliki tanggung jawab moral untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan penduduk di wilayah jajahannya di Indonesia.

Melalui Politik Etis, pemerintah Belanda diminta untuk melakukan balas budi atas kekejaman mereka mengeksploitasi sumber daya alam maupun sumber daya manusia Indonesia.

Kebijakan Politik Etis, yang meliputi program irigasi, edukasi, dan imigrasi, diterapkan dari tahun 1901 hingga 1942, atau selama periode akhir penjajahan Belanda di Indonesia.

Politik Etis hadir berkat kesadaran sebagian tokoh Belanda yang merasa prihatin terhadap kesejahteraan dan kondisi penduduk pribumi.

Lalu, siapa saja tokoh-tokoh yang merintis Politik Etis?

Pieter Brooshooft

Pieter Brooshooft merupakan seorang wartawan koran De Locomotief, yang dikenal sebagai salah satu tokoh pencetus Politik Etis.

Dimulai dari perjalanannya mengelilingi Pulau Jawa pada tahun 1887, Brooshooft melihat bagaimana kondisi rakyat pribumi yang memprihatinkan akibat kebijakan tanam paksa pemerintah Hindia Belanda.

Setelah itu, Brooshooft menulis laporan tentang kondisi rakyat Jawa dan menyampaikannya kepada 12 tokoh politisi terkemuka Belanda.

Laporan tersebut dilengkapi lampiran setebal buku, yang berisi fakta-fakta yang dikumpulkan dan ditandatangani oleh 1255 orang.

Di dalam laporan tersebut, disampaikan tuntutan untuk membentuk Partai Hindia agar kepentingan Hindia Belanda dapat terwakili di parlemen.

Bermula dari laporan itulah, Brooshooft mengusulkan kebijakan Politik Etis, dengan harapan pemerintah kolonial akan lebih memperhatikan kesejahteraan para bumiputra yang terbelakang.

Brooshooft menulis pamflet berjudul “Haluan Etis dalam Politik Kolonial”, yang kemudian menjadi awal mulai dikenalnya istilah politik etis.

Conrad Theodor van Deventer

Conrad Theodor van Deventer adalah seorang pengacara, penulis, dan anggota parlemen Belanda.

Ia merupakan salah satu pelopor Politik Balas Budi. Bahkan, tiga kebijakan Politik Etis (irigasi, edukasi, imigrasi) disebut sebagai Trilogi Van Deventer atau Trias Van Deventer.

Melalui tulisan tentang Hindia Belanda yang berjudul "Een Eereschuld" (Utang Kehormatan), yang dimuat di majalah De Gids pada 1899, Van Deventer menyampaikan kritiknya.

Ia menegaskan bahwa pemerintah Belanda telah memanfaatkan wilayah jajahannya untuk memperkaya negeri sendiri dan meraih keuntungan besar.

Disebutkan bahwa dalam rentang waktu 1867-1878, Belanda telah meraup keuntungan sebesar 187 gulden.

Menurut Van Deventer, sudah seharusnya Belanda melakukan balas budi kepada rakyat pribumi atas keuntungan yang didapatkan, dan merupakan suatu utang kehormatan yang harus dipenuhi.

Pemikiran Van Deventer menggugah pemerintah kolonial Belanda untuk lebih memikirkan nasib wilayah jajahannya.

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina, yang baru naik takhta, menegaskan bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan utang budi terhadap bumiputera di Hindia Belanda.

Ratu Wilhelmina mewujudkan program balas budinya ke dalam kebijakan Politik Etis, yang segera diterapkan di Hindia Belanda pada 1901.

Eduard Douwes Dekker

Eduard Douwes Dekker merupakan penulis buku Max Havelaar, yang dikenal dengan nama pena Multatuli.

Melalui Max Havelaar atau Lelang Kopi Perdagangan Belanda yang terbit tahun 1860, Douwes Dekker menjelaskan bagaimana keadaan rakyat pribumi yang terimpit pemerintah kolonial Belanda dan penguasa lokal.

Ia mengajukan tuntutan kepada pemerintah Belanda untuk memperhatikan kehidupan rakyat Indonesia.

Untuk itu, Douwes Dekker mengusulkan agar Belanda melakukan tindakan balas budi kepada rakyat Indonesia, dengan mencanangkan tiga hal, yaitu:

  • Pendidikan yang layak untuk masyarakat Indonesia
  • Membangun saluran pengairan
  • Memindahkan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya

Referensi:

  • Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened Poesponegoro. (1990). Sejarah Nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (1900-1942). Jakarta: Balai Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2024/03/13/120000679/3-tokoh-politik-etis

Terkini Lainnya

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Stori
Jumlah Pasukan Perang Badar

Jumlah Pasukan Perang Badar

Stori
Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Stori
Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Stori
Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Stori
Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Stori
Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Stori
Sejarah Kelahiran Jong Java

Sejarah Kelahiran Jong Java

Stori
7 Fungsi Pancasila

7 Fungsi Pancasila

Stori
Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Stori
JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

Stori
Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Stori
Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Stori
Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Stori
Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke