Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Liga Inggris dan Klasemen Setelah Dua Debat Pilpres 2024

Dua debat pilpres ini berjalan sengit, baik kontestan, apalagi pendukungnya. Kita, termasuk penulis, beradu argumen setelah berdebat, terutama dengan kubu yang tak sehaluan.

Penonton terus bersorak pascakontestasi jika mengingat polah dahsyat sang calon, dan tentu tak habis merisak jika ada kata dan perilaku pasangan yang jelek dan meme-able.

Jadi, kalau kita perhatikan, sebelum dan setelah debat, bagaimana caranya jagoan yang diusung ada di "klasemen" top of mind dan elektibilitas tertinggi.

Saking sengitnya, segala celah dibahas terus. Bukankan ini mirip para penggemar Premier League, Liga Inggris, sebagai liga terseru-terbanyak penontonnya di dunia?

Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sedikit mengingatkan pada Liverpool, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming banyak irisan dengan Manchester City, sementara Ganjar Pranowo-Mahfud MD punya potongan Manchester United.

Kita mulai dengan yang terbanyak simiralitas-nya, yakni pasangan nomor dua dengan klub berjuluk "The Citizen"-nya.

Prabowo-Gibran mengambil tiket berlaga dengan kontroversi aturan yang diakali, yakni batasan umur Mahkamah Konstitusi (MK).

Sekalipun kontroversi, namun pasangan ini sudah jadi rahasia umum paling kuat didukung oleh sang juara, yakni presiden petahana, Joko Widodo.

Bukan hanya endorsement moral, sokongan modal kampanye paling tajir dari dua paslon lainnya.

Ketua Tim Suksesnya saja eks Ketua KADIN dan Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat. Demikian pula jajaran elite partai pengusung dan anggota elite di dalamnya yang selama ini punya akses luas pada materi duniawi.

Bukankah ini mengingatkan pada Manchester City, yang juara Premier League, tiga musim terakhir, yakni 2020–2021, 2021–2022, dan 2022–2023.

Dan mereka juara, suka tidak suka, ada dalam rangkaian dua pelanggaran yang terbukti bersalah oleh dua otoritas liga, yakni Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) dan FA (Footbal Association) Premier League.

UEFA pada 2020 mendakwa The Citizen karena melakukan pelanggaran serius FFP (Financial Fair Play) antara tahun 2012 dan 2016.

Imbasnya, mereka sempat dilarang mengikuti Liga Champions dua tahun sebelum hukuman itu dibatalkan karena The Citizen berhasil banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS).

Sementara FA, pada Februari 2023, umumkan hal sama, yakni Manchester City telah melanggar sejumlah aturan FFP setelah dilakukan penyelidikan selama empat tahun, yakni dugaan pelanggaran aturan antara 2009 sampai 2018.

"Sesuai Peraturan Liga Primer Pasal 82 No 1, Liga Primer Inggris menegaskan bahwa hari ini telah merujuk sejumlah dugaan pelanggaran peraturan oleh Manchester City Football Club (Klub)," tulis Liga Primer Inggris di situs resmi, Senin (6/2/2023).

Intisari pelanggaran keduanya sama, yakni klub biru langit itu mengakali laporan keuangan. Pendapatan, biaya operasional, kesepakatan sponsor, hingga remunerasi kontrak pelatih direkayasa agar tidak terlalu tinggi sehingga sesuai dengan aturan FFP. Akal-akalan aturan agar tidak terlihat boros, jor-joran, dan bisa beli segalanya.

Di lain pihak, klub Everton per 17 November lalu, juga dihukum hal sama karena mereka akali aturan, yakni rugi resmi dalam tiga tahun sebesar lebih dari 105 juta poundsterling, padahal sesungguhnya 124,5 juta poundsterling selama antara tahun 2018 dan 2021.

Jika Manchester City melenggang kangkung atas pelanggaran itu, Everton kemudian dijatuhi pengurangan poin di klasemen selama 10 poin (setara 3 kali kemenangan dan 1 draw)!

Ada standar ganda dari FA, ada diskriminasi regulasi pada kondisi yang sama hingga terus memantik debat.

Banyak dugaan karena City itu, ya klub Sultan, terutama sejak Abu Dhabi United Group dan Seikh Mansour Al-Nahyan (yang juga Wakil Perdana Menteri Uni Emirat Arab) ambil alih dari 2008.

Apapun mereka bisa beli, bisa mereka ambil, bisa mereka pengaruhi, bisa mereka atur .... termasuk barangkali UEFA dan FA.

Gibran adalah Manchester City di dunia politik Indonesia mutakhir; Pelanggaran kode etik berat oleh pamannya, Anwar Usman, tidak serta membuat dirinya tidak bisa ikut Pilpres.

Pun demikian dengan posisi sang Paman yang tetap dapat gaji besar sebagai Hakim MK hingga hari ini.

Gibran dan sang paman, disebut Mahkamah MK sebagai hasil intervensi, yang walau dibunyikan dalam putusan Mahkamah MK, tapi tetap bisa mengarungi sengitnya "Premier League" Pilpres 2024.

Bagaimana MU dan Liverpool?

Bagaimana dengan Anies-Muhaimin? Sebagaimana sejarah panjang rivalitas klub di Kota Manchester dan Liverpool, sekali lagi dalam subyektivitas penulis, Liverpool menjadi paling pas disandingkan ke nomor urut satu karena sejak dulu bukan klub bergelimang duit, dikelilingi para pejuang supertor militan, serta pesepakbola setia walau jadi kere.

Saat dana awal kampanye diumumkan KPU, Anies-Muhaimin hanya punya dana Rp 1 miliar atau 1/31 dari nomor urut 2 dan 1/23 dari nomor urut tiga.

Ini tak ubahnya dengan Juergen Klop, pelatih Liverpool delapan tahun terakhir, yang selama itu pula selalu bisa meracik awak tim seadanya guna meraih berbagai piala.

Liverpool adalah klub legenda di Inggris bahkan dunia, namun tak pernah mudah beli pemain sesuai keinginan manajer/kebutuhan tim sebagaimana diperoleh Guardila dan City-nya.

Sudah sering yang dibidik The Kop, julukan Liverpool, terbang ke klub elite lainnya karena kalah fulus. Terakhir adalah Moises Caicedo dan Romeo Latvia ke Chelsea serta Josko Gvardiol ke City sekalipun sebelumnya sudah ada kesepakatan verbal.

Pun demikian, di balik berbagai kekurangannya, Liverpool dan pendukungnya, terutama saat bertanding di Stadion Anfield, selalu berhasil memekakkan telinga dan memukul mundur lawannya.

Sampai-sampai disebut sebagai stadion terbising di Inggris, sehingga dana tekor tak berarti semangat kendor.

Dengan lokasi di kota pelabuhan, kota bagi para pekerja keras bersemangat tinggi dan juga antikemapanan, maka kita bisa lihat juga bagaimana polah pendukung Anies-Muhaimin.

Dana kampanye tak berlimpah, tapi etos spirit, gotongroyong, dan ketulusan tinggi, membuat banyak kampanye dilimpahi massa tanpa iming-iming apapun.

Terakhir, nomor urut tiga (Ganjar-Mahfud) tak berlebihan mirip Manchester United (MU) karena klub ini penguasa lama Premier League terutama saat dilatih Sir Alex Fergusson.

Kekuatan mereka tiada tanding, kekuasaan eksisting lama mereka genggam, tapi perlahan memudar.

Konteks pudar di sini, tentu saja, ketika Presiden Jokowi yang semula menggadang-gadangkan Si Rambut Putih, Ganjar Pranowo, di tikungan akhir berbelok arah dukungan.

Dari semula di atas angin, jadi seolah hilang kuasa mengendalikan angin, sebagaimana MU yang digdaya zaman Sir Alex dan kini loyo (terakhir tersingkir di Liga Champion dan tercecer keluar dari lima besar klasemen sementara Liga Inggris).

Apakah Manchester City (baca: Prabowo-Gibran) bisa juara Premier League empat kali beruntun dengan berbagai kuasa dan kekuatan di dalamnya?

Atau MU, Ganjar-Mahfud, akan menyalip di detik akhir berkat warisan terpendam mental pemenang mereka?

Atau jangan-jangan Anies-Muhaimin/Liverpool, walau kere tapi militan antikemapanan, berhasil mencuri piala? Kita saksikan bersama pada 14 Februari 2024.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/12/30/123143379/liga-inggris-dan-klasemen-setelah-dua-debat-pilpres-2024

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke