Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sampung Bone Culture: Asal-usul dan Fungsinya

Disebut dengan Kebudayaan Tulang Sampung karena alat-alat tulang hasil kegiatan atau penciptaan manusia purba di lokasi tersebut sangat melimpah dengan berbagai variasi bentuk.

Berikut ini asal-usul dan fungsi tulang Sampung.

Asal-usul dan fungsi Sampung Bone Culture

Menurut PV van Stein Callenfels, kebudayaan tulang di Indonesia berasal dari Vietnam Selatan dan Annam, yang secara perlahan mendesak pemakaian alat-alat dari batu.

Dari daerah Vietnam, tradisi alat-alat tulang mencapai daerah Jawa Timur dan lebih lanjut berkembang di gua-gua tempat manusia purba tinggal pada zaman Mesolitikum atau abris sous roche.

Kesimpulan tersebut didapatkan setelah meneliti persamaan antara alat-alat tulang dari Vietnam dengan gua di Jawa Timur.

Sampung Bone Culture merupakan hasil kebudayaan dari daerah Gua Lawa di Sampung, yang letaknya sekitar 18 kilometer di sebelah barat laut dari pusat Kota Ponorogo.

Alat-alat tulang di Gua Lawa mendapat perhatian dari seorang ahli geologi bernama LJC van Es pada 1926.

Van Es tertarik untuk meneliti Gua Lawa karena temuan tulang-tulang binatang yang jumlahnya sangat banyak dan unik di situs itu.

Ekskavasi yang dilakukan Van Es di bagian timur laut Gua Lawa mencapai kedalaman 13,75 meter di bawah permukaan tanah.

Beberapa fosil tulang ditemukan pada kedalaman 11,5 meter.

Ekskavasi yang sistematis dilakukan kemudian oleh Stein Callenfels antara 1928 hingga 1931.

Temuan terpenting dari penggalian tersebut berupa alat-alat dari tulang dan tanduk.

Produk alat tulang tersebut meliputi lancipan atau sudip, belati dari tanduk, dan beberapa mata kail.

Temuan-temuan itu didominasi oleh sudip tulang, yang jumlahnya mencapai 99 buah dan dapat dibedakan ke dalam dua kategori.

Yang pertama adalah sudip dari tulang panjang yang dibelah memanjang dan rata pada bagian tajamnya.

Sementara sudip kategori kedua terbuat dari tulang-tulang pipih yang dikeraskan dengan api dan digosok.

Dari penggaliannya, Stein Callenfels juga mengidentifikasi adanya tiga lapisan budaya yang berbeda.

Dengan kata lain, Situs Gua Lawa dulunya pernah dihuni oleh manusia purba secara berkesinambungan.

Pasca-penelitian Stein Callenfels, ekskavasi di Gua Lawa sempat terhenti dalam waktu sangat lama.

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional baru melanjutkan untuk meneliti situs Sampung Bone Culture pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2008.

Pada 2019, penelitian di Situs Gua Lawa kembali dilakukan.

Dilihat dari aspek budayanya, di Gua Lawa terdapat dua jenis artefak utama, yakni artefak tulang dan batu.

Artefak tulang atau Sampung Bone Culture sebagian besar (90 persen) terbuat dari tulang panjang binatang besar, khususnya rusa dan kerbau, dan sama sekali tidak ada tulang binatang kecil.

Fungsi Sampung Bone Culture diperkirakan untuk menggali umbi-umbian dari dalam tanah, sekaligus untuk membersihkan kulitnya.

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/12/14/130000179/sampung-bone-culture--asal-usul-dan-fungsinya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke