Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Mumi, Ternyata Pernah Dijadikan Obat Tradisional

Namun, di balik citra misterius ini, mumi memiliki sejarah yang jauh lebih kompleks dan menarik.

Selama ribuan tahun, peradaban-peradaban di seluruh dunia telah mempraktikkan mumifikasi sebagai cara untuk menghormati dan melestarikan tubuh orang atau hewan yang telah mati.

Berikut ini sejarah mumi dan rahasia yang tersembunyi di balik lapisan-lapisan perban dan tradisi Mesir kuno.

Apa itu mumi?

Mumi adalah tubuh manusia atau hewan yang telah diawetkan melalui proses khusus untuk mempertahankan penampilannya dan mencegah dekomposisi alami.

Praktik mengawetkan tubuh sebagai mumi telah tersebar luas di seluruh dunia dan tercatat dalam sejarah peradaban manusia.

Banyak peradaban, seperti suku Inka, suku pribumi Australia, Suku Aztec, suku-suku Afrika, peradaban Eropa kuno telah mempraktikkan jenis mumi tertentu untuk menghormati dan melestarikan tubuh-tubuh yang telah meninggal.

Proses mumifikasi akan menghadapkan tubuh kepada suhu panas yang ekstrem atau suhu beku sangat rendah untuk membunuh bakteri penyebab pembusukan.

Terdapat juga beberapa mumi yang tercipta tanpa disengaja.

Misalnya, Accidental Mummies of Guanajuato, mumi yang ditemukan terkubur dalam kripta di atas tanah di Meksiko. 

Diyakini bahwa panas ekstrem atau simpanan geologi kaya dari belerang dan mineral-mineral lain di daerah tersebut telah memicu proses mumifikasi.

Namun, tampaknya proses mumifikasi ini dapat berbeda sesuai dengan budaya dan kepercayaan.

Contohnya adalah proses mumifaksi para biksu Buddha yang sangat khas dan berbeda dengan proses mumifikasi pada umumnya.

Para biksu melakukan mumifikasi diri dengan cara kelaparan selama bertahun-tahun.

Setelah lemak tubuh habis, mereka akan menghabiskan beberapa tahun lagi dengan minum getah beracun untuk memicu muntah agar menghilangkan cairan tubuh.

Racun tersebut juga membuat tubuh menjadi tuan rumah yang tidak menarik bagi serangga pemakan bangkai.

Ketika saatnya tiba, para biksu dikubur hidup-hidup untuk menunggu kematian dan mumifikasi. 

Mumi sebagai obat

Pada abad ke-12 hingga abad ke-17, praktik penggunaan mumi sebagai obat mencapai puncak popularitasnya.

Selama periode ini, mumi digunakan dalam berbagai bentuk obat dan persiapan medis.

Beberapa penelitian pada 1927, yang dimuat dalam Proceedings of the Royal Society of Medicine, mengungkapkan beberapa wawasan tentang penggunaan mumi dalam bidang medis.

Salah satu faktor yang memicu minat menjadikan mumi sebagai obat adalah keyakinan bahwa bitumen, sebuah jenis aspal dari Laut Mati dan ditemukan di mumi, memiliki sifat pengobatan.

Bitumen telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati penyakit kulit, gangguan pernapasan, serta nyeri sendi dan otot, sehingga mumi dianggap sebagai sumber obat yang berharga.

Mumi Mesir Kuno

Tujuan mumifikasi adalah melestarikan tubuh manusia atau hewan setelah kematian, menjaganya dari pembusukan agar dapat dipertahankan dalam kondisi sebaik mungkin.

Tujuan ini juga dipegang oleh masyarakat pada zaman Mesir Kuno.

Iklim kering memudahkan pengeringan dan pemumian mayat, tetapi orang Mesir menggunakan proses yang lebih rumit untuk memastikan arwah yang meninggal mengalami perjalanan aman ke alam baka.

Akan tetapi, proses mumifikasi dari Mesir Kuno dibedakan untuk kaum kerajaan atau orang kaya dengan kaum ekonomi rendah.

Menurut Egyptolog, Salima Ikram, beberapa mayat dari kelas ekonomi rendah hanya diisi dengan minyak juniper untuk melarutkan organ sebelum pemakaman.

Sementara itu, proses mumifikasi untuk penguasa dan orang kaya adalah suatu tindakan yang sangat terstruktur dan simbolis.

Tahap awal proses melibatkan pencucian tubuh dengan cermat untuk membersihkan dan mempersiapkan jasad yang akan diawetkan.

Setelahnya, dilakukan pengangkatan semua organ tubuh, kecuali jantung, yang dianggap sebagai pusat kehidupan.

Proses selanjutnya adalah penggunaan garam untuk menghilangkan kelembapan dari tubuh dan organ-organ.

Setelah itu, tubuh dibalsemi dengan campuran resin dan minyak esensial, seperti myrrh, cassia, minyak juniper, dan minyak cedar. Hal ini bertujuan untuk menjaga tubuh tetap awet dan mencegah pelapukan.

Mumi yang telah dibalsem kemudian dibalut dengan beberapa lapisan kain lenan yang mengingatkan pada penampilan tubuh hidup.

Para firaun mumifikasi ditempatkan dalam peti batu yang indah yang disebut sebagai sarkofagus dan dihiasi dengan ukiran-ukiran menggambarkan dewa dan simbol-simbol kehidupan setelah kematian.

Terakhir, mumi para firaun dan orang kaya ini dikubur dalam makam megah yang berisi berbagai barang, termasuk kendaraan, alat, makanan, anggur, parfum, bahkan hewan peliharaan.

Semua ini dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan mereka di alam baka yang menandai keyakinan kuat masyarakat Mesir Kuno akan kehidupan setelah kematian.

Referensi:

  • Lynnerup, N. (2007). Mummies. American Journal of Physical Anthropology: The Official Publication of the American Association of Physical Anthropologists, 134(S45), 162-190.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/11/02/150000279/sejarah-mumi-ternyata-pernah-dijadikan-obat-tradisional

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke